Memasuki bulan Agustus, dimana rakyat Indonesia menyemarakkan HUT Kemerdekaan RI, suasana pun perlahan berubah. Semua jadi meriah. Jalanan kemudian dipenuhi umbul-umbul bernuansa merah putih, bendera dikibarkan di tiap rumah, dan rasa nasionalisme sebagai bangsa yang mendiami Bumi Pertiwi ini turut membuncah.
Tapi pada tahun ini, ada yang sedikit berbeda. Di media sosial, bendera yang ramai dikibarkan justru bendera bajak laut. Simbol tengkorak dan tulang bersilang ala anime One Piece viral di mana-mana. Mulai dari video dan meme di platform TikTok sampai unggahan Instagram dan cuitan X (dulu Twitter), bendera bajak laut "Jolly Roger" seolah menggantikan semarak sang Merah Putih. Entah siapa yang mengawali. Atau siapa sang penggagas awal, tiba-tiba bisa begitu?
Ini bukan soal anak muda yang iseng. Ini juga bukan sekadar gaya-gayaan fans anime. Jika dicermati lebih dalam, ini nampak sebagai satir sosial-bentuk sindiran halus (atau tidak halus sama sekali) dari generasi muda kepada negara yang mereka rasa makin jauh dari cita-cita kemerdekaan. Kondisi sosio-politik yang karut marut, hukum yang tak jelas, sedangkan pengangguran merajalela.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika kritik langsung mulai dibatasi, satire jadi jalan keluar. Kita mungkin ingat bagaimana kartun politik dulu digunakan untuk mengkritik Rezim Soeharto, atau bagaimana Wiji Thukul melawan penguasa lewat puisi. Dan hari ini, kritik bisa pula hadir dalam bentuk video pendek, meme, stiker, dan cosplay.
Generasi Z dan milenial tidak apatis. Mereka sebenarnya peduli, tapi mereka mengekspresikannya lewat cara-cara baru: seruan digital. Mereka tidak lagi percaya bahwa nasionalisme hanya bisa ditunjukkan dengan mengibarkan bendera. Karena buat mereka, cinta tanah air berarti berani bicara, berani protes, berani bersuara saat negara salah arah. Dan kali ini, Jolly Roger adalah simbolnya. Simbol bahwa mereka belum menyerah-tapi juga sudah terlalu kecewa.
Kenapa Bajak Laut?
Kenapa harus bendera bajak laut? Kenapa bukan simbol lain? Ya, itu bisa menjadi pertanyaan cerdas yang bisa dilayangkan kepada generasi Z dan milenial saat ini. Perlu diketahui, One Piece bukanlah sekadar cerita bajak laut. Di dalam ceritanya, Luffy dan krunya bukanlah perampok biasa. Mereka melawan sistem, menolak tunduk pada kekuasaan yang korup, dan memperjuangkan kebebasan. Ini mirip dengan kondisi yang dirasakan anak muda Indonesia saat ini: merasa ditindas oleh sistem, tapi tetap ingin memperjuangkan keadilan.
Tokoh Luffy lebih relatable daripada pejabat. Bajak laut Straw Hat dianggap lebih berani membela yang tertindas dibanding elit-elit negeri ini. Simbol ini kemudian berubah menjadi alat komunikasi: "Hei negara, kami kecewa, dan kami tidak diam." Kira-kira begitu, ungkapan yang pas, yang bisa dilontarkan pada pemerintah.
Lantas, apakah anak-anak muda saat ini tidak nasionalis? Rasanya kita tak boleh buru-buru menyimpulkan bahwa generasi muda tak lagi memiliki nasionalisme. Sebaliknya, maraknya bendera bajak laut di beranda-beranda sosial media justru menandakan bahwa mereka sangat mencintai Indonesia. Sejatinya, mereka masih peduli. Sebab, apabila sudah benar-benar apatis, mereka tak mungkin repot memasang bendera di bodi kendaraan, mobil, di pagar rumah, lalu mengedit foto, membuat meme, apalagi sampai beli stiker bendera bajak laut.
Hari ini, satire seperti ini hadir dari kepedulian yang diselimuti rasa frustrasi. Mereka ingin negara ini berubah. Mereka ingin Indonesia menjadi lebih adil, lebih terbuka, dan lebih jujur. Tapi mereka tahu, menyampaikan semua itu secara serius bisa berbahaya. Oleh karenanya, mereka menyampaikannya lewat pemasangan bendera agar terkesan lucu, hasil video serta meme juga mengundang tawa.
Peringatan bagi Pemerintah
Tapi jika diamati serius, fenomena ini sebenarnya adalah alarm. Jika anak-anak muda lebih bangga memakai simbol fiksi daripada simbol negara, berarti ada yang salah dengan cara negara merawat makna "kemerdekaan". Bendera Merah Putih seakan tak berarti kalau negara tak menjamin keadilan. Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" menjadi kosong jika suara rakyat dibungkam. Yakinlah, nasionalisme bukan cuma soal simbol, tapi soal isi dan makna. Dan saat makna itu mulai pudar, rakyat akan mencari simbol baru untuk menyuarakan keresahan mereka.
Perlu diingat: ini bukan revolusi. Bendera bajak laut ala One Piece tak akan berkibar selamanya. Itu hanyalah kejadian fenomenal, namun sarat makna. Lewat bajak laut, mereka bisa mengkritik di "bulan merdeka", di mana seharusnya mereka merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Mereka hanya ingin negara bisa kembali ke cita-cita awal kemerdekaan-melayani rakyat, menjamin keadilan, dan membuka ruang kritik-lalu perlahan, bendera bajak laut akan turun dengan sendirinya.
Kita sedang menyaksikan satu babak unik dalam sejarah nasionalisme Indonesia. Di mana cinta tanah air tidak lagi ditunjukkan dengan upacara dan seragam, tapi lewat kreativitas, kritik, dan satire. Jadi jangan langsung marah pada mereka yang memakai simbol bajak laut. Dengarkan dulu apa yang ingin mereka sampaikan. Mungkin, mereka justru lebih cinta Indonesia dibanding mereka yang hanya sekadar ikut upacara tapi tak peduli nasib bangsa ini ke depan.
Didik T Atmaja. Mahasiswa Magister Ilmu Politik (MIP) Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Simak juga Video: One Piece Turut Meriahkan Agustusan