Gen Z Merajut Asa di Sektor Informal

Kolom

Gen Z Merajut Asa di Sektor Informal

I Ketut Suweca - detikNews
Sabtu, 24 Agu 2024 15:30 WIB
suweca
Dr. I Ketut Suweca, M.Si (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Usaha mikro dan kecil belakangan ini kian banyak dikecimpungi oleh generasi Z. Mereka merajut asa di sektor ini mungkin karena terpaksa, mungkin juga lantaran pilihan. Merasa terpaksa karena tak ada pilihan lain, sedangkan menjadi pilihan karena mereka menyukainya.

Lalu, apa saja alasan generasi Z terjun ke bisnis sektor informal? Menurut saya, paling tidak ada empat alasan mengapa generasi Z bekerja di sektor informal. Pertama, dampak pandemi Covid-19. Banyak karyawan yang mesti menerima kenyataan diberhentikan dari pekerjaan saat pandemi melanda.

Covid-19 sudah mengakibatkan banyak perusahaan terpuruk sehingga terpaksa merumahkan karyawannya. Alih-alih berdiam diri dan menggantungkan hidup kepada keluarga, banyak generasi Z yang mencoba berusaha di sektor informal. Misalnya, berjualan langsung atau melalui daring, hingga menjadi content creator dan influencer. Yang terpenting bagi mereka adalah bisa bertahan hidup di tengah pandemi yang melanda saat itu.

Sebagian di antaranya berhasil dalam berbisnis di sektor informal ini sehingga memutuskan untuk melanjutkannya. Usaha yang kian tumbuh dan berkembang membuat mereka betah. Kendati pun ada kesempatan untuk bekerja kembali di sektor formal lagi, mereka sudah berketetapan hati untuk melanjutkan bisnis yang sudah menampakkan hasil. Dan, hal ini ditiru oleh generasi Z lainnya yang berusia lebih muda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, mengisi waktu masa tunggu. Bagi kebanyakan lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi, begitu lulus biasanya tak langsung mendapatkan pekerjaan. Terdapat masa tunggu untuk mencari pekerjaan. Masa ini bisa dalam hitungan bulan bisa pula sampai hitungan tahun. Daripada berdiam diri, generasi Z memilih mengisi waktu dengan bekerja di sektor informal. Misalnya, membantu orangtua mereka bekerja menjalankan bisnis atau mengisi waktu dengan melakukan pekerjaan yang tidak terlalu mengikat, apapun bentuknya. Yang penting bekerja, tidak menganggur.

Mereka masih tetap ingin bisa bekerja di sektor formal. Untuk itu, mereka berusaha melamar pekerjaan di sektor formal dengan terus mencoba mengajukan lamaran. Mereka berharap pada saatnya akan mendapatkan pekerjaan tersebut yang dipandangnya lebih menjamin kehidupan dan masa depan.

ADVERTISEMENT

Ketiga, karena terpaksa. Sebagian generasi Z bekerja di sektor informal karena terpaksa. Artinya, mereka sudah berusaha melamar pekerjaan di sana-sini, tetap saja tidak diterima atau tidak lulus. Akhirnya, daripada mengharapkan pekerjaan formal yang tidak memberikan harapan, mereka memutuskan menekuni sektor informal. Mereka menyadari betapa sulitnya menembus persaingan untuk mendapatkan pekerjaan formal.

Apalagi, antara lapangan pekerjaan yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja tidak sebanding. Lapangan kerja sangat terbatas, sementara yang membutuhkan pekerjaan demikian banyak jumlahnya.

Keempat, fleksibilitas dalam bekerja. Sebagaimana pada umumnya terjadi, pekerjaan di sektor formal membutuhkan kedisiplinan yang ketat, target yang mesti dikejar, dan kerja keras. Belum lagi, mesti mengikuti apa yang dimaui oleh atasan atau pemimpin perusahaan di tempat kerja. Sebagian besar generasi Z tidak mau hal seperti itu menimpanya.

Hasil survei Jakpat belum lama ini menyebutkan, generasi Z lebih memilih pekerjaan yang memberikan work-life balance. Artinya, generasi ini lebih memilih pekerjaan yang memberikan fleksibilitas, tidak terlalu terikat, dan ada waktu untuk me time dan menjalankan hobi.

Generasi ini berharap work-life balance diberlakukan di sektor formal. Tetapi, pada kenyataannya, hampir tidak ada perusahaan seperti yang diharapkan itu. Perusahaan pada umumnya menuntut kediplinan dan kerja keras sebagai bentuk kewajiban dan dedikasi dalam upaya membesarkan perusahaan agar mampu memberi kompensasi yang kian baik kepada karyawannya.

Tugas Pemerintah

Menjadi tugas pemerintah dan para pihak terkait untuk memberdayakan sektor yang informal ini. Hal ini penting, sebab banyak generasi muda yang terjun di sektor ini. Penyerapan tenaga kerja pada sektor informal jauh lebih besar daripada sektor formal.

Data dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, sepanjang periode Januari – Juni 2024, kontribusi penciptaan lapangan kerja baru investasi menengah dan besar kalah jauh dibandingkan dengan dari investasi usaha mikro dan kecil. Disebutkan, realisasi investasi menengah besar yang masuk sepanjang semester I - 2024 sebesar Rp 829,9 triliun. Investasi sebesar itu hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi 1,22 juta orang.

Di sisi lain, nilai investasi dari usaha mikro dan kecil yang masuk pada periode yang sama sebesar Rp 127 triliun. Namun, lapangan kerja yang diciptakan sebesar 4,69 juta orang. Usaha mikro dan kecil yang membuka banyak lapangan kerja baru --yang sebagian merupakan adalah sektor informal-- perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan para pihak terkait.

Jika berkembang dengan baik, maka sektor yang satu ini akan mampu menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja sekaligus mengatasi pengangguran. Data BPS menyebutkan, jumlah pengangguran di negeri ini mencapai 7, 20 juta orang per Februari 2024. Ini bisa diatasi dengan memuliakan sektor informal yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, terutama dari kalangan generasi Z.

I Ketut Suweca alumni Program S3 Ilmu Ekonomi Universitas Udayana; dosen Prodi Manajemen Ekonomi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Bali

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads