Merenungkan Kembali Indonesa Kita
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Merenungkan Kembali Indonesa Kita

Jumat, 23 Agu 2024 13:15 WIB
Nata Sutisna
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Lambang Negara Garuda Pancasila
Jakarta -

Di tengah kondisi bangsa yang --kata Ahmad Syafi'i Ma'arif (alm.)-- hampir sempurna olengnya, semua pihak diajak untuk merenung. Apakah Indonesia ini didirikan untuk kepentingan seseorang? Apakah laku para pemimpin kita selama ini telah mencerminkan harapan rakyat? Apakah mereka tega tertawa di atas penderitaan rakyat? Saling berbagi kue kekuasaan sementara rakyat di bawah menangis memohon keadilan dan kesejahteraan?

Ketika Bung Karno pertama kali mengenalkan Pancasila pada 1 Juni 1945, ia mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah jembatan emas mencapai kesejahteraan. Sebab itu, kata Bung Karno, berdirinya negara Indonesia merdeka bukanlah akhir dari perjuangan. Bung Karno meminta bangsa Indonesia agar terus berjuang menyelenggarakan apa yang dicita-citakan di dalam Pancasila.

Cita-cita Pancasila meniscayakan agar pengabdian kita untuk Tanah Air didasarkan pada kepentingan rakyat. Semua untuk satu dan satu untuk semua. Terlalu mahal harga yang harus dibayar ketika sesama anak bangsa saling memperebutkan kursi kekuasaan. Merusak konstitusi untuk kepentingan pribadi sesungguhnya mencederai pengorbanan para pejuang yang rela mati melawan penjajah dan penjajahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak!" kata Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945.

Petikan pidato Bung Karno di atas menjadi pijakan bagi kita bahwa Tanah Air ini didirikan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pada saat yang bersamaan, kita sebagai anak bangsa dengan berbagai latarbelakang suku, agama, atau etnis apa pun diberikan kesempatan yang sama untuk berperan membangun negeri ini. Persatuan di tengah keberagaman, unity in diversity menjadi satu semangat yang sama dalam menjalankan kehidupan berbangsa, bhinneka tunggal ika.

ADVERTISEMENT

Selain itu, sejak jauh-jauh hari Bung Karno juga telah mengingatkan kita semua. "Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa." Begitu pun Gus Dur, ia mengatakan, "Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian."

Apa yang disampaikan oleh Bung Karno dan Gus Dur di atas patut kita renungkan. Kekuasaan manusia sebesar dan setangguh apapun, kata Ibnu Khaldun, tidak akan pernah abadi. Kita bisa belajar dari catatan sejarah peradaban-peradaban dunia di masa lalu. Artinya, ada hal yang jauh lebih penting dari sekadar jabatan, yaitu pengabdian secara tulus pada bangsa dan negara. Karena sesungguhnya kekuasaan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat dan Tuhan.

Menjadikan kekuasaan sebagai jalan untuk memperkaya diri sendiri adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat. Mengotak-atik hukum untuk melanggengkan kekuasaan kelompok adalah wujud dari keserakahan yang sama sekali mencederai moralitas, etika, dan konstitusi.

Kekuasaan tanpa wawasan moral akan membawa pada titik kehancuran, sebagaimana dikatakan Iqbal, "Power without vision tends to become destructive and inhuman." Kekuasaan tanpa wawasan moral cenderung menjadi destruktif dan tidak manusiawi. Dengan kata lain, moralitas dan spiritualitas harus berbicara dalam ruang-ruang politik kekuasaan.

Sebagai anak bangsa, saya bersyukur mempunyai para pendiri bangsa yang dalam perjuangannya mendirikan negeri ini didasarkan pada ide, gagasan, moralitas, dan spiritualitas. Jejak pengabdian mereka tidak hanya membekas dalam sanubari kita, namun juga bangsa-bangsa lain di Asia-Afrika. Tunisia, Mesir, Maroko, Pakistan, dan negara-negara lainnya menuliskan nama Bung Karno dan Indonesia dengan tinta emas sejarah sebagai bagian penting yang terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.

Indonesia merdeka ini adalah untuk kita semua, rakyat Indonesia. Indonesia merdeka juga adalah rahmat untuk seluruh umat manusia di muka bumi. Indonesia merdeka adalah sebuah perjuangan nilai, bahwa kita adalah bangsa yang merdeka dari segala bentuk penindasan kolonialisme dan imperialisme.

Di dalam Indonesia merdeka, ada peristiwa menangis dan tertawa bersama rakyat. Sesama anak bangsa, kita bagaikan satu tubuh. Maknanya, jika satu bagian tubuh merasa sakit, maka sakitlah seluruhnya. Indonesia merdeka meniscayakan bahwa kekuatan kita adalah persatuan dan gotong-royong secara ikhlas.

Lalu, Indonesia merdeka ini untuk siapa? Indonesia merdeka ini untuk kita, bangsa Indonesia, satu bangsa yang jiwa-jiwanya merdeka. Satu bangsa yang berani melawan berbagai bentuk penindasan, baik penindasan politik, ekonomi, maupun hukum. Silakan ambil semua jabatan dan harta, tapi jangan ambil Tanah Air-ku, Indonesia!

Nata Sutisna peneliti Pusat Studi Islam dan Sukarno (Kopiah.Co)

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads