Merdeka di Mata Anak Muda

Kolom

Merdeka di Mata Anak Muda

Ahmad Doli Kurnia Tandjung - detikNews
Jumat, 16 Agu 2024 15:40 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia (dok.ist)
Ahmad Doli Kurnia (Foto: dok.ist)
Jakarta -

Bangsa Indonesia bukan entitas yang tiba-tiba muncul. Bukan pula warisan sejarah dari abad XVII dan sebelumnya. Meski Nusantara menulis kiprah dan kejayaan kerajaan-kerajaan pada masa lalu, namun kesadaran akan ke-Indonesia-an baru bersemi pada abad XIX. Pengikat nilai bersama itu salah satunya adalah penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, dan Sekutu. Kesamaan nasib itu pada akhirnya menggulung menjadi kekuatan besar yang kemudian menciptakan suatu bangsa.

Benedict Anderson memaknai bangsa sebagai sebuah komunitas politis dan dibayangkan terbatas secara inheren dan memiliki kedaulatan (imagined community). Oleh karena imajiner, mustahil seluruh individu di dalam komunitas bangsa itu pernah benar-benar berinteraksi. Tesis Anderson seolah mematahkan pendekatan-pendekatan nasionalisme sebelumnya yang dibayangkan telah ada terlebih dahulu.

Dalam konteks Indonesia, imagined community tersebut cukup relevan. Karena saat kita menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tidak banyak penduduk Sumatera yang kenal apa itu Kalimantan. Jarang sekali warga Jakarta mengetahui lokasi Makassar itu berada di mana. Dan seterusnya, yang semua itu mengukuhkan bahwa kemauan kita untuk menyatu sebagai sebuah bangsa, karena adanya kesamaan nasib dan harapan bersama. Di luar itu, bahasa persatuan menjadi katalisator untuk terciptanya suatu ke-Indonesia-an.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kembali ke momen kemerdekaan, setiap Agustus kita semua memperingatinya. Tahun ini merupakan perayaan merdeka yang ke-79. Sebuah angka yang tidak muda lagi, namun dalam perjalanan sebuah bangsa, angka tersebut belumlah juga dianggap terlalu tua. Berkaca dari pengalaman negara-negara lainnya dengan tantangan mirip Indonesia, pada usia tersebut sebagian telah mampu menjadi negara maju, sisanya (mayoritas) masih berjuang untuk lepas dari tantangan negara berkembang.

Indonesia pun demikian; kita masih memiliki pekerjaan rumah untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju. Dalam dokumen Visi Indonesia Emas 2045 yang ditetapkan Presiden RI, pada 100 tahun kemerdekaan mendatang, pendapatan per kapita Indonesia diskenariokan berada di lima besar dunia setara USD 30,300, dengan kontribusi PDB maritim sebesar 15% dan industri manufaktur sekitar 28%. Sementara tingkat kemiskinan diharapkan menurun hingga 0,8%, dengan gini rasio 0,320. Sebagai negara besar di Asia, peran global Indonesia juga didorong lebih aktif memainkan peran di pergaulan dunia, dengan modal Global Power Index ke-15 besar dunia.

ADVERTISEMENT

Kualitas SDM sebagai modal mencapai target negara maju juga mutlak dipenuhi, dengan peningkatan kualitas pendidikan, riset dan inovasi, serta standar kesehatan sesuai dengan HCI. Saat itu skor indeks modal manusia Indonesia menjadi 0,73. Belum sepenuhnya menggembirakan, namun komitmen pemerintah dari masa ke masa, terus berupaya meningkatkan daya saing anak bangsa. Ini merupakan never ending goals dalam sejarah perjalanan sebuah bangsa.

Komitmen Presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk meningkatkan kualitas anak-anak Indonesia sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpinan masa depan juga sangat terasa. Program Makan Bergizi Gratis di sekolah yang menjangkau seluruh sekolah dari Aceh hingga Papua merupakan revolusi pembelajaranβ€”dalam hal pemenuhan gizi anak. Diharapkan dengan gizi yang terjamin, akan menstimulasi kemampuan berpikir anak bangsa dan mendorong munculnya critical thinking.

Berpikir kritis merupakan kebutuhan untuk membangun peradaban, terlebih tantangan hari ini yang semakin kompleks pada era digital yang mengarah ke fenomena post-truth. Mengutip Harvard Business Review, cara untuk membangun budaya critical thinking di antaranya dengan senantiasa bertanya pada setiap asumsi. Dengan bertanya, pola pikir kita akan terasah. Lalu juga memberikan alasan dengan logika. Terakhir, mengembangkan pemikiran terbuka (open minded) dengan senantiasa berdiskusi dan mencari informasi.

Menuju 2045

Tahun ini dan ke depanβ€”menuju 2045β€”Generasi Z menjadi tumpuan untuk mewujudkan cita-cita 100 tahun kemerdekaan, di mana negara kita mencapai tahapan sebagai negara maju. Impian itu bukan tidak mungkin, mengingat Genzy memiliki banyak keunggulan, selain juga tantangan. Sebagaimana data McKinsey, perilaku Gen-Z dapat dikelompokkan ke dalam empat komponen besar yang berlandas pada satu fondasi yang kuat bahwa Genzy adalah generasi yang mencari akan suatu kebenaran.

Pertama, Gen-Z disebut sebagai the undefined IDE; generasi ini menghargai ekspresi setiap individu tanpa memberi label tertentu. Pencarian akan jati diri membuat Gen-Z memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan tiap individu. Kedua, mereka diidentifikasi sebagai the communaholic, yaitu kelompok yang sangat inklusif dan tertarik untuk terlibat dalam berbagai komunitas dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi guna memperluas manfaat yang ingin mereka berikan.

Ketiga, generasi ini juga dikenal sebagai the dialoguer; mereka percaya terhadap pentingnya komunikasi (dialog) dalam penyelesaian konflik di masa depan. Di luar itu, anak-anak muda ini selalu terbuka terhadap pemikiran yang heterogen. Genzy juga dikenal suka berinteraksi dengan individu maupun kelompok yang beragam. Keempat, Gen-Z disebut sebagai the realistic, generasi yang cenderung lebih realistis dan analitis dalam pengambilan keputusan, dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Karakteristik tersebut linear dengan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa Genzy dan Baby Boomer merupakan generasi yang cenderung lebih idealis, khususnya dalam konteks pekerjaan. Kelompok ini juga kerap disebut sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Itu yang setidaknya tergambar dari survei Harris Poll (2020), sekitar 63% Generasi Z tertarik untuk melakukan beragam hal kreatif setiap harinya. Kreativitas tersebut turut dibentuk dari keaktifan mereka dalam komunitas dan sosial media. Ini merupakan konsekuensi dari relasi yang dekat antara anak-anak muda dengan teknologi (digital native).

Dengan modal Genzy yang berkualitas nantinya, bangsa ini akan dapat mengambil manfaat dari momentum kemerdekaan yang kita rayakan hari ini. Oleh karenanya, para pengambil kebijakan publik di berbagai levelβ€”yang masih didominasi Milenial dan Baby Boomerβ€”harus menyesuaikan produk-produk peraturan, agar relate dengan karakter Genzy. Dalam konteks memaknai kemerdekaan, aktualisasi nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme ala Genzy akan sedikit berbeda dengan generasi yang lebih tua.

Ekspresi Generasi Z

Beberapa ekspresi Generasi Z terkait nilai-nilai kemerdekaan antara lain; pertama, kemerdekaan sebagai momentum kebebasan berekspresi. Dalam kontes ini, ekspresi yang dimaksud terutama di platform digital. Mereka menghargai kemampuan untuk berbagi pemikiran, ide, dan kreativitas melalui media sosial tanpa merasa terikat oleh norma-norma tradisional. Selain itu jaminan atas kebebasan berpendapat juga menjadi tuntutan Genzy, mengingat mereka aktif dalam menyuarakan pendapat tentang isu-isu sosial, lingkungan, dan politik melalui berbagai saluran online.

Kedua, aktualisasi nilai patriotisme dalam aksi sosial. Mempelajari sejarah bukan lagi satu-satunya cara untuk menebalkan nasionalisme bagi anak-anak muda ke depan. Lebih utama dari itu adalah adanya tindakan nyata membela sesama, menyuarakan HAM dan enviromental ethics. Mereka juga menginginkan adanya keadilan dan kesetaraan, termasuk dalam gender dan hak-hak minoritas. Ketiga, membumikan nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. Genzy akan menghargai perjuangan pihak manapun yang mampu menghasilkan efek bagi lingkungan. Baik itu guru, pekerja sosial, maupun konten kreator. Semua dilihat setara, yang mana karya dan perjuangan menjadi pembedanya.

Keempat, patriotisme dalam koteks global. Lingkungan digital telah menjadi habitat utama bagi Genzy, sehingga nilai-nilai universal dalam konteks global juga mempengaruhi cara berpikir mereka. Di satu sis nilai kepahlawan nasional dihargai, namun di saat yang sama kepahlawan global juga menjadi elemen penting. Di antaranya upaya memperjuangkan isu-isu yang relevan di seluruh dunia, seperti perubahan iklim atau hak asasi manusia. Dalam jangka menengah dan panjang, pola ini mengarah pada diplomasi publik, yang tak lagi didominasi oleh state actors semata, melainkan juga masyarakat umum.

Itulah setidaknya lanskap generasi muda kita di HUT RI ke-79 kali ini, di mana cara pandang dan pola pikir generasi masa depan berbeda dengan sebelumnya. Tak ada cara lain kecuali beradaptasi dengan semua itu, mengingat hal tersebut adalah sunatullah, atau tanda-tanda zaman yang pasti akan muncul dan menjadi ciri di setiap masa. Merdeka!

Dr Ahmad Doli Kurnia Tandjung Ketua Komisi II DPR, Wakil Ketua Umum Partai Golkar

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads