Mimbar Mahasiswa

Tersambung Tapi Terasing

Amanda Zahra - detikNews
Jumat, 11 Okt 2024 16:15 WIB
Foto ilustrasi: AP/Ng Han Guan
Jakarta -
Pada era digital saat ini, kita sering menyaksikan kontras mencolok antara realitas sosial dan interaksi virtual. Bayangkan sebuah kafe yang dipenuhi orang-orang, namun semua tampak sibuk dengan gadget masing-masing, tidak ada yang benar-benar terlibat dalam percakapan. Atau, saat berkumpul dengan keluarga, momen "koneksi" di grup WhatsApp terasa lebih akrab dibandingkan saat bertemu langsung meski kehadiran fisik justru menimbulkan kecanggungan.

Paradoks ini menggambarkan kondisi manusia modern yang semakin terhubung secara digital tetapi terasing secara eksistensial. Evolusi komunikasi manusia telah beralih dari interaksi tatap muka menuju layar sentuh, menciptakan jarak emosional yang semakin lebar. Di Indonesia, penggunaan media sosial terus meningkat; kita berada dalam jaringan yang luas, namun sering merasa kesepian di tengah keramaian.

Analisis filosofis menunjukkan bahwa kualitas komunikasi sering terabaikan demi kuantitas. Kita mungkin "tersambung" secara virtual, tetapi kehilangan elemen penting komunikasi manusia seperti bahasa tubuh dan intonasi. Konsep present absence menggambarkan kondisi di mana seseorang hadir secara fisik namun absen secara mental, terjebak dalam dunia digital. Selain itu, filter bubble dan echo chamber memperkuat isolasi dengan membatasi paparan terhadap pandangan yang berbeda.

Dampak sosial dan psikologis dari keterhubungan ini sangat nyata. Meskipun kita memiliki akses mudah untuk berkomunikasi, banyak orang melaporkan meningkatnya rasa kesepian. Ekspektasi yang tidak realistis terhadap hubungan online dapat menyebabkan ketergantungan pada teknologi untuk interaksi, menggantikan hubungan yang lebih bermakna. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang menghabiskan waktu berlebihan di media sosial cenderung merasa lebih kesepian dibandingkan mereka yang berinteraksi secara langsung.

Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk menemukan keseimbangan antara konektivitas digital dan koneksi manusiawi. Langkah-langkah praktis seperti mindful digital consumption menggunakan teknologi dengan bijak dan mengembalikan nilai dialog tatap muka dapat membantu kita membangun hubungan yang lebih bermakna. Menghadiri pertemuan tanpa gadget atau meluangkan waktu untuk berbicara langsung dengan teman dapat mengurangi rasa keterasingan.

Mari kita refleksikan kembali esensi komunikasi manusia. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, kita harus berusaha untuk tidak hanya terhubung secara digital tetapi juga membangun hubungan yang autentik dan bermakna dengan orang-orang di sekitar kita. Seperti kata Martin Buber, "Dalam hubungan I-Thou, kita menemukan kedalaman dan keaslian." Mari temukan kembali esensi komunikasi manusia dan menjalin hubungan yang lebih tulus di tengah dunia yang penuh distraksi ini.

Amanda Zahra Sofiyani Ashsiddiqie mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta




(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork