Responsible AI dalam Praktik Pemerintahan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Responsible AI dalam Praktik Pemerintahan

Senin, 14 Jul 2025 18:22 WIB
Lizzatul Farhatiningsih
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Lizzatul Farhatiningsih; Pranata Humas Ahli Muda di Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan; Ketua Tim Media Monitoring Kementerian Perdagangan.
Foto: Kemendag
Jakarta -

Berbicara tentang responsible artificial intelligence (AI) atau yang saat ini disebut dengan akal imitasi yang bertanggung jawab, tidak lepas dari bagaimana kita memahami etika pada saat menggunakannya. Sebelumnya, kita harus menyadari, mengenal, dan mempelajari bagaimana cara kerja AI. Sehingga, kita pun memiliki kontrol dalam menggunakan AI nantinya untuk membantu pekerjaan sehari-hari.

AI mengumpulkan data dari berbagai sumber, antara lain aplikasi digital, seperti media sosial dan niaga elektronik (e-commerce), segala macam teks digital. Dikutip dari sebuah artikel berjudul On the Governance of Artifical Intelligence through Ethics Guidelines yang diterbitkan Asian Journal of Law and Society pada 2020, pedoman etika menunjukkan bahwa AI yang dapat dipercaya memiliki tiga komponen yang harus ada di seluruh siklus hidup AI:

  1. Harus legal dan mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku;
  2. Harus etis dan menjaga kepatuhan terhadap prinsip dan nilai etika; dan
  3. Harus kuat, baik dari sudut pandang teknis maupun sosial, karena sistem AI dapat menyebabkan kerugian yang tidak disengaja, meskipun niatnya baik.

Sementara, sebagai pengguna, kita harus bertanggung jawab saat menggunakan AI agar tidak bias. Bagaimanapun juga AI seperti komputer dan alat canggih lainnya yang bekerja berdasarkan pengumpulan data-data dan pemrograman yang dibuat oleh manusia. Sehingga, manusia dengan kecerdasannya perlu memilah kembali informasi yang disajikan AI dengan bijaksana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan etika saat menggunakan AI di sektor publik (Alhosani & Alhashmi, 2024):

1. Privasi Data

ADVERTISEMENT

Kebocoran data harus selalu menjadi perhatian saat menangani sejumlah informasi. Ada potensi terbukanya informasi yang dianggap kurang baik atau bijaksana karena semakin banyak data yang digunakan untuk melatih algoritma. Di sisi lain, AI memiliki keunggulan tertentu dalam hal melindungi informasi pribadi. Pelanggaran data dapat dikurangi dengan bantuan AI. Caranya dengan mengenkripsi informasi sensitif, mengurangi kemungkinan kesalahan manusia, dan memantau tanda-tanda serangan siber.

2. Bias Algoritmik dan Keadilan

Teknologi transformatif ini berpotensi mengubah proses pengambilan keputusan dalam sektor publik, mengubah signifikansi pengetahuan dan penilaian manusia. Dari sudut pandang teori organisasi, jika kewenangan pengambilan keputusan administratif semakin didelegasikan kepada teknologi AI, hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konsekuensi bagi legitimasi dan kepatuhan administrasi terhadap nilai-nilai masyarakat. (Alhosani & Alhashmi, 2024)

Meskipun memiliki banyak hal positif yang dapat dimanfaatkan, AI bukannya tidak memiliki kekhawatiran bagi manusia. Salah satu masalah yang paling mendesak saat ini adalah prospek hilangnya pekerjaan secara luas karena otomatisasi. Efek jangka panjang dari teknologi baru ini terhadap pemerintah masih harus dilihat. Evaluasi pengetahuan, penyelesaian tugas, dan pengenalan pola hanyalah beberapa cakupan di mana AI digunakan di semua tingkat institusi.

3. Akuntabilitas dan Tata Kelola

Prinsip dasar tata kelola AI adalah Akuntabilitas. Tren saat ini adalah pemanfaatan AI untuk mengerjakan aktivitas analitis (seperti prediksi dan pengambilan keputusan). Jika kita akan menggunakan bantuan atau mendelegasikan keputusan kepada AI secara lebih luas, kita perlu memastikan bahwa sistem ini adil dalam dampaknya terhadap kehidupan manusia, sejalan dengan nilai-nilai dan norma.

Di instansi pemerintah, AI mulai dikenalkan untuk dijadikan alat bantu bagi para ASN dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Instansi pemerintah dengan produknya yang berupa kebijakan harus lebih berhati-hati menggunakan AI. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

  1. Penggunaan fitur AI yang dapat membantu agar pengolahan data lebih rapi dan mudah dipahami.
  2. Membuat ukuran dan batasan dengan regulasi terkait hasil AI.
  3. Membuat dokumentasi dari setiap proses pengambilan keputusan, agar dapat ditelusuri kembali jika dibutuhkan.
  4. Melakukan diskusi kelompok terpadu untuk mengurangi bias. Bias dan ketidakadilan (unfairness) merupakan masalah yang sering terjadi pada AI. Proses pembelajaran dengan mesin yang digunakan dalam berbagai bidang dan konteks berpotensi dapat semakin meminggirkan beberapa segmen kemasyarakatan.
  5. Memperhatikan proses pengembangan AI yang menghargai visibilitas.
  6. Menggunakan metode AI kotak putih, yaitu AI yang memberikan penjelasan dari setiap keputusan yang dibuat AI.
  7. Memantau setiap hasil dengan transparan.

Sementara, beberapa hal terkait AI yang dapat dioptimalkan oleh humas yaitu:

  1. AI dapat membantu humas untuk melihat kecenderungan isu atau topik yang sedang hangat di masyarakat (media monitoring).
  2. AI dapat membantu mengkonsepkan suatu narasi.
  3. AI dapat membantu mengidentifikasi stakeholder.
  4. AI dapat membantu mempersonalisasi pesan berdasarkan karakteristik audiens.
  5. AI dapat membantu melakukan otomatisasi pekerjaan harian, seperti input database atau mengunggah konten di media sosial.

Sebagai humas pemerintah, penggunaan AI dengan bijaksana sangat dianjurkan, khususnya untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Namun, yang perlu diingat, humas perlu membaca dan mengkaji kembali hasil AI dengan memperhatikan:

  1. Hak cipta
  2. Gubahan narasi yang perlu disempurnakan parafrasenya agar antarkata dan kalimat terkoneksi dengan baik
  3. Akurasi
  4. Menghindari plagiarism

Lizzatul Farhatiningsih; Pranata Humas Ahli Muda di Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan; Ketua Tim Media Monitoring Kementerian Perdagangan.

(akd/akd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads