Ketika AI Menjadi Teman Ngobrol
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Mimbar Mahasiswa

Ketika AI Menjadi Teman Ngobrol

Rabu, 23 Okt 2024 16:15 WIB
Alifia Z
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Tingginya penggunaan AI pada berbagai perangkat komputasi membuat produsen chip berlomba-lomba mengembangkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini salah satunya.
Foto ilustrasi: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Pada era digital saat ini, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah merasuk ke berbagai aspek kehidupan kita. Salah satu perkembangan yang paling menarik adalah kemampuannya untuk menjadi "teman ngobrol" yang semakin canggih. Mulai dari asisten virtual seperti Siri dan Alexa, hingga chatbot yang lebih maju seperti ChatGPT. Interaksi antara manusia dan AI kini tak lagi sekadar tugas mekanis, tetapi bisa berbentuk percakapan alami. Namun, di balik kenyamanan ini, muncul kekhawatiran.

AI yang dirancang untuk berkomunikasi memberikan kemudahan luar biasa. Ketika kita butuh jawaban cepat, hiburan, atau bahkan sekadar teman bicara, AI siap sedia 24 jam tanpa perlu istirahat. Tetapi, di balik manfaat tersebut, kita perlu mempertimbangkan risiko ketergantungan. Jika manusia semakin mengandalkan AI untuk interaksi sosial atau pemecahan masalah sehari-hari, apakah ini bisa mengurangi kemampuan kita untuk berpikir kritis dan berinteraksi dengan sesama secara lebih mendalam?

Sebagai contoh, saat anak-anak tumbuh dengan AI yang selalu siap menjawab pertanyaan mereka, adakah kemungkinan mereka akan kehilangan keinginan untuk belajar mandiri? Ketika orang dewasa lebih memilih berbicara dengan AI daripada dengan teman atau keluarga, apakah ini bisa mengikis keterampilan sosial dan empati?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecemasan terbesar lainnya terkait AI sebagai teman ngobrol adalah soal privasi. Setiap kali kita berbicara dengan AI, baik itu sekadar pertanyaan sehari-hari atau curahan hati, data percakapan tersebut bisa saja disimpan dan dianalisis. Meskipun perusahaan teknologi sering menjamin bahwa data pengguna terlindungi, riwayat kebocoran data yang melibatkan perusahaan besar memicu kekhawatiran apakah informasi pribadi kita benar-benar aman.

Selain itu, siapa yang mengendalikan informasi yang diterima dan diproses oleh AI? Ada potensi AI dapat digunakan untuk memanipulasi percakapan atau menyebarkan informasi yang salah jika dikendalikan oleh pihak yang memiliki niat tidak baik. Dengan demikian, aspek keamanan ini perlu diperhatikan lebih serius.

ADVERTISEMENT

AI sebagai teman ngobrol menawarkan banyak manfaat, tetapi juga menimbulkan tantangan etis dan sosial yang kompleks. Bukan berarti kita harus takut atau menghindari kemajuan ini sepenuhnya, tetapi penting untuk mengambil sikap kritis. Pengembangan AI harus diimbangi dengan regulasi yang ketat dan transparansi dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Pada akhirnya, apakah kita harus khawatir atau tidak, tergantung pada bagaimana kita memilih untuk menggunakan AI dan bagaimana regulasi berkembang untuk melindungi kepentingan kita sebagai manusia. Teknologi ini menawarkan potensi besar, tetapi tanggung jawab tetap ada pada kita untuk memastikan penggunaannya tetap dalam kendali manusia, bukan sebaliknya.

Alifia Azahra mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads