Stunting Tetap Genting
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Stunting Tetap Genting

Senin, 21 Jul 2025 18:05 WIB
Prof. Dr. ALI KHOMSAN
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi Stunting
Ilustrasi / Foto: Getty Images/iStockphoto/jittawit.21
Jakarta -

Dalam US Dairy Nutrition Conference di Bangkok, Thailand (16/7/2025) diungkapkan oleh peneliti SEAMEO RECFON bahwa selama ini 65 persen protein yang dikonsumsi masyarakat Indonesia bersumber dari tanaman. Hanya 35 persen asupan protein bersumber dari hewan seperti telur, daging, dan susu.

Hampir 14.000 anak di empat negara Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam menghadapi tiga masalah gizi. Tiga problem tersebut adalah stunting, kegemukan, dan kekurangan mikronutrisi. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan adanya penurunan prevalensi stunting secara nasional menjadi 19,8%. Sebelumnya pada tahun 2023 prevalensi stunting adalah 21,5%, ini berarti ada penurunan 1,7%. Capaian SSGI 2024 ini telah meloloskan Indonesia dari problem stunting dengan nilai cut-off <20% sesuai yang ditetapkan WHO.

Stunting memunculkan ancaman penyakit tidak menular di kala anak-anak ini menjadi dewasa kelak. Teori Barker, yang juga dikenal sebagai teori Thrifty Phenotype atau Asal Usul Penyakit pada Janin, menjelaskan bahwa kekurangan gizi pada janin dapat menyebabkan adaptasi permanen pada metabolisme dan sistem endokrin, yang kemudian dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan obesitas ketika terpapar lingkungan dengan asupan kalori yang berlebihan di kemudian hari.

Sebaiknya kita tidak lalai dan kendor dalam mengintensifkan program-program stunting karena prevalensi 19,8% nyaris berdekatan dengan cut-off 20%. Jadi stunting tetap menjadi masalah genting yang dihadapi Indonesia. Seyogyanya, media massa perlu terus-menerus memberitakan tentang bahaya stunting dan sosialisasi intervensi program stunting. Peran media massa ini akan menggugah kesadaran masyarakat dan stakeholders lainnya sehingga stunting akan terus diwaspadai dan tidak dilupakan.

Bagaimana peran perguruan tinggi dalam mengatasi stunting? Banyak hal yang bisa dilakukan kampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia. Mahasiswa program studi Ilmu Gizi/Kesehatan Masyarakat saat ini tersebar di lebih dari 100 perguruan tinggi/Stikkes. Mereka selama enam semester telah menempuh perkuliahan dan mendapatkan ilmu-ilmu terkait gizi. Terbuka peluang mahasiswa-mahasiswa ini terjun ke masyarakat dalam program KKN (Kuliah Kerja Nyata) memperkuat program gizi seperti posyandu.

Kemampuan mahasiswa untuk mendampingi posyandu dapat menjadi salah satu strategi memecahkan masalah stunting. Harus dipahami bahwa pemerintah sejak tahun 2018 telah melibatkan 23 Kementerian/Lembaga untuk bersama-sama Kemenkes mengelola program konvergensi stunting. Ini berarti bahwa problem gizi tidak lagi sekedar menjadi problem kesehatan, namun problem kompleks yang harus dipecahkan secara multisektor.

Peran mahasiswa dalam mencermati program konvergensi stunting dapat dilakukan dengan membantu pendataan keluarga-keluarga rawan stunting sehingga bila memenuhi syarat miskin mereka mendapatkan hak-haknya untuk menjadi peserta program-program sosial yang dirancang pemerintah. Berbagai program bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah program-program yang sudah ada sejak beberapa lama dan kemudian diberi muatan stunting. Ketepatan sasaran penerima program menjadi entry point yang sangat penting sehingga program-program konvergensi stunting memiliki daya ungkit yang signifikan untuk mengatasi masalah gizi kronis ini.

BKKBN adalah dirigen program-program stunting. BKKBN dalam kiprahnya selama puluhan tahun membangun keluarga bahagia sejahtera di Indonesia telah berhasil menekan angka kelahiran secara signifikan. Saat ini banyak keluarga-keluarga muda yang hanya memiliki anak 1-2 orang, sementara generasi pasangan muda di tahun 1970-an banyak yang memiliki anak 5-8 orang.

Perguruan tinggi pada dasarnya dapat memanfaatkan sumber daya kampus (mahasiswa dan dosen) dalam menangkap peluang pembiayaan dari program penelitian/pengabdian pada masyarakat Kemendiktisaintek untuk mengentaskan stunting di Indonesia. Untuk itu dukungan para Rektor Perguruan Tinggi dan Direktur Poltekkes/Stikkes sangat diharapkan agar keterlibatan civitas academica dalam program penanggulangan stunting dapat difasilitasi secara maksimal demi perbaikan gizi masyarakat menuju SDM berkualitas.

Problem stunting dapat dicegah apabila kita dapat mengidentifikasi lebih dini anak-anak yang mengalami gizi kurang/kurus (berat badan menurut umur tidak sesuai standar). Anak-anak ini perlu diberi intervensi makanan tambahan agar berat badannya pulih sehingga tidak berkelanjutan menjadi stunting. Pelibatan industri/swasta yang memiliki banyak dana CSR (Corporate Social Responsibility) perlu lebih dioptimalkan agar anak-anak yang menderita stunting dapat tertangani dan status gizi baik dapat tercapai.

Ali Khomsan. Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB, Wakil Ketua Kluster Kesehatan Asosiasi Profesor Indonesia


Simak juga Video: Wanti-wanti Kemenkes Meski Angka Stunting RI Sudah Menurun

(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads