Pemilu AS, Thucydides Trap, dan Efeknya ke Asia Tenggara
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Pemilu AS, Thucydides Trap, dan Efeknya ke Asia Tenggara

Kamis, 08 Agu 2024 16:39 WIB
Virdika Rizky Utama
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
virdika
Foto: Virdika Rizky Utama (dok. pribadi)
Jakarta -

Pemilihan presiden Amerika Serikat yang akan berlangsung pada 5 November 2024, tinggal tiga bulan lagi, dan seluruh mata dunia tertuju pada peristiwa ini. Sebagai negara adidaya, setiap keputusan yang diambil oleh AS memiliki dampak yang luas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga terhadap hubungan internasional di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara.

Pertarungan antara Kamala Harris dan Donald Trump lebih dari sekadar persaingan politik; ini adalah bentrokan visi yang dapat membentuk kembali kebijakan luar negeri AS dan sikap globalnya, dengan dampak signifikan bagi Asia Tenggara. Memahami potensi dampak ini memerlukan pendalaman konsep "Thucydides Trap," yang menawarkan wawasan berharga tentang dinamika antara AS dan China serta pengaruhnya terhadap kawasan tersebut.

Di inti pertempuran elektoral ini terdapat perbedaan ideologis yang mendasar. Kamala Harris mendukung platform progresif, mengadvokasi keadilan sosial, perawatan kesehatan komprehensif, dan aksi iklim agresif. Kampanyenya berjanji untuk tidak hanya melanjutkan tetapi juga meningkatkan kebijakan pemerintahan Biden.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data dari Pew Research Center menunjukkan bahwa 62% warga AS mendukung kebijakan aksi iklim yang lebih agresif, yang mencerminkan dukungan signifikan untuk agenda lingkungan Harris. Di sisi lain, populisme konservatif Donald Trump bertujuan untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional dan memprioritaskan kepentingan Amerika, seringkali dengan mengorbankan pertimbangan global. Pendekatannya lebih menyukai tindakan unilateral dan nasionalisme ekonomi, yang dapat sangat mempengaruhi Asia Tenggara.

Sikap domestik ini diterjemahkan ke dalam pendekatan kebijakan luar negeri yang berbeda. Penekanan Trump pada kedaulatan Amerika menunjukkan preferensi yang terus berlanjut untuk tindakan unilateral dan proteksionisme ekonomi di bawah kerangka hubungan internasional yang realistis. Sebaliknya, advokasi Harris untuk keadilan sosial, aksi iklim, dan multilateralisme mencerminkan keselarasan progresif yang mendukung upaya internasional yang kolaboratif.

ADVERTISEMENT

Implikasi dari pemilihan presiden AS menjangkau jauh melampaui batas-batas Amerika, memengaruhi dinamika geopolitik dan hubungan ekonomi di seluruh dunia. Asia Tenggara, khususnya, akan mengalami dampak signifikan berdasarkan hasil pemilu. Presidensi Harris kemungkinan akan memperluas komitmen pemerintahan Biden terhadap multilateralisme dan kerja sama internasional. Harris diperkirakan akan mendukung pengembangan kemitraan Quad dengan Jepang, Australia, dan India, yang bertujuan untuk menyeimbangkan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.

Data dari Council on Foreign Relations menunjukkan bahwa dukungan Quad telah membantu menstabilkan kawasan Indo-Pasifik dengan mengurangi ketergantungan pada satu kekuatan dominan. Pendekatan ini akan menguntungkan negara-negara Asia Tenggara dengan memberikan penyangga keamanan dan mempromosikan stabilitas regional.

Peningkatan kerja sama dengan ASEAN dalam isu-isu ekonomi, keamanan, dan lingkungan dapat memperdalam keterlibatan AS dalam urusan regional, membentuk lanskap geopolitik yang lebih seimbang. Fokus Harris pada aksi iklim dan pembangunan berkelanjutan mungkin akan mengarah pada investasi baru dan kolaborasi teknologi dalam proyek energi hijau di seluruh Asia Tenggara, yang menguntungkan transisi Indonesia ke sumber energi terbarukan.

Menurut laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), Asia Tenggara membutuhkan investasi sebesar $1,5 triliun dalam energi terbarukan hingga 2030 untuk memenuhi target iklimnya. Komitmen baru terhadap perjanjian perdagangan internasional dan kemitraan ekonomi dapat memperkuat hubungan perdagangan, memastikan bahwa Asia Tenggara tetap menjadi bagian vital dari rantai pasokan global.

Sebaliknya, presidensi Trump mungkin kembali ke kebijakan luar negeri yang lebih unilateral dan transaksional. Pendekatan konfrontatif Trump terhadap China bisa meningkatkan ketegangan di Laut China Selatan, menciptakan lingkungan keamanan yang tidak pasti dan berpotensi tidak stabil bagi kawasan ini.

Indonesia, dengan lokasi strategisnya, mungkin harus menavigasi keseimbangan yang rumit antara kekuatan yang bersaing. Data dari Asia Maritime Transparency Initiative menunjukkan peningkatan aktivitas militer di Laut China Selatan selama masa jabatan pertama Trump, yang memperburuk ketegangan regional. Penekanan yang berkurang pada institusi multilateral bisa melemahkan kerangka kerja sama regional, memberikan tekanan lebih besar pada negara-negara Asia Tenggara untuk mengelola keamanan mereka secara mandiri.

Kebijakan ekonomi proteksionis Trump bisa mengganggu hubungan perdagangan, dengan potensi tarif atau renegosiasi perjanjian perdagangan yang berdampak negatif terhadap model ekonomi yang berorientasi ekspor di Asia Tenggara. Namun, fokus Trump pada kesepakatan bilateral mungkin menawarkan peluang bagi Indonesia untuk bernegosiasi langsung dengan AS, berpotensi mengamankan persyaratan yang menguntungkan untuk sektor-sektor tertentu. Data dari World Bank menunjukkan bahwa perdagangan bilateral AS-Indonesia bernilai sekitar $30 miliar pada 2020, yang bisa dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan proteksionis.

Thucydides Trap: Dinamika AS-China dan Asia Tenggara

Konsep Thucydides Trap, yang diperkenalkan oleh ilmuwan politik Graham Allison, menyatakan bahwa ketika kekuatan yang bangkit mengancam untuk menggantikan kekuatan yang sudah mapan, hasilnya sering kali berupa konflik besar. Teori ini bisa sangat relevan dalam menganalisis potensi hasil pemilihan presiden AS, terutama mengenai hubungan AS-China di bawah pemerintahan Harris atau Trump.

Kamala Harris, yang mengadvokasi multilateralisme, mungkin mencari cara untuk melibatkan China melalui institusi internasional dan kemitraan, berpotensi meredakan ketegangan. Pendekatannya sejalan dengan strategi untuk menghindari jebakan Thucydides dengan mendorong kerja sama dan mengurangi kemungkinan konflik langsung. Melalui penguatan aliansi dengan mitra regional dan keterlibatan yang kuat dengan organisasi multilateral seperti ASEAN, pemerintahan Harris dapat membantu mengelola aspek kompetitif dari hubungan AS-China, menciptakan lingkungan yang lebih stabil di Asia Tenggara.

Sebaliknya, pendekatan Trump yang lebih konfrontatif dan unilateral bisa memperburuk ketegangan, sesuai dengan paradigma Thucydides Trap di mana konflik menjadi lebih mungkin terjadi. Kebijakan pemerintahannya sebelumnya menunjukkan kesiapan untuk terlibat dalam perang dagang dan postur militer, yang meningkatkan ketegangan dengan China. Kembali ke kebijakan semacam itu di bawah pemerintahan Trump yang baru dapat menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan di Asia Tenggara, memaksa negara-negara di kawasan ini untuk menavigasi lanskap geopolitik yang lebih tidak pasti.

Menghadapi potensi perubahan dalam kebijakan AS di bawah kedua pemerintahan, ASEAN dan Indonesia memerlukan perencanaan strategis untuk menavigasi ketidakpastian. Mereka harus mempertimbangkan diversifikasi kemitraan perdagangan untuk mengurangi ketergantungan pada AS dan China, memperkuat kerangka keamanan regional untuk mengatasi ancaman tradisional dan non-tradisional, serta berinvestasi dalam pembangunan berkelanjutan untuk memanfaatkan dukungan potensial dari AS di bawah pemerintahan Harris atau untuk memperkuat ketahanan terhadap kebijakan ekonomi pemerintahan Trump.

Selain itu, negara-negara ASEAN harus memperkuat kemampuan internal mereka, seperti memajukan inovasi teknologi dan pengembangan infrastruktur, agar lebih mandiri dan kompetitif di panggung global. Indonesia, khususnya, dapat fokus pada peningkatan ekonomi digitalnya dan memperkuat industri lokal untuk mengurangi dampak buruk dari gangguan perdagangan global. Pendekatan proaktif ini tidak hanya akan mempersiapkan Asia Tenggara untuk dampak langsung dari pemilihan AS, tetapi juga memposisikannya dengan kuat untuk pergeseran geopolitik di masa depan.

Pilihan Kritis dan Dampaknya

Pilihan antara Harris dan Trump bukan hanya pemilihan antara dua individu melainkan keputusan antara visi yang sangat berbeda untuk peran Amerika di dunia. Harris menawarkan visi perubahan progresif, inklusivitas, dan kerja sama global, sementara Trump mengadvokasi kekuatan nasional, nilai-nilai tradisional, dan unilateralisme yang tegas. Pertarungan elektoral ini adalah mikrokosmos dari perjuangan ideologis yang lebih luas yang mendefinisikan politik kontemporer, menantang pemilih untuk merenungkan nilai-nilai mereka, aspirasi mereka, dan jenis bangsa yang mereka ingin bangun.

Hasil dari pemilihan ini akan memiliki konsekuensi mendalam yang bergema jauh melampaui perbatasan Amerika, membentuk arah hubungan internasional dan politik global di tahun-tahun mendatang. Saat keputusan mendekat, pemilih Amerika harus mempertimbangkan janji dan jebakan dari masing-masing kandidat, meneliti catatan mereka, dan mempertimbangkan implikasi yang lebih luas dari kebijakan mereka. Masa depan bangsa-dan mungkin dunia-tergantung pada keputusan ini. Bagi Asia Tenggara dan Indonesia, hasilnya akan mempengaruhi hubungan ekonomi, dinamika keamanan, dan keseimbangan kekuatan regional, menyoroti pentingnya global dari pemilihan yang penting ini.

Saat pemilihan presiden AS berlangsung, dampaknya terasa di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara. Hasil pemilihan antara Harris dan Trump akan memiliki pengaruh besar terhadap masa depan kawasan ini, dari kemitraan ekonomi dan dinamika keamanan hingga kebijakan lingkungan dan standar hak asasi manusia. Dengan mempersiapkan kedua kemungkinan hasil, ASEAN dan Indonesia dapat menavigasi ketidakpastian dan memanfaatkan peluang untuk membentuk masa depan yang tangguh dan makmur.

Ketangkasan strategis, ekonomi, dan diplomatik akan sangat penting untuk memastikan bahwa Asia Tenggara tidak hanya beradaptasi dengan perubahan dari Washington, D.C., tetapi juga secara aktif membentuk takdirnya di tatanan dunia multipolar yang semakin berkembang. Pemilihan mendatang lebih dari sekadar urusan domestik bagi AS; ini adalah peristiwa global dengan implikasi luas yang akan bergema melalui koridor kekuasaan di Asia Tenggara, membentuk jalur kawasan ini untuk tahun-tahun mendatang.

Virdika Rizky Utama. Peneliti PARA Syndicate dan Alumni Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University

(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads