Reformulasi Strategi Pembelajaran Kewirausahaan

Kolom

Reformulasi Strategi Pembelajaran Kewirausahaan

Frangky Selamat - detikNews
Kamis, 29 Agu 2024 16:00 WIB
Dukung Pengembangan Ekosistem Kewirausahaan Lewat Talenta Wirausaha-Muslimpreneur
Melahirkan wirausaha dari kampus (Foto ilustrasi: dok. BSI)
Jakarta -

Telah lama akademisi meyakini bahwa kewirausahaan dapat diajarkan. Wirausaha bukan semata bakat keturunan tetapi dapat "dipersiapkan" melalui serangkaian proses pembelajaran yang runtut dan sistematis. Selain kurikulum yang mumpuni juga lingkungan yang memadai dan kondusif untuk lahirnya wirausaha muda yang berkualitas dari kampus.

Klaim ini bukan tanpa dasar ilmiah. Sejumlah temuan riset pada 1980-an hingga 1990-an memperlihatkan bahwa kewirausahaan dapat diajarkan meski tidak semua aspek. Seperti Miller (1987) yang mengemukakan bahwa aspek self-confidence, persistence dan high energy levels yang merupakan karakteristik wirausaha, tidak bisa diajarkan di dalam kelas. Menurutnya instruktur tidak bisa menciptakan wirausaha tetapi hanya bisa menghasilkan "formula" mengenai langkah-langkah sukses kewirausahaan.

Hal ini juga diperkuat oleh Jack dan Anderson (1998). Mereka menyebut proses kewirausahaan sebagai seni dan ilmu. Bagian ilmu melibatkan keterampilan fungsi bisnis dan manajemen, sementara bagian seni menyangkut aspek kreatif dan inovatif yang tidak bisa diajarkan dengan cara konvensional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hisrich dan Peters (1998) menyebutkan tiga keterampilan yang diperlukan untuk membangun bisnis baru, yaitu teknikal, manajemen bisnis dan kepribadian entrepreneurial. Keterampilan teknik meliputi komunikasi oral dan tertulis, teknik manajemen dan keterampilan berorganisasi. Keterampilan manajemen bisnis meliputi perencanaan, pengambilan keputusan, pemasaran, dan akuntansi. Sementara kepribadian entrepreneurial menyangkut inner-control, inovasi dan pengambilan risiko.

Gagasan-gagasan ini yang mendorong perlunya entrepreneurial university yang memberikan ruang gerak bagi segenap sivitas akademika untuk berpikir dan bertindak secara entrepreneurial, melewati batas-batas layaknya universitas tradisional yang konvensional. Menurut Jansen dan kawan-kawan (2015) untuk menjadi entrepreneurial university sebuah universitas harus melalui tiga tahap.

ADVERTISEMENT

Pertama, mengedukasi dengan menyediakan staf dan fasilitas yang mendukung, mengangkat role model dan kisah sukses kewirausahaan serta menawarkan kuliah pendahuluan mengenai kewirausahaan. Kedua, menstimulasi mahasiswa dengan mendukung pembentukan tim pendiri bisnis, menyediakan mekanisme untuk validasi dan pitching ide. Universitas juga mendukung penciptaan rencana bisnis dan pengembangan prototype.

Ketiga, inkubasi. Universitas memfasilitasi mahasiswa untuk bertemu dan bekerja dengan wirausaha sungguhan, menyediakan ruang kantor, menawarkan mentoring untuk usaha rintisan, menyediakan peluang jejaring, mengorganisasi kompetisi bisnis, mendirikan program akselerasi bisnis dan menyediakan fasilitas pembiayaan. Ketiga langkah inilah yang merupakan formulasi utama strategi pembelajaran kewirausahaan di kampus. Jika tidak diikuti jangan bermimpi akan lahir wirausaha dari kampus.

Pada perkembangan lain, penelitian mengenai proses pembelajaran kewirausahaan sebagai bagian dari formulasi mengungkap temuan yang menimbulkan kontroversi. Intensi yang menjadi fokus awal pembelajaran ternyata tidak selalu menjadi pemicu berwirausaha. Temuan penelitian pada sejumlah mahasiswa yang mengambil peminatan kewirausahaan memperlihatkan bahwa intensi berwirausaha tidak mempengaruhi secara langsung perilaku berwirausaha (Selamat, 2024).

Pengukuran intensi dan perilaku berwirausaha berupa tindakan lanjutan dilakukan secara terpisah dalam rentang waktu tiga bulan. Dorongan untuk melakukan eksperimen seperti produk, layanan, model dan pendekatan yang berbeda memang mendorong mereka mengambil tindakan lanjutan, namun dalam arah yang negatif. Artinya, mereka menjadi enggan untuk berwirausaha. Semakin kuat intensi berwirausaha, dengan perilaku eksperimental, malah mengurungkan tindakan untuk berwirausaha.

Sementara dorongan untuk melakukan tindakan affordable loss, yaitu berani menanggung kerugian, justru tidak berdampak signifikan terhadap perilaku berwirausaha. Temuan lain yang tidak kalah kontroversial adalah hasil analisis data individual dari Global Entrepreneurship Monitor di 18 negara Eropa pada 2017 yang secara umum tidak mendukung pentingnya entrepreneurial university bagi inisiatif kewirausahaan (Pita, Costa, Moreira, 2021).

Relevansi entrepreneurial university meningkat dalam ekosistem kewirausahaan yang lebih rapuh karena individu membutuhkan dukungan dalam berbagai dimensi. Sebaliknya, entrepreneurial university yang tertanam di dalam ekosistem kewirausahaan yang lebih kuat kehilangan relevansi dan berdampak negatif pada inisiatif kewirausahaan.

Oleh karena itu, nilai entrepreneurial melemah ketika individu menerima dukungan yang lebih besar dari dimensi lain, yaitu pengajaran, penelitian, dan aktivitas kewirausahaan di kampus. Temuan ini juga memperlihatkan bahwa konsep entrepreneurial university bukanlah fenomena kontemporer, namun, efeknya secara progresif terungkap oleh kematangan misi masing-masing universitas.

Perspektif ini secara substansial mengubah pemahaman entrepreneurial university sebagai strategi yang bijaksana, yang memerlukan evolusi misi secara bertahap. Ini menjadi peringatan bagi universitas yang secara gencar memelopori kewirausahaan namun mengabaikan lingkungan eksogen yaitu ekosistem kewirausahaan dan dorongan individu.

Sejumlah temuan dalam penelitian yang tak luput dari kekurangan memang patut disikapi dengan hati-hati dan bijaksana, namun menjadi bahan evaluasi bagi pengelola perguruan tinggi yang menjalankan proses pembelajaran kewirausahaan. Sambil tetap meyakini bahwa kewirausahaan dapat diajarkan, tampaknya dibutuhkan reformulasi strategi pembelajaran kewirausahaan, yang menyangkut metode, proses, teknik dan pendekatan yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi setiap peserta didik.

Melahirkan wirausaha dari kampus memang sebuah gagasan yang ideal walaupun mewujudkan sesuatu yang ideal bukan urusan mudah. Banyak aspek yang harus diperhitungkan dengan dinamika yang terus berubah. Tantangan yang tidak pernah berhenti sejak dulu hingga kini.

Frangky Selamat dosen Program Studi Sarjana Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads