DPR Baru, Tantangan Lama, dan Harapan Besar
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

DPR Baru, Tantangan Lama, dan Harapan Besar

Rabu, 16 Okt 2024 11:38 WIB
Yusrizal
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Sebanyak 580 anggota DPR dan 152 anggota DPD akan dilantik hari ini. Pelantikan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru selalu menjadi momen bersejarah bagi demokrasi di negeri ini. Setiap lima tahun, rakyat menaruh harapan besar kepada wajah-wajah baru yang dipilih untuk menduduki kursi parlemen, dengan keyakinan bahwa mereka adalah wakil yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, seperti halnya setiap periode sebelumnya, DPR yang baru dilantik dihadapkan pada segudang tantangan lama yang tak kunjung selesai.

Mampukah DPR kali ini menjawab ekspektasi publik dan menghadirkan perubahan nyata, atau justru terjebak dalam siklus persoalan yang berulang?

Perubahan Nyata

Setiap pemilu berakhir, masyarakat berharap akan lahirnya DPR yang lebih responsif, bersih, dan berkomitmen tinggi terhadap aspirasi rakyat. Harapan tersebut tidaklah berlebihan. Sebagai salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi, DPR memiliki peran yang sangat strategis: mulai dari menyusun undang-undang, mengawasi pemerintah, hingga menyusun anggaran negara.

Tugas besar tersebut menuntut para anggota DPR untuk bekerja dengan dedikasi penuh, karena keputusan yang mereka buat akan berdampak langsung pada kehidupan rakyat. Namun, harapan masyarakat terhadap DPR yang baru ini bukan hanya soal janji-janji kampanye yang hendaknya dipenuhi. Masyarakat ingin melihat adanya perubahan nyata dalam tata kelola DPR itu sendiri.

Selama ini, citra DPR kerap tercoreng oleh berbagai skandal korupsi, rendahnya produktivitas dalam menghasilkan undang-undang, hingga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan. Kepercayaan publik terhadap DPR berada di titik rendah, dan ini adalah tantangan yang harus dijawab oleh anggota yang baru dilantik.

Lingkaran Setan

Tantangan pertama yang dihadapi DPR baru adalah masalah integritas dan korupsi. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR terus bermunculan, bahkan beberapa di antaranya adalah nama-nama besar yang cukup berpengaruh di parlemen. Skandal-skandal ini tak hanya merusak citra DPR, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.

Korupsi di parlemen seperti lingkaran setan yang sulit diputus, dan setiap periode baru DPR harus menghadapi warisan buruk ini. Dari waktu ke waktu, publik menyaksikan betapa integritas beberapa anggota DPR diuji oleh godaan kekuasaan dan uang. Praktik politik transaksional masih menjadi persoalan serius. Lobi-lobi politik sering diduga tidak hanya sebatas kompromi kebijakan, tetapi juga melibatkan kepentingan pribadi atau kelompok yang mengorbankan kepentingan publik.

Akankah DPR yang baru mampu memutus mata rantai ini? Atau, justru akan terjebak dalam pusaran yang sama?

Selain itu, produktivitas legislasi juga masih menjadi sorotan utama. Dalam beberapa periode terakhir, DPR sering gagal mencapai target pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah ditetapkan. Bahkan, RUU yang diselesaikan sering dianggap kurang substansial dan jauh dari kebutuhan mendesak rakyat. Salah satu contoh paling mencolok adalah Undang-Undang Cipta Kerja yang, meskipun disebut sebagai terobosan reformasi birokrasi, banyak dikritik karena proses pembahasannya yang dianggap minim partisipasi publik dan terlalu tergesa-gesa.

Pada era baru ini, DPR perlu membuktikan bahwa mereka bisa menjadi lebih produktif tanpa mengorbankan kualitas. Masyarakat butuh legislasi yang tidak hanya banyak, tetapi juga berkualitas, melibatkan partisipasi aktif masyarakat, dan benar-benar mencerminkan kebutuhan rakyat.

Transparansi dan Akuntabilitas

Isu transparansi juga masih menjadi masalah klasik di DPR. Meskipun sudah banyak kemajuan dalam hal keterbukaan informasi, seperti penyelenggaraan rapat-rapat yang dapat diakses secara daring oleh publik, namun banyak keputusan penting masih dirasa diambil secara tertutup. Transparansi dalam pengambilan keputusan, terutama terkait penyusunan undang-undang dan alokasi anggaran, masih menjadi tuntutan utama masyarakat.

Anggaran, yang menjadi salah satu kewenangan utama DPR, sering menimbulkan polemik terkait proses penggunaannya. Pada masa lalu, berbagai temuan korupsi terkait pengelolaan anggaran menjadi bukti bahwa DPR belum sepenuhnya transparan dan akuntabel dalam mengelola dana publik. Maka, DPR baru harus membuktikan komitmennya dengan memastikan bahwa proses perencanaan dan pengawasan anggaran dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Akuntabilitas anggota DPR kepada konstituennya juga masih menjadi masalah. Tak jarang, setelah terpilih, anggota DPR jarang terlihat di daerah pemilihannya dan minim berkomunikasi dengan masyarakat yang mereka wakili. Komunikasi dua arah antara wakil rakyat dan konstituennya sangat penting untuk memastikan bahwa aspirasi masyarakat sampai di parlemen. Sayangnya, dalam banyak kasus, masyarakat merasa bahwa wakil mereka lebih sibuk dengan agenda politik partai atau kepentingan pribadi dibandingkan dengan memperjuangkan aspirasi mereka.

DPR yang baru ini juga dihadapkan pada tantangan dalam dinamika politik internal. Dengan beragam partai politik yang mendominasi kursi di parlemen, proses pengambilan keputusan sering dipengaruhi oleh kepentingan partai-partai tersebut. Politik transaksional menjadi isu yang tak terhindarkan ketika partai-partai politik berusaha memaksimalkan keuntungan politik dari setiap kebijakan yang dibahas. Perbedaan pandangan dan kepentingan antar-fraksi sering kali memperlambat proses legislasi dan menghambat efektivitas DPR dalam menjalankan fungsinya.

Salah satu ujian besar bagi DPR yang baru dilantik adalah bagaimana mereka mampu menyelaraskan berbagai kepentingan partai dengan kepentingan rakyat. Tantangan ini tidak hanya menuntut kemampuan diplomasi antar fraksi, tetapi juga memerlukan komitmen dari setiap anggota DPR untuk mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai atau kelompok.

Selain itu, kesetiaan anggota DPR terhadap arahan partai sering menimbulkan konflik kepentingan. Di satu sisi, mereka memiliki tanggung jawab kepada partai politik yang telah mengusung mereka dalam pemilu, namun di sisi lain mereka juga harus setia pada janji kepada rakyat yang telah memilih mereka. DPR yang ideal adalah DPR yang mampu menyeimbangkan kedua hal ini, tetapi realitas politik menunjukkan bahwa banyak anggota DPR lebih condong memprioritaskan kepentingan partai.

Lebih Responsif

Pada era digital ini, teknologi informasi dapat menjadi alat yang sangat efektif bagi DPR untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat kini memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi dan lebih kritis terhadap kebijakan yang diambil oleh para pemimpinnya. Media sosial, misalnya, telah menjadi sarana efektif bagi rakyat untuk menyuarakan pendapat dan mengkritisi kebijakan DPR.

Namun, ini juga berarti bahwa DPR harus lebih responsif terhadap kritik dan masukan dari masyarakat. DPR tidak lagi bisa bekerja secara tertutup atau mengabaikan suara rakyat, karena publik memiliki alat untuk mengawasi mereka setiap saat. Jika DPR tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini dan membuka diri terhadap partisipasi publik, maka kepercayaan rakyat terhadap lembaga ini akan semakin menurun.

kesempatan Emas

Meskipun berbagai tantangan lama masih menghantui, masyarakat tetap menyimpan harapan besar terhadap DPR yang baru dilantik. Harapan ini perlu dijaga oleh anggota DPR dengan bekerja secara serius dan berintegritas. Membangun kembali kepercayaan publik adalah tugas yang tidak mudah, tetapi bisa dilakukan jika setiap anggota DPR berkomitmen untuk menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab.

Keberhasilan DPR tidak hanya ditentukan oleh produktivitas legislasi, tetapi juga oleh sejauh mana mereka mampu menghadirkan kebijakan yang benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat. Dengan begitu, DPR dapat mengukuhkan diri sebagai lembaga yang bukan hanya sekadar perpanjangan tangan partai politik, tetapi juga sebagai representasi sejati dari rakyat Indonesia.

DPR yang baru ini memiliki kesempatan emas untuk membuktikan bahwa mereka berbeda dari periode sebelumnya. Harapan baru ini harus dijawab dengan kinerja yang lebih baik, transparansi yang lebih tinggi, dan akuntabilitas yang nyata. Dengan begitu, tantangan lama yang masih mengintai bisa diatasi, dan DPR dapat kembali menjadi lembaga yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat.

Meskipun ada anggota DPR yang bekerja keras untuk memenuhi amanah rakyat, tantangan besar seperti korupsi, politisasi kebijakan, dan kurangnya transparansi tetap menjadi hambatan utama. Harapan masyarakat terhadap DPR adalah lembaga yang lebih bersih, profesional, dan berorientasi pada kepentingan publik. Dengan pengawasan yang ketat dan komitmen untuk reformasi, DPR memiliki potensi untuk menjadi lembaga yang lebih baik dalam melayani rakyat dan menjalankan fungsi demokrasi yang sesungguhnya.

Dalam perjalanan lima tahun ke depan, waktu akan menjadi saksi apakah DPR mampu memenuhi harapan besar tersebut, atau sekali lagi, harapan hanya akan berakhir pada kekecewaan.

Dr. Yusrizal Hasbi Kepala Pusat Studi Hukum, Sosial dan Politik Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads