Mendorong Perlindungan Sosial Pekerja Migran
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Mendorong Perlindungan Sosial Pekerja Migran

Minggu, 20 Jul 2025 18:35 WIB
Muhammad Iqbal Khatami
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi pengangguran atau pencari kerja
Ilustrasi / Foto: Getty Images/iStockphoto/byryo
Jakarta -

Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional, dengan remitansi yang signifikan serta peran strategis dalam memperkuat kesejahteraan keluarga di tanah air. Untuk Tahun 2025, Pemerintah Indonesia bahkan menargetkan penempatan hingga 425 ribu PMI ke luar negeri.

Jika target tersebut tercapai, Pemerintah memperkirakan remitansi atau devisa yang dihasilkan bisa mencapai sekitar Rp 433,6 triliun.

Di balik kontribusi besar tersebut, perlindungan sosial bagi PMI masih menyimpan banyak catatan. Meski perlindungan PMI telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang mengamanatkan perlindungan jaminan sosial bagi PMI, realita dan implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai kendala serius yang mengancam hak dan keselamatan para PMI. Salah satu instrumen penting jaring pengaman sosial PMI adalah dengan memperkuat peran jaminan sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengurai Permasalahan PMI

Salah satu masalah besar di isu PMI adalah keberadaan PMI 'undocumented' atau pekerja migran melalui jalur tidak resmi yang jumlahnya masih signifikan. Kelompok ini sangat rentan terhadap eksploitasi, pelanggaran hak asasi, dan risiko kesehatan tanpa perlindungan jaminan sosial yang memadai. Ironisnya, kebijakan yang ada belum mampu menjangkau mereka secara efektif.

Ketiadaan regulasi yang mengakomodasi perlindungan bagi PMI 'undocumented' menjadi celah besar yang harus segera ditangani. Tanpa terobosan kebijakan yang progresif dan inklusif, kelompok pekerja ini akan terus menjadi korban sistem yang tidak berpihak pada mereka.

ADVERTISEMENT

Masalah lainnya adalah sebagian besar PMI masih mendominasi sektor pekerjaan low to middle skill, sementara peluang di sektor high skill belum dimanfaatkan secara optimal. Dampaknya, dapat mempersempit akses mereka terhadap perlindungan sosial yang lebih baik dan berkelanjutan.

Menjadi urgensi tentang adanya peningkatan kapasitas PMI, baik dari sisi penguasaan bahasa maupun soft skills, sebelum penempatan. Namun, program pelatihan dan sertifikasi yang ada belum merata dan belum menjangkau seluruh PMI secara efektif.

Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa PMI tidak hanya menjadi tenaga kerja murah, tetapi juga sumber daya manusia yang kompeten dan terlindungi.

Selanjutnya, perlindungan PMI tidak hanya saat bekerja, tetapi juga sejak tahap pra-penempatan, selama penempatan, hingga pasca-penempatan. Perlindungan ini mencakup aspek administratif, teknis, hukum, dan sosial, mulai dari pemberian informasi, pelatihan, hingga jaminan sosial.

Lebih dari itu, perhatian juga harus diberikan kepada keluarga PMI, termasuk anak-anak yang ditinggalkan, melalui perlindungan hak-hak sipil, ekonomi, sosial, dan akses pendidikan serta kesehatan yang inklusif.

Untuk pasca penempatan misalnya, penting untuk mendorong adanya program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) untuk PMI. Kedua program ini sangat penting untuk memberikan perlindungan jangka panjang yang berkelanjutan bagi PMI setelah mereka kembali ke tanah air.

Masalah lain yang perlu juga diurai adalah pentingnya mendorong segmentasi kepesertaan khusus untuk PMI dalam sistem jaminan sosial nasional-khususnya BPJS Ketenagakerjaan. Saat ini, PMI masih tergabung dengan pekerja penerima upah di dalam negeri.

Padahal, PMI menghadapi risiko dan kondisi kerja yang jauh berbeda, mulai dari tantangan bahasa, budaya, hingga risiko hukum di negara penempatan.

Dampaknya membuat banyak PMI masih terjebak dalam sistem yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, sehingga perlindungan sosial yang mereka terima menjadi setengah hati dan jauh dari ideal.

Mendorong Revisi UU PMI

Berkaca dari berbagai permasalahan tersebut, Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) menjadi kebutuhan mendesak yang tak bisa ditunda, mengingat masih lemahnya perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi--termasuk sistem jaminan sosial bagi jutaan PMI yang menjadi tulang punggung devisa negara.

Revisi ini dapat menjadi salah satu jalan keluar dari aspek kebijakan, guna menjawab realitas di lapangan yang menunjukkan maraknya berbagai kasus seperti pemulangan paksa, eksploitasi, overcharging biaya penempatan, hingga tingginya jumlah PMI nonprosedural akibat birokrasi yang rumit dan minimnya pengawasan negara.

Pekerja Migran Indonesia adalah aset bangsa yang harus dihargai dan dilindungi dengan sungguh-sungguh. Perlindungan sosial bagi PMI bukan hanya soal memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap martabat dan hak asasi manusia.

Jika pemerintah dan pemangku kepentingan gagal menuntaskan masalah ini, maka risiko eksploitasi, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial akan terus membayangi masa depan PMI dan keluarganya.

Muhammad Iqbal Khatami. Pengurus Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Founder Muda Bicara ID.

Simak juga Video: KemenP2MI-KemenHAM Jalin Kerja Sama Tingkatkan Kualitas Perlindungan PMI

(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads