Kuliah Lagi Menjelang Senja

Kolom

Kuliah Lagi Menjelang Senja

M Taufan Agasta - detikNews
Selasa, 24 Sep 2024 12:00 WIB
ilustrasi kolom tentang perguruan tinggi
Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Usia 51 tahun, bagi banyak orang, mungkin dianggap sebagai usia matang dalam karier dan kehidupan. Namun, bagi saya, pada usia tersebut justru sebuah pencapaian akademik baru dimulai. Saya lulus S2 Magister Teknik. Ini bukan pencapaian biasa, sebab sebagian pengajar yang membimbing saya adalah teman-teman semasa kuliah S1, bahkan ada yang merupakan adik kelas saya dulu. Bisa dibayangkan betapa uniknya perasaan berada dalam posisi ini ketika teman yang dulu bermain bersama kini berperan sebagai dosen, dan saya menjadi mahasiswa di kelas mereka.

Di sisi lain, anak sulung saya baru saja menyelesaikan S1, sudah bekerja, dan kini sedang sibuk mencari beasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang S2. Dia ingin kuliah di Jepang. Ya, pendidikan seakan menjadi perjalanan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada usia ini, saya merasa bahwa perjalanan pendidikan saya bukan hanya soal pencapaian pribadi, tapi juga teladan untuk anak-anak saya.

Pendidikan memang penting, kita semua tahu itu. Gelar juga penting, karena di atas kertas, gelar tersebut merepresentasikan capaian akademis seseorang. Namun, yang paling penting tentu saja adalah kualitas dari pendidikan dan bagaimana lulusan lembaga pendidikan mampu menerapkan ilmunya. Banyak dari kita yang mungkin sekadar mengejar gelar, tetapi lupa bahwa yang sebenarnya dibutuhkan adalah pemahaman mendalam dan kemampuan praktis yang bisa diterapkan di dunia nyata.

Namun, mari kita lihat kenyataan yang ada. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, APK pendidikan tinggi di Indonesia pada 2022 hanya mencapai sekitar 34,58%, masih tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Vietnam yang mencapai 28,8% pada 2019 dan Malaysia yang sudah menyentuh angka 44,7%. Perbedaan ini mencerminkan tantangan besar dalam meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi masyarakat Indonesia.

Selain angka partisipasi, ada persoalan lain yang tak kalah penting, yaitu kualitas riset dan publikasi ilmiah. Berbeda dengan negara-negara maju, riset di Indonesia masih tergolong minim baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Di bidang ini, kita masih perlu berbenah agar pendidikan tinggi di Indonesia tidak hanya mengejar jumlah lulusan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas akademik melalui riset yang berkualitas.

Lantas, apa sebenarnya manfaat dari menempuh pendidikan S2 pada usia yang tak lagi muda? Apakah hanya sekadar mendapatkan gelar tambahan? Bagi saya, jawabannya jauh lebih kompleks dari sekadar formalitas akademis.

Ruang Pengembangan Diri

Dalam menjalani kuliah S2 ini, saya menemukan bahwa pendidikan di jenjang ini memberi banyak ruang untuk pengembangan diri. Saya diberikan kesempatan untuk menggali lebih dalam sebuah bidang studi yang memang menjadi fokus saya, yakni teknik. Program S2 menawarkan pemahaman yang lebih komprehensif, tidak hanya dari sisi teori, tetapi juga praktik yang relevan di lapangan. Hal ini menjadi penting, terutama ketika di usia saya, kebutuhan akan pemahaman yang lebih mendalam tentang disiplin ilmu menjadi krusial dalam menjalankan peran saya, baik di dunia profesional maupun di lingkungan akademik.

Lebih jauh lagi, program S2 juga melatih kemampuan riset. Di sinilah saya mulai merasakan tantangan baru. Berbeda dengan kuliah S1 yang lebih banyak mempelajari teori, di S2 saya dilatih untuk melakukan penelitian secara mandiri. Keterampilan ini sangat berguna tidak hanya bagi mereka yang ingin terjun di dunia akademik, tetapi juga bagi para profesional yang sehari-hari menghadapi masalah-masalah kompleks di bidang kerjanya. Riset melatih saya untuk mencari solusi, menganalisis data, dan menyajikan hasil penelitian yang bisa diterapkan di dunia nyata.

Selain itu, kemampuan analisis juga menjadi lebih tajam. Salah satu keuntungan dari mengikuti program S2 adalah adanya pelatihan untuk berpikir kritis. Saya dilatih untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, menganalisis data dengan lebih teliti, dan menyusun solusi yang lebih sistematis. Tantangan-tantangan yang dihadapi dalam dunia kerja dan akademik pun menjadi terasa lebih mudah diurai ketika kemampuan analisis sudah terasah.

Dalam perjalanan akademik ini, saya juga menyadari bahwa salah satu aspek penting yang ditawarkan oleh program S2 adalah perluasan jaringan. Selama menempuh kuliah, saya bertemu dengan berbagai macam orang dari latar belakang yang berbeda-beda. Mereka adalah para profesional yang juga memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing. Jaringan ini sangat berharga, karena melalui mereka, saya tidak hanya mendapatkan teman diskusi, tetapi juga potensi kerja sama di masa depan. Dalam dunia yang semakin kompetitif ini, memiliki jaringan yang luas adalah salah satu modal penting untuk berkembang.

Namun, apakah manfaat S2 hanya sebatas itu? Tentu tidak. Di dunia kerja, memiliki gelar S2 membuka lebih banyak peluang karier. Bagi banyak perusahaan, gelar S2 sering menjadi syarat untuk menduduki posisi-posisi strategis. Di beberapa bidang, seperti teknik dan manajemen, seorang karyawan dengan gelar S2 dianggap memiliki pemahaman yang lebih mendalam, sehingga layak diberikan tanggung jawab yang lebih besar.

Tak hanya itu, secara umum, lulusan S2 juga memiliki potensi pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan lulusan S1. Menurut beberapa survei, ada perbedaan yang cukup signifikan antara gaji rata-rata seorang lulusan S1 dan lulusan S2. Meski hal ini tidak berlaku di semua bidang, namun secara umum tren ini terlihat jelas di dunia kerja.

Proses Seumur Hidup

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada usia saya, ada pertanyaan yang mungkin sering ditanyakan: apakah masih perlu menempuh S2 ketika sudah berada di pengujung karier? Apakah tidak terlambat untuk belajar pada usia 50-an? Bagi saya, jawabannya sederhana: tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Pendidikan adalah proses seumur hidup. Setiap orang punya waktunya sendiri untuk berkembang, dan di usia berapa pun, kesempatan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan selalu terbuka lebar.

Selain itu, ada hal yang lebih penting dari sekadar gaji atau jabatan. Menempuh S2 pada usia 51 memberikan saya kepuasan tersendiri. Ini bukan soal membuktikan diri kepada orang lain, tetapi lebih kepada membuktikan kepada diri sendiri bahwa saya masih bisa belajar, tumbuh, dan berkembang. Kepuasan ini jauh lebih berharga daripada gelar yang tertera di ijazah.

Dan, tentu saja ada kebanggaan tersendiri ketika melihat anak sulung saya yang juga sedang mengejar pendidikan lebih tinggi. Dia bercita-cita melanjutkan studi ke Jepang, dan saya merasa apa yang saya lakukan sekarang adalah sebuah contoh bagi mereka. Bahwa tidak ada batas usia untuk belajar, dan bahwa pendidikan adalah investasi terbaik yang bisa kita wariskan kepada generasi berikutnya.

Ketika saya menengok ke belakang, perjalanan ini terasa penuh tantangan, tapi juga manis. Tidak mudah memang menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan, keluarga, dan kuliah. Namun, setiap langkah yang saya tempuh adalah bagian dari perjalanan panjang yang membawa banyak pelajaran berharga. Kini, saya merasa siap untuk menghadapi tantangan baru di depan, baik itu dalam karier, keluarga, maupun kehidupan pribadi.

Pendidikan, pada akhirnya, bukan soal berapa banyak gelar yang kita miliki, tetapi bagaimana kita menggunakan pengetahuan tersebut untuk memberikan manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Dan meski perjalanan ini panjang, saya percaya bahwa pendidikan di usia berapa pun adalah investasi yang tak ternilai harganya.

M Taufan Agasta lulusan S2 Magister Teknik

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads