Pemilihan Gubernur Daerah Khusus Jakarta 2024 (Pilgub DKJ) tampak terlihat lebih rendah kehebohannya jika dibandingkan dengan Pilgub 2017 maupun 2012. Oleh karena itu, semua pasangan kandidat dan terutama cagub harus mewaspadai potensi rendahnya tingkat partisipasi warga Jakarta dalam memilih.
Hal ini besar kemungkinan oleh beberapa sebab. Pertama, warga Jakarta--secara kasat mata--melihat proses yang ironis, penuh drama dan cenderung tidak sehat dalam pengusungan setiap pasangan kandidat.
Di antaranya, unsur kecacatan dalam pengumpulan KTP dari calon Independen. Kemudian upaya penjegalan sedemikian rupa sehingga Parpol 'balik-badan' dari yang tadinya mengusung cagub terkuat Anies Baswedan tapi kemudian malah membatalkannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, dekatnya waktu Pilkada dengan Pileg dan Pilpres kemarin telah menyebabkan warga Jakarta cenderung lelah dan jenuh dalam berpolitik.
Dan terakhir, ketiga, potensi munculnya sikap apatis karena ada pandangan di kalangan masyarakat bahwa siapapun Gubernur dan Wakil Gubernurnya, toh tidak terlalu berdampak langsung terhadap kehidupan mereka.
Kombinasi ketiga hal ini berpotensi sangat signifikan dalam mempengaruhi animo warga Jakarta untuk datang ke TPS. Hal ini yang perlu diwaspadai. Baik oleh penyelenggara KPU, Bawaslu maupun pasangan kandidat yang bertarung.
Jika partisipasi pemilih rendah maka boleh jadi hal itu merupakan cerminan kegagalan dan tidak sehatnya demokrasi di Jakarta. KPU maupun Bawaslu serta para Kandidiat wajib hukumnya mendorong dan memotivasi Pemilih untuk menggunakan hak pilihnya agar berbondong-bondong datang ke TPS.
Dalam catatan penulis, setidaknya ada sekitar 8.214.007 pemilih yang telah ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU Jakarta Tahun 2024 ini. Pemilih itu tersebar di 14.835 TPS.
Sementara itu, DPT 2017 adalah jumlah totalnya 7.108.589 yang tersebar di kurang lebih dari 13.023 TPS. Dari jumlah DPT 2017 tersebut, tingkat partisipasinya hanya 75%-an di Putaran Pertama dan agak naik sedikit menjadi 78% di Putaran Kedua. Kenaikan ini didorong oleh pertarungan 'head to head' Ahok-Djarot vs Anies-Sandi.
Bagaimana agar partisipasi pemilih bisa maksimal? Setidaknya ada 2 (dua) yang bisa dilakukan. Pertama, KPU sebaiknya gencar mempromosikan soal pentingnya Pilkada ini. Kedua, semua kandidat harus turun ke lapangan dan mendekati pemilih agar mereka menggunakan hak mereka.
Dalam hal ini, hanya 2 (dua) pasangan kandidat yang amat berkepentingan dan bisa mendongkrak tingkat partisipasi pemilih yakni RK-Suswono dan Pram-Rano. Adapun pasangan Dharma-Kun dari jalur independen tampaknya hanya hiasan dan pelengkap saja. Kalau pun ada pengaruh, calon independen ini kecil sekali daya dorong partisipasinya.
Nur Iswan. Peneliti Senior INDOPOL Survey & Consulting.
(rdp/rdp)