Memahami Horeg-nya Jawa Timur
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Memahami Horeg-nya Jawa Timur

Senin, 28 Jul 2025 12:40 WIB
Christina Eviutami Mediastika
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Warga menyaksikan gelaran Urek Urek Carnival yang diiringi perangkat audio berkapasitas besar di Desa Urek-urek Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/7/2025). Karnaval dengan iringan-iringan audio kapasitas besar tersebut diselenggarakan tiap tahun saat momentum selamatan desa atau setelahnya dalam rangka memeriahkan bersih desa yang diperingati pada bulan Suro pada penanggalan Jawa. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/nym.
Ilustrasi sound horeg (Foto: ANTARA FOTO /Irfan Sumanjaya)
Jakarta -

Horeg yang dalam Bahasa Jawatimuran berarti getaran hebat, sebenarnya tidak selalu disertai bunyi yang keras. Namun sebaliknya, bunyi yang terdengar selalu terjadi karena adanya getaran, entah getaran zat padat, cair, maupun udara. Getaran zat padat contohnya mangkok bakso dipukul sendok. Kalau dua benda itu diam, maka tidak akan terdengar thing thing thing penjual bakwan.

Getaran zat cair contohnya aliran air yang menimbulkan bunyi gemericik atau berdebur. Sementara getaran udara terjadi ketika kita bersuara; udara dalam tenggorokan bergetar bersama pita suara dan mengalir ke luar sehingga terdengarlah suara.

Suara dan getaran

Suara tidak terpisah dari getaran. Suara muncul karena ada getaran yang terjadi. Getarannya bisa lembut sehingga hampir tidak terasa, atau sangat kuat sehingga muncul suara berdebum. Kekuatan getaran sumber bunyi ditentukan oleh panjang gelombang bunyi. Semakin panjang, semakin kuat getarannya. Frekuensi bunyi yang merupakan jumlah gelombang per detik, juga mencerminkan kuat-lemah getaran yang terjadi, yang secara natural berkebalikan. Artinya, bunyi berfrekuensi tinggi (contohnya suara melengking) tidak memiliki getaran yang hebat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebaliknya, bunyi berfrekuensi rendah (contohnya suara mesin kompresor) justru memiliki getaran yang hebat.

Kuat-lemah getaran tidak identik dengan keras-pelan bunyi, karena keras-pelan bunyi ditentukan oleh amplitudo bukan oleh panjang gelombang bunyi. Apakah keduanya bisa terjadi bersamaan, seperti suara sangat keras disertai getaran yang hebat? Bisa, contohnya fenomena yang tengah ramai diperbincangkan, sound horeg.

ADVERTISEMENT

Sound Horeg

Sound horeg yang digemari sebagian masyarakat karena mendatangkan kegembiraan adalah bunyi sangat keras disertai getaran hebat. Artinya, sound horeg lebih banyak memainkan bunyi-bunyi berfrekuensi rendah.

Bunyi keras berfrekuensi tinggi, hanya mampu memekakkan telinga, namun tidak mampu menggetarkan sekitarnya. Lengkingan penyanyi yang sangat keras, tidak mampu memecahkan kaca jendela. Namun dentuman drum yang keras bisa memecahkan kaca, bahkan merontokkan genting.

Hal ini terjadi, karena getaran hebat yang menimbulkan bunyi, membuat elemen di sekitarnya ikut bergetar, istilah ilmiahnya beresonansi. Jika elemen yang berdekatan dengan sumber getaran bersifat ringan atau tipis, resonansi akan lebih mudah terjadi. Resonansi tidak hanya terjadi pada benda mati, tapi juga pada manusia.

Organ tubuh bergetar secara alamiah pada frekuensi tertentu. Bunyi sangat keras disertai getaran hebat akan meresonansi getaran alamiah organ tubuh yang berdekatan, sehingga mengubah frekuensinya.

Efek-efek getaran dan suara bising pada tubuh manusia tidak terjadi seketika seperti alat pernafasan yang langsung bereaksi ketika menghirup udara terpolusi atau kepala yang agak pusing ketika mata melihat cahaya menyilaukan. Kerusakan indera pendengaran dan organ tubuh karena kebisingan terjadi secara perlahan. Telinga berdenging terus-menerus atau tinitus, adalah salah satu indikasi menuju ketulian.

Telinga

Telinga manusia menangkap rentang gelombang delapan sampai sembilan kali lebih lebar daripada gelombang yang ditangkap oleh mata. Jadi, lebih banyak keadaan sekitar ditangkap oleh telinga daripada mata.

Gelombang positif akan membawa resonansi positif, dan sebaliknya. Contohnya, sound healing, yaitu aktivitas mendengarkan suara pada frekuensi tertentu, otomatis pada getaran tertentu, untuk meresonansi organ tubuh kembali ke alamiah.

Telinga dapat mendengar ketika tiga unsur bunyi ada bersamaan: sumber bunyi, medium perambatan, dan telinga yang sehat. Salah satu dari tiga unsur tersebut absen, tidak ada bunyi yang terdengar. Contohnya, di ruang hampa udara tidak ada bunyi, meskipun sumber bunyinya ada. Prinsip ini dapat digunakan untuk mengurangi pro-kontra sound horeg.

Jika ke-horeg-an ditunggu sebagian masyarakat namun sebagian lainnya menolak, maka medium perambatan horeg adalah satu-satunya unsur yang wajib diolah untuk mengakomodasi keduanya. Medium rambat antara sumber bunyi dan masyarakat yang menolak, perlu diperpanjang. Misalnya mengubah dari jalan keliling kampung, menjadi terlokalisir di area jauh dari permukiman.

Jika masih ingin keliling, turunkanlah amplitudo dan pendekkanlah gelombang bunyinya, sehingga hanya menjadi sound, tanpa horeg. Batas kebisingan di kawasan permukiman adalah 55 dBA.

Pengaturan media rambat ini diperlukan, karena fakta bahwa suara mempengaruhi manusia secara fisik, psikis, kognitif, dan perilaku, tidak perlu diperdebatkan lagi. Sangat banyak riset kelas dunia membuktikan, bahwa efek kebisingan pada manusia adalah nyata. Riset-riset ini yang menjadi dasar pengaturan kebisingan secara ketat, baik oleh World Health Organization (WHO) maupun pemerintah negara maju.

Aturan kebisingan di Indonesia sudah tua dan sangat longgar implementasinya. Levelnya pun di tataran kementerian, yaitu KEP-48/MENLH/11/1996, sehingga jamak dianggap angin lalu.

Indonesia tidaklah perlu seperti Swedia, yang sampai memiliki aturan desain pintu bangunan, agar ketika terbanting tidak menimbulkan bising. Cukup aturan yang sudah hampir berusia 30 tahun itu dipegang teguh dan diterapkan, karena efek buruk kebisingan pada manusia bukan hoax.

Christina Eviutami Mediastika. Center for Sound and Design Universitas Ciputra Surabaya dan Senior Faculty Fellow Center for Global Soundscapes Purdue University.

Simak juga Video: Menyoal Sound Horeg: Budaya Lokal atau Masalah Sosial?

(rdp/rdp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads