Jakarta - Lewat emailnya, kawan yang lama tinggal di Jerman, Pipit Kartawidjaja, risau dengan materi perdebatan tentang RUU Politik, yang membenturkan partai besar dan partai kecil. Pertama, di sistem politik demokratis manapun selalu dibutuhkan partai besar untuk menjaga stabilitas politik. Kedua, apa memang ada partai besar di Indonesia?Kalau mau belajar di banyak negara yang sudah mapan demokrasinya, apa yang disampaikan kawan saya itu benar adanya. Contoh paling nyata ya Amerika. Cuma ada dua partai dominan, yakni Republik dan Demokrat. Namun, jangan salah di negara tersebut orang boleh mendirikan partai sesukanya. Bahkan tanpa partai pun perseorangan bisa maju ikut Pemilu, baik untuk memilih pejabat eksekutif maupun legislatif.Sebelum terkristalisasi menjadi dua partai, pada satu kurun waktu yang panjang di sana juga berkembang banyak partai. Lebih-lebih pada masa di seputar Perang Saudara. Namun lama-lama jumlah partai kian sedikit, dan tinggal dua partai saja. Banyak yang beranggapan hal ini terjadi karena negara tersebut menerapkan sistem pemerintahan presidensial.Anggapan tersebut tidak salah. Namun dalam sistem pemerintahan parlementer pun, bisa juga tumbuh partai dominan seperti terjadi di Inggris dan Jepang. Hampir sepanjang abad terakhir, politik di Inggris dikuasai antara Partai Buruh, Partai Konservatif atau Partai Liberal. Di Jepang sejak Perang Dunia Pertama, Partai Liberal selalu berkuasa.Salah satu cara untuk mempercepat penyederhanaan partai, adalah menggunakan sistem Pemilu mayoritas. Di sini lebih dikenal dengan sistem Pemilu distrik. Dalam sistem mayoritas tunggal, hanya tersedia satu kursi di setiap daerah pemilihan, sehingga siapapun yang menang (dan berapapun selisihnya dengan yang kalah), otomatis jadi calon terpilih. Bisa juga, satu daerah pemilihan berkursi jamak, misalnya dua atau tiga, sehingga mereka meraih urutan satu dua dan tiga, otomatis jadi calon terpilih.Sistem Pemilu mayoritas ini pernah ditawarkan Jenderal Soeharto pada awal Orde Baru. Namun partai-partai menolak, sehingga sebagai konpensasinya ABRI mendapat kursi gratis di DPR/MPR. Rezim berganti, sampai sekarang kita masih menggunakan sistem Pemilu proporsional. Dan dari Pemilu proporsional yang demokratis, yakni Pemilu 1999 dan Pemilu Legislatif 2004, kita tidak mendapatkan partai dominan.Golkar dan PDIP pada kedua partai tersebut memang meraih suara terbanyak, tetapi kedua partai itu tidak dominan. Bahkan jika kedua kekuatan itu bergabung, hasilnya belum mayoritas. Oleh karena itu, Pipit bilang, tidak ada partai besar di Indonesia. Yang ada adalah partai kecil dan partai menengah. Partai besar adalah partai yang dengan kekuatan sendiri bisa membuat kebijakan karena kursinya mayoritas di parlemen.Sistem Pemilu seharusnya mengarahkan ke sana. Kalaupun tidak ada satu partai besar, setidaknya dua partai yang bergabung sudah menguasai mayoritas kursi di parlemen sehingga memudahkan pembuatan kebijakan. Untuk mencapai ke sana tidak harus dengan menerapkan sistem Pemilu mayoritas. Dengan cara memperkecil kursi di daerah pemilihan, pemilu proporsional bisa mengarah ke sana meski berjalan lambat.Mengapa kita perlu partai besar? Ya, agar pemerintahan stabil, agar para politisi punya banyak waktu untuk mengurus rakyat, daripada berantem di antara mereka sendiri. Bagi pemilih, hadirnya partai dominan juga memudahkan untuk menilai kinerja partai. Pemilih akan mudah memberikan sanksi kalau memang ada partai dominan yang memegang pemerintahan yang tidak becus, yakni dengan cara tidak lagi memilih partai itu pada pemilu berikutnya. Tidak seperti sekarang ini. Kita tidak tahu, siapa yang harus bertanggungjawab atas ketidaksuksesan pemerintah. Hanya PDIP yang beroposisi, karena partai lainnya semua ikut memerintah. Tapi pada saat yang sama, partai yang ikut memerintah juga sering tidak segaris dengan pemrintahan SBY-Kalla. Jadi, siapa yang harus diberi hukuman untuk tidak dipilih lagi pada Pemilu mendatang?
Keterangan Penulis:Penulis adalah wartawan detikcom. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak menggambarkan sikap/pendapat tempat institusi penulis bekerja.
(/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini