Pembangunan infrastruktur terus menjadi program prioritas pemerintahan Jokowi sekarang. Hingga ujung pemerintahannya, pembangunan infrastruktur terus digenjot salah satunya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Program prioritas nasional ini menjadi fokus pembangunan untuk pemerataan ekonomi.
Dalam teori ekonomi, pembangunan infrastruktur fisik dengan mengeluarkan belanja pusat untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan raya, bandara, dan kereta api akan meningkatkan efek multiplier bagi pendapatan nasional. Meskipun demikian, pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek keberlanjutan dari segi usia dan lingkungan. Perencanaan yang belum matang dari proses pembangunan tidak akan memberikan dampak signifikan bagi peningkatan multiplier pendapatan nasional.
Evaluasi Mendasar
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembangunan infrastruktur harus dan terus dilakukan dari setiap proses pergantian kepemimpinan presiden Indonesia. Sejak era Presiden Sukarno hingga Jokowi terus digenjot pembangunan infrastruktur untuk memberikan kemudahan aksesibilitas dan menumbuhkan kutub perekonomian di seluruh daerah di Indonesia.
Sepanjang masa kepemimpinan Indonesia, era Soeharto menjadi pembangunan infrastruktur terbesar dengan progres pembangunan tercepat baik fasilitas umum, program REPELITA dan swasembada pangan cukup berhasil membawa Indonesia terlepas dari masa keterbelakangan pasca kemerdekaan. Pada masa itu juga Indonesia masih dianugerahi sumber daya alam yang sangat melimpah baik minyak bumi, gas alam, dan sumber daya tidak terbarukan lain sehingga mengantarkan Indonesia menjadi salah satu negara eksportir minyak di dunia.
Meskipun demikian, evaluasi mendasar dari pembangunan infrastruktur fisik harus memperhatikan perencanaan yang matang dan aspek keberlanjutan. Data Incremental Capital Output Ratio (ICOR), investasi Indonesia pada 2023 menunjukkan angka yang masih relatif tinggi yakni 6,33%. Di ujung masa jabatan Presiden Jokowi nilai ICOR masih cukup tinggi menunjukkan bahwasanya pembangunan investasi yang dilakukan kurang efisien dan relatif mahal biaya yang dikeluarkan.
Dengan demikian, selama era kepemimpinan Presiden Jokowi dua periode, pembangunan infrastruktur belum mendatangkan manfaat multiplier bagi perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari biaya ongkos produksi (transaction cost) yang mahal, kompleksnya regulasi perizinan, tingginya biaya logistik, dan masih tingginya pemalakan (premanisme) serta kasus korupsi dan suap yang terjadi. Kasus penyuapan dan korupsi yang relatif tinggi turut membuat pembangunan infrastruktur Indonesia mengalami masa umur yang pendek dan tidak keberlanjutan.
Belum Optimal
Teori ekonomi menunjukkan bahwasanya pembangunan infrastruktur fisik berdampak besar bagi perekonomian dengan kenaikan pendapatan nasional secara multiplier. Infrastruktur yang dibangun menjadi tulang punggung konektivitas antardaerah di Indonesia sehingga memberikan efek berantai bagi penciptaan lapangan kerja, distribusi ekonomi lebih merata, dan meningkatkan daya saing serta produktivitas tenaga kerja.
Data BPS pada 2023 menunjukkan kontribusi infrastruktur terhadap perekonomian dilihat dari persentase sektor konstruksi terhadap PDB memiliki porsi 9,92%. Meskipun kontribusinya terhadap PDB cukup besar, pertumbuhan sektor konstruksi pada 2023 menunjukkan angka 4,91% dari tahun sebelumnya sementara pertumbuhan PDB 2023 sebesar 5,05%. Dengan demikian, investasi infrastruktur mengalami pertumbuhan di bawah rata-rata PDB nasional sehingga dari data ini dapat disimpulkan pembangunan infrastruktur saat ini belum cukup mampu tumbuh lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Persoalan ini menunjukkan bahwasanya pembangunan infrastruktur belum mencapai tahap optimal. Masih terjadi permasalahan bisnis terutama kinerja infrastruktur yang belum mendatangkan efek mutiplier bagi masyarakat dan dunia usaha. Data BPS 2024 menunjukkan nilai indeks kondisi dan prospek bisnis Indonesia pada Triwulan I - 2024 sebesar 47,40 dan 56,98.
Nilai ini menunjukkan bahwasanya pengusaha beranggapan terjadi penurunan usaha di awal Triwulan I - 2024. Lesunya dunia usaha dan investasi membuat pembangunan infrastruktur tanpa disertai penyerapan tenaga kerja yang besar belum mampu mendatangkan manfaat ekonomi bagi perekonomian nasional secara multiplier.
Infrastruktur Sosial
Pembangunan infrastruktur fisik tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusianya. Peningkatan pesat kemajuan teknologi diperlukan kesiapan SDM yang mampu mengelola dengan baik. Pembangunan infrastruktur sosial seperti meningkatkan akses pendidikan, peningkatan keterampilan kerja, dan membangun kualitas hidup masyarakat yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja SDM Indonesia harus menjadi prioritas disamping infrastruktur fisik.
Pembangunan modal sosial yang berkualitas tinggi memberikan keuntungan dalam jangka panjang berkelanjutan untuk kemajuan Indonesia 2045 nanti. Bentuk lain dalam membangun infrastruktur sosial berupa peningkatan akses kepemilikan rumah yang bersubsidi dan terjangkau serta pemerataan akses informasi dan komunikasi masyarakat.
Dengan semakin maju SDM, akan dengan mudah dan mampu untuk mengelola infrastruktur, mendatangkan investasi, dan memberikan manfaat multiplier bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu andil memperbaiki modal sosial masyarakat dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia berada di level tinggi, serta meningkatkan produktivitas dengan pembangunan pendidikan yang murah dan layak bagi seluruh masyarakat dan pemerataan akses kebutuhan publik.
Dion Saputra Arbi ekonom Universitas Gadjah Mada
(mmu/mmu)