Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan merupakan salah satu pilar utama dalam mewujudkan hak dasar masyarakat Indonesia atas layanan kesehatan yang adil dan merata. Beroperasi dengan prinsip gotong royong, di mana iuran dari peserta yang mampu secara finansial turut menopang pembiayaan bagi yang kurang mampu, BPJS Kesehatan telah memainkan peran krusial dalam sistem sosial-ekonomi dan stabilitas sosial bangsa.
Namun, di usianya yang menginjak satu dekade, BPJS Kesehatan kini berada di persimpangan, menghadapi serangkaian tantangan kompleks yang menguji keberlanjutan layanan, tata kelola, kepatuhan, hingga stabilitas finansialnya.
Pertumbuhan dan Kualitas
Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2014, program JKN mencatat pertumbuhan peserta yang signifikan, mencapai 98,45% dari total penduduk atau sekitar 278 juta jiwa pada 31 Desember 2024. Peningkatan ini secara positif menarik minat investasi di sektor kesehatan, menciptakan pasar yang stabil bagi rumah sakit, klinik, dan fasilitas penunjang lainnya. Pemerintah juga telah mendorong pengembangan fasilitas kesehatan di berbagai wilayah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pertumbuhan jumlah peserta tidak selalu dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan kualitas layanan yang memadai. Banyak fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit pemerintah, masih bergulat dengan keterbatasan tenaga medis dan infrastruktur yang tidak sebanding dengan lonjakan pasien. Akibatnya, antrean panjang dan potensi penurunan kualitas layanan menjadi keluhan yang kerap terdengar.
Selain itu, masih terdapat fasilitas kesehatan swasta yang enggan berpartisipasi penuh dalam program JKN karena tarif yang dianggap tidak sepadan dengan biaya operasional, terutama untuk layanan canggih. Permasalahan terkait tarif obat dan mekanisme rujukan juga menjadi penghambat yang perlu diselesaikan.
Sementara itu aplikasi Mobile JKN, meskipun dirancang sebagai solusi akses layanan dan finansial, masih memiliki pekerjaan rumah dalam integrasi data dan kurangnya uji coba berbasis pengguna yang komprehensif.
Tata Kelola dan Kepatuhan
Sebagai entitas hukum publik yang mengelola dana dalam skala besar, BPJS Kesehatan wajib menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) meliputi transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
Kepatuhan terhadap kerangka hukum yang mengatur operasional BPJS Kesehatan dari perspektif hukum bisnis menjadi sangat esensial untuk menjaga kepercayaan publik dan keberlanjutan program.
Di sisi lain, ancaman fraud dalam pengelolaan klaim perlu menjadi perhatian serius karena dapat menggerus keuangan BPJS Kesehatan. Dalam hal ini, inovasi teknologi mutlak diperlukan. Penerapan teknologi blockchain menawarkan solusi menjanjikan untuk meningkatkan transparansi, akurasi, dan keamanan dalam pengelolaan data kepesertaan maupun klaim.
Dengan blockchain, proses verifikasi data peserta, terutama dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Mandiri, dapat dilakukan secara real-time dan terintegrasi, meminimalisir kesalahan dan mencegah peningkatan jumlah peserta nonaktif. Lebih jauh, blockchain dapat memastikan validasi transaksi klaim yang cepat dan akurat, secara signifikan mengurangi potensi kecurangan dan menekan biaya operasional.
Keberlanjutan Finansial
Harus diakui, aspek finansial merupakan tantangan terbesar BPJS Kesehatan hari-hari ini. Pendapatan iuran yang menjadi sumber utama pendanaan program tertekan oleh rasio klaim yang melonjak hingga 105,78% pada tahun 2024. Masalah utama adalah tunggakan iuran dari peserta non-aktif, yang pada Maret 2025 mencapai 56,8 juta jiwa.
Sekitar 50 juta peserta JKN tidak membayar iuran, terutama dari sektor pekerja bukan penerima upah atau informal, yang menjadi beban tersendiri bagi BPJS Kesehatan ketika mereka membutuhkan layanan.
Oleh karena itu, untuk menjaga keberlanjutan finansial, BPJS Kesehatan perlu didorong untuk terus berinovasi dalam memastikan kepatuhan pembayaran iuran. Selain itu, strategi diversifikasi investasi ke instrumen keuangan yang lebih stabil seperti surat utang negara atau instrumen pasar uang berisiko rendah dapat menjadi sumber pendapatan tambahan yang menyeimbangkan beban biaya jaminan yang terus meningkat.
Sebagai manifestasi komitmen negara dalam memenuhi hak kesehatan warganya, BPJS Kesehatan harus dapat memastikan keberlanjutan dan kualitas layanannya di masa depan melalui upaya kolektif dan langkah strategis yang jelas. Peningkatan efisiensi pengelolaan dana, pencarian sumber pembiayaan alternatif, serta penguatan dukungan dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci.
Hal krusial lainnya adalah bagaimana terus digalakkannya sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya menjadi peserta aktif. Jajaran pengelola BPJS Kesehatan juga perlu menyadari bahwa optimalisasi pemanfaatan teknologi, seperti blockchain, bukan hanya untuk menekan fraud dan meningkatkan efisiensi, tetapi juga sebagai fondasi untuk tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan komitmen kuat dari semua pihak, harapan akan terwujudnya JKN yang kuat dan stabil, demi rakyat sehat dan Indonesia maju sebagaimana tercantum dalam visi Asta Cita pemerintah, dapat tercapai.
Muhammad Jasrif Teguh. Founder IDN-Pharmacare Institute.
Simak juga Video: BPJS Kesehatan Tegaskan Tak Batasi Rawat Inap Peserta JKN
(rdp/rdp)