Mengurai Persoalan Truk Over Dimension

Kolom

Mengurai Persoalan Truk Over Dimension

Iqbal Almuntarie - detikNews
Jumat, 27 Jun 2025 09:15 WIB
Truk melintas di Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR), Jakarta, Senin (16/6/2025). Pemerintah menargetkan aturan zero obesitas atau over dimension over loading (ODOL) atau truk obesitas berlaku paling lambat 2026. Salah satu langkah awal, yakni mengawasi pergerakan truk obesitas agar tidak melakukan pelanggaran hukum di jalan.
Ilustrasi truk overdimension overload (Foto: Andhika Prasetia)
Jakarta -

Perhatian pemerintah dalam memberantas truk dengan dimensi dan/atau muatan berlebih (ODOL) kembali mengemuka. Program nasional "Indonesia Menuju Zero ODOL" telah dimulai sejak 1 Juni 2025 dengan tiga tahap, yaitu sosialisasi (1–30 Juni), peringatan (1–13 Juli), dan penegakan hukum (14–27 Juli).

Target zero ODOL sejatinya direncanakan tercapai pada 2023, tetapi hingga kini masih belum terealisasi. Di tengah kompleksitas kepentingan antara keselamatan publik dan efisiensi logistik, ODOL masih sebatas isu strategis yang belum tersentuh formula kebijakan yang tepat.

Selama ini, narasi mengenai ODOL cenderung terfokus pada kerugian finansial negara akibat kerusakan jalan. Padahal, pemberantasan ODOL semestinya dilihat sebagai upaya mencegah kerugian kemanusiaan yang jauh lebih besar, mengingat data Jasa Raharja tahun 2024 mencatat truk ODOL sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas terbanyak kedua, dengan 7.485 insiden dan 2.203 korban meninggal dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di sisi lain, strategi zero ODOL hingga kini masih kerap dipahami secara sempit, hanya dari perspektif kepentingan 'negara', tanpa meletakkan perhatian mendalam pada kompleksitas realitas ekonomi di sektor logistik yang menjadi hulu persoalan.

Biaya distribusi yang tinggi, akibat margin keuntungan yang tidak sebanding dengan biaya operasional, menjadi faktor sistemik yang mendorong praktik ODOL. Di lapangan, supir akhirnya menjadi pihak yang paling terdampak, baik dari sisi kesejahteraan maupun perlindungan hukum.

ADVERTISEMENT

Lantas muncul ironi. Jika zero ODOL diterapkan sepenuhnya, keselamatan jalan akan meningkat, tetapi bagaimana dengan perekonomian? Biaya logistik dipastikan naik yang berakibat harga jual produk akan semakin tinggi. Dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil kini, wajar jika muncul kekhawatiran program ini hanya berdampak sementara.

Untuk itu, strategi nasional pemberantasan ODOL harus dimulai dari pangkal masalah dan diarahkan pada pembaruan strategi melalui reformasi tata kelola logistik secara menyeluruh agar implementasi kebijakan tidak sekadar mengulang pola lama.

Pangkal Masalah Akibat Ketimpangan Logistik

Inefisiensi sistem logistik nasional merupakan akar dari sulitnya pemberantasan ODOL. Banyak perusahaan angkutan barang terpaksa memaksimalkan muatan karena tarif jasa angkutan yang sangat rendah sehingga margin keuntungan nyaris tidak ada tanpa adanya efisiensi ekstrem.

Masalah ini berakar pada penetapan tarif yang tidak memiliki pengaturan batas bawah maupun atas, dan sepenuhnya diserahkan kepada kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan barang, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ). Akibatnya, perang tarif melalui penekanan biaya jasa muncul sebagai konsekuensi dari mekanisme pasar yang tidak terkontrol.

Dalam praktiknya, para pengemudi truk sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan. Tekanan inflasi terhadap upah serta tingginya harga bahan bakar menjadi faktor pendorong untuk terus memaksimalkan muatan. Situasi ini diperparah oleh maraknya praktik pungutan liar di lapangan yang umumnya ditanggung langsung dari pendapatan supir.

Masalah ODOL juga sulit diantisipasi karena kebutuhan pelaku usaha untuk mengakses simpul-simpul transportasi utama tidak ditopang oleh sistem logistik yang tertata. Idealnya, jaringan dari wilayah produksi ke pelabuhan, stasiun, bandara, atau jalan tol terhubung secara efisien.

Selain itu, penempatan jembatan timbang masih sporadis dan hanya terfokus pada ruas jalan tertentu tanpa mempertimbangkan kelas jalan. Di lapangan, fungsi pengawasan juga kerap tidak berjalan optimal karena jembatan timbang rentan dipengaruhi oleh kesepakatan yang menyimpang dari hukum.

Permasalahan ODOL bukan sekadar isu transportasi, tetapi juga erat kaitannya dengan persoalan ekonomi. Pendekatan ke depan tidak bisa lagi bersifat teknis sederhana, melainkan memerlukan terobosan kebijakan untuk memperbaiki ketimpangan logistik sekaligus memperkuat keselamatan publik.

Tuntutan Pembaruan Strategi

Kesejahteraan dan keselamatan tidak bisa dipisahkan dalam upaya pemberantasan ODOL. Keduanya harus menjadi fokus yang saling melengkapi, bukan saling dikorbankan. Karena itu, strategi yang dirumuskan harus mampu menjangkau dan menyeimbangkan kepentingan ekonomi pelaku usaha serta perlindungan keselamatan secara bersamaan.

Strategi pertama, pembahasan revisi UULLAJ yang tengah bergulir di DPR merupakan momentum untuk mengatur adanya tarif dasar angkutan barang, sebagaimana telah diusulkan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia. Dengan adanya regulasi tarif, praktik perang harga yang selama ini mendorong praktik ODOL dapat ditekan.

Strategi kedua, pemerintah dapat mendukung pengusaha yang memodifikasi armadanya sesuai standar keselamatan dengan memberi kemudahan dalam uji KIR. Langkah ini diharapkan mendorong lebih banyak pelaku usaha beradaptasi dengan kebijakan zero ODOL, seperti diusulkan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia.

Strategi ketiga, perbaikan sistem logistik nasional untuk menghadirkan jaringan yang efisien secara waktu dan biaya sehingga dapat juga mendorong perluasan distribusi dengan multimoda, seperti kereta api atau kapal laut. Sistem terintegrasi ini juga akan mempermudah prioritisasi pemberantasan pungutan liar di sepanjang jalur distribusi.

Strategi keempat, dalam aspek penegakan hukum, penindakan tilang seharusnya tidak hanya menyasar kepada perusahaan jasa angkutan, apalagi supir, tetapi juga pemilik barang. Sebab, tarif pengiriman seyogyanya adalah hasil kesepakatan bersama dan para pemilik barang juga memiliki andil dalam mendorong terjadinya pelanggaran.

Strategi kelima, langkah positif saat ini datang dari Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah yang tengah menyusun Peraturan Presiden mengatur sistem keselamatan logistik nasional. Regulasi ini diharapkan mampu menghadirkan peta jalan, memperkuat penindakan, menyusun program insentif disinsentif, serta memperkuat sinergi antarlembaga dalam mewujudkan zero ODOL.

Selain intervensi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak seharusnya berpangku tangan menunggu arahan kebijakan. Daerah dapat memanfaatkan kewenangannya dengan, misalnya, membatasi jam operasional kendaraan berat pada pagi dan siang hari saat volume lalu lintas tinggi. Pemerintah daerah juga dapat berkontribusi dalam menekan gejolak harga komoditas melalui pengendalian inflasi, langkah yang dapat membantu menahan lonjakan biaya logistik.

Terakhir, . Untuk itu, setiap strategi yang diambil dapat menyasar tercapainya keselamatan publik dan keberlangsungan pelaku usaha. Harapannya, zero ODOL dapat segera terwujud, tidak kembali menjadi target yang tertunda.

Iqbal Almuntarie. Konsultan Perencanaan Infrastruktur Transportasi dan Pemerhati Kebijakan Publik

Tonton juga "Sopir Truk Demo Protes RUU ODOL, Taman Pelangi Surabaya Macet" di sini:

(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads