Kritikan terhadap penguasa harus diterima sebagai keniscayaan demokrasi. Kritikan adalah cermin tingginya ekspektasi rakyat terhadap mereka yang sedang memegang kekuasaan.
Termasuk, kritikan bahwa pemerintah saat ini mengandung corak neo orba. Istilah neo orba berkonotasi negatif, yakni sistem pemerintahan yang tidak demokratis dan cenderung koruptif.
Kami yang saat ini ada di kekuasaan harus berbesar hati menerima semua ktitikan tersebut, kami jadikan sebagai pengingat agar kami tidak mempraktikkan sikap antidemokrasi dan koruptif. Bicara soal tuduhan neo orba, saya ingat saat Ibu Megawati menjadi Presiden tahun 2001-2004.
Saat itu, tuduhan neo orba begitu deras ditujukan pada pemerintahan Ibu Megawati. Human Right Watch pada tanggal 9 Juli 2004 bahkan membuat laporan khusus dengan judul 'Politic Prisoners in Megawati's Infonesia, A Return Of New Order'.
Laporan tersebut mengacu pada rangkaian penangkapan aktivis Pro Demokrasi di berbagai tempat yang sebagian besar adalah klien saya. Para aktivis tersebut antara lain Nanang dan Muzakir, Kiastomo, Bilall Abukabar, Raihan dll dirangkap setelah menggelar demonstrasi menuntut turunnya rezim Megawati-Hamzah Haz. Hukuman kepada mereka dapat dikatakan sebagai rekor hukuman terberat untuk kasus kasus politik di era reformasi, berkisar 1 sampai 5 tahun.
Di era kepemimpinan Ibu Megawati, tokoh aktivis HAM Munir dan Tokoh Aktivis Papua Theys Elluaway meninggal dunia karena dibunuh. Pada 19 Mei 2003 Pemerintah Megawati memberlakukan Darurat Militer di Aceh.
Operasi ini merupakan operasi militer terbesar yang dilakukan Indonesia sejak Operasi Seroja di Timor Timur (kini negara Timor Leste) pada tahun 1975. Tentu kelompok Pro Demokrasi menentang keras Darurat Militer ini dan menganggap sebagai kebijakan antidemokrasi.
Yang penting diulas juga, Partai Ibu Megawati yakni PDI Perjuangan justru mendukung Sutiyoso untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Pilgub 2002. Padahal, Sutiyoso merupakan salah satu tokoh yang dituduh terlibat peristiwa 27 Juli 1996 karena saat itu dia menjabat sebagai Pangdam Jaya.
Kira-kira begitulah dinamika kehidupan berpolitik negara. Akan selalu paralel besarnya harapan rakyat dengan tudingan kepada siapapun yang berkuasa.
Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi III DPR RI sekaligus Waketum Partai Gerindra
(haf/fjp)