Saat ini, bahasa Indonesia telah memperoleh status sebagai bahasa resmi di forum UNESCO, menyusul sembilan bahasa asing lain yang lebih dahulu ditetapkan. Status ini merujuk pada Resolusi 42 C/28 dalam Sidang Umum UNESCO pada 20 November 2023 di Paris, Prancis (kemlu.go.id). Pengakuan ini selain mencerminkan peran penting Indonesia, juga memberi peluang untuk menguatkan posisi diplomatik Indonesia di kancah internasional.
Namun demikian, status di atas tidak otomatis menjadikan bahasa Indonesia sebagai 'bahasa dunia' (global language) atau bahasa pengantar dalam komunikasi global. Dalam konteks bahasa dunia, proses internasionalisasi suatu bahasa bergantung pada sejauh mana bahasa tersebut digunakan secara luas dalam interaksi antarnegara. Bahasa tersebut menjadi pilihan utama dalam penyebaran arus informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi di berbagai belahan dunia.
Lantas, mungkinkah suatu hari nanti bahasa Indonesia bertransformasi menjadi salah satu bahasa dunia? Apa saja jalan yang mesti ditempuh untuk mewujudkannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warisan kolonial
Dominasi militer dan kekuatan politik berperan penting dalam menentukan status suatu bahasa sebagai bahasa dunia. Sebagai contoh, penyebaran luas bahasa Inggris ke berbagai negara merupakan akibat dari kekuatan militer Kerajaan Inggris pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 melalui kolonialisme. Posisi ini kemudian diperkuat oleh dominasi ekonomi dan budaya Amerika Serikat, yang semakin memperkokoh kedudukan bahasa Inggris di dunia.
Namun, kondisi ini tidak dialami oleh bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak memiliki sejarah kolonial yang mendukung penyebarannya secara luas. Bahasa ini berasal dari bahasa Melayu, yang dahulu berperan sebagai lingua franca atau bahasa pengantar dalam perdagangan di Asia Tenggara, terutama sejak masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Bahasa Melayu kala itu hanya digunakan untuk komunikasi sederhana dalam perdagangan, bukan sebagai bahasa percakapan sehari-hari masyarakat (Sneddon, 2003).
Pada era pascakolonial dan modern saat ini, dominasi militer dalam bentuk pasukan bersenjata mungkin tidak lagi menjadi faktor utama dalam menentukan status internasional suatu bahasa. Dominasi militer telah bergeser menjadi kekuatan politik. Pengaruh politik yang kuat dapat membuka peluang bagi suatu bahasa, termasuk bahasa Indonesia, untuk lebih mudah diterima dan digunakan secara global.
Meski begitu, pengaruh politik ini tidak hanya terbatas pada hubungan bilateral antarnegara, melainkan juga melibatkan keterlibatan aktif dalam berbagai organisasi dan forum internasional. Ketika Indonesia terus berperan aktif dalam diplomasi multilateral dan mampu mempengaruhi kebijakan global, saat itulah bahasa Indonesia secara perlahan akan diakui dan digunakan lebih luas di tingkat internasional.
Kekuatan ekonomi
Selain pengaruh politik, faktor ekonomi juga memainkan peran kunci dalam internasionalisasi bahasa. Negara-negara dengan ekonomi kuat dan teknologi maju cenderung lebih mampu mempromosikan bahasa mereka ke seluruh dunia. Contohnya bahasa Mandarin. Saat ini, banyak perangkat teknologi yang menawarkan opsi bahasa Mandarin, sehingga orang-orang dari berbagai negara tertarik untuk mempelajarinya. Bahasa Arab juga semakin diminati karena perannya yang penting dalam ekonomi dan bisnis global, selain juga karena meningkatnya diaspora Arab ke negara-negara maju.
Dengan jumlah penutur asli yang besar di Indonesia dan kawasan sekitarnya, sekitar 250 juta jiwa, bahasa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi media komunikasi yang lebih luas. Namun, untuk mewujudkan hal ini, Indonesia perlu terlebih dahulu memperkuat posisinya dalam bidang ekonomi dan teknologi di tingkat global. Kekuatan ekonomi yang stabil dapat membuka peluang bagi investasi di sektor pendidikan, penelitian, dan teknologi. Sektor-sektor ini merupakan fondasi penting untuk mempromosikan bahasa Indonesia di kancah internasional.
Kekuatan ekonomi juga erat kaitannya dengan budaya. Negara-negara dengan ekonomi yang kuat sering kali lebih mampu mempromosikan budaya mereka secara luas. Ketika budaya suatu negara menarik perhatian dunia, bahasa yang digunakan dalam budaya tersebut juga lebih mudah dipelajari dan diadopsi oleh masyarakat internasional.
Sebagai contoh, bahasa Inggris berhasil menjadi bahasa global salah satunya karena dominasi budaya pop Amerika melalui film, musik, dan media. Begitu pula, keberhasilan Indonesia dalam menciptakan produk budaya yang diminati pasar internasional akan membuka peluang bagi lebih banyak orang untuk mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia.
Pada era globalisasi, perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan produk budaya, literatur, atau konten digital dalam bahasa Indonesia. Platform streaming seperti YouTube dan Netflix adalah contoh media yang efektif untuk memperkenalkan film, musik, dan konten kreatif berbahasa Indonesia kepada audiens global.
Pengguna bahasa
Terlepas dari intervensi pemerintah dalam mempromosikan bahasa Indonesia ke kancah global, faktor pengguna bahasa juga memegang peran sangat penting. Terkait hal ini, David Crystal (2003) menjelaskan, "Why a language becomes a global language has little to do with the number of people who speak it," dengan jawaban, "It is much more to do with who those speakers are."
Artinya, kesuksesan individu atau kelompok dalam bidang tertentu, seperti seni, ilmu pengetahuan, dan olahraga, secara perlahan akan membawa bahasa yang mereka gunakan ke panggung global. Dengan kata lain, ketika orang Indonesia berhasil di tingkat internasional, bahasa Indonesia pun akan mendapatkan perhatian, pengakuan, dan penggunaan yang lebih luas. Sebaliknya, jika prestasi mereka kurang menonjol atau gagal, bahasa Indonesia juga tidak akan mendapatkan tempat. Perkembangan bahasa Indonesia di dunia internasional sangat bergantung pada keberhasilan orang-orang Indonesia itu sendiri.
Bahasa Indonesia memiliki potensi untuk bertransformasi menjadi salah satu bahasa dunia di masa depan. Namun, untuk mewujudkannya diperlukan sejumlah langkah strategis. Pertama, Indonesia perlu memperkuat posisi politik dan ekonomi di tingkat global. Kedua, promosi bahasa Indonesia di luar negeri perlu terus digalakkan melalui berbagai cara, seperti pendidikan, kursus bahasa, atau pertukaran budaya.
Ketiga, publikasi literatur ilmiah dalam bahasa Indonesia perlu diperluas cakupannya. Keempat, setiap warga negara diharapkan dapat menjadi duta bahasa dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Upaya ini memerlukan kolaborasi dari banyak pihak: pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat luas sebagai pengguna bahasa.
Internasionalisasi bahasa Indonesia merupakan proses panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan motivasi dan komitmen yang kuat, bukan hal yang mustahil jika suatu hari bahasa nasional ini akan 'naik kelas' menjadi bahasa global. Semoga!
Muhammad Jauhari Sofi mengajar Komunikasi Antarbudaya di UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan