Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah dijalankan pemerintah mendapat banyak sorotan, termasuk soal keterlibatan ormas keagamaan seperti PBNU. Isu ini penting disikapi dengan jernih, agar tidak muncul kesalahpahaman yang justru mereduksi semangat gotong royong dalam pembangunan.
Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, PBNU memiliki jejaring lembaga pendidikan yang sangat luas terutama pesantren dan madrasah. Tak mengherankan jika banyak lokasi penyelenggaraan program MBG berada di lingkungan pendidikan yang dikelola NU.
Dalam hal ini, keterlibatan PBNU lebih bersifat mendukung dari sisi penyediaan fasilitas, bukan pengelolaan program.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fasilitas yang dimaksud misalnya berupa dapur umum di lingkungan pesantren, aula serbaguna, atau ruang makan santri yang dapat dimanfaatkan sebagai titik distribusi MBG. Ini merupakan bentuk partisipasi yang sah dan bisa dilakukan dalam kerangka regulasi.
Permendagri No 20 Tahun 2018 dengan tegas membuka ruang bagi peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah, termasuk dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa masyarakat dapat berkontribusi melalui pemberian masukan, pelaksanaan, pengawasan, maupun penyediaan fasilitas pendukung. Maka, tidak ada yang keliru jika pesantren NU, melalui struktur PBNU, ikut menyediakan infrastruktur bagi program pemerintah.
Justru inilah bentuk kemitraan yang ideal. Pemerintah hadir dengan kebijakan dan sumber daya, sementara masyarakat, termasuk organisasi sosial keagamaan, memperkuat jangkauan dan efektivitas di lapangan.
Penting diingat bahwa pelaksanaan teknis program MBG tetap berada di bawah otoritas dan pengawasan lembaga negara yang ditugaskan. Keterlibatan masyarakat sipil bersifat komplementer, bukan menggantikan peran pemerintah.
Dengan demikian keterlibatan PBNU memberikan akses yang luas kepada pesantren sebagai kelompok masyarakat penerima program MBG. Kolaborasi sinergitas ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG. Hal ini karena percepatan dan perluasan program MBG tidak saja bermanfaat bagi kehidupan masyarakat pesantren tetapi juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Ke depan, pola kolaborasi seperti ini perlu diperluas. Jika setiap elemen bangsa mengambil peran sesuai kapasitasnya, maka program-program prioritas akan lebih cepat menyentuh kelompok sasaran. Semangatnya bukan dominasi, melainkan sinergi.
Trubus Rahardiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.
Tonton juga "Menyoal Polemik Makan Gratis dalam Bentuk Mentah di Tangsel" di sini: