Kementerian dan lembaga (K/L) yang menangani tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) di Indonesia perlu merumuskan kebijakan yang lebih konkret terkait integrasi data elektronik tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Integrasi data tersebut penting dalam pelayanan pendataan, penanganan serta pengawasan penyelesaian kasus TPKS.
Perlu dicatat, masing-masing kementerian/lembaga yang menangani kasus TPKS saat ini memiliki masing-masing sistem pencatatan elektronik terhadap data kasus, namun belum terintegrasi. Tidak sinkronnya data antar-kementerian dan lembaga tentu menjadi masalah yang serius, karena dapat menghambat penanganan kasus/korban serta perumusan kebijakan strategis dalam pencegahan TPKS.
Kementerian PPPA telah berusaha membuat kebijakan integrasi data kekerasan seksual pada tahun 2023, bersama dengan Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan dengan menyepakati upaya integrasi data pelaporan kekerasan. Kebijakan ini dibuat mengingat manfaat data kasus kekerasan yang lengkap, akurat, mutakhir dan terpadu menjadi syarat mutlak untuk menurunkan kasus dan melindungi hak korban (antaranews.com).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keterpaduan dan integrasi sistem sangat penting untuk menunjang keberhasilan penanganan serta pencegahannya.
Integrasi data adalah serangkaian prosedur, teknik, dan teknologi yang digunakan untuk merancang dan membangun proses mengekstrak, merestrukturisasi, mengubah, dan memuat data secara operasional atau melakukan analisis penyimpanan data baik secara real time (Giordano, 2011).
Integrasi sistem penanganan TPKS adalah salah satu upaya untuk meningkatkan sistem pengawasan dan pelayanan dalam penanganan TPKS. Manfaatnya yaitu: 1) masyarakat dapat terlibat langsung dalam pelaporan dan pemantauan perkembangan kasus TPKS; 2) pendataan yang akurat antar kementerian dan lembaga; dan 3) meningkatkan evaluasi dan pengawasan terhadap penanggulangan TPKS.
Penulis: Dr. Jean Calvijn Simanjuntak, S.I.K., M.H (Serdik Sespimti Dikreg ke-33 T.A. 2024)