Kolom

AI dan Disrupsi Peran Programmer

Alfonsius Billy Joe Haslim - detikNews
Selasa, 16 Jul 2024 14:00 WIB
Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/SARINYAPINNGAM
Jakarta -

Pekerjaan seorang programmer, dari yang selama ini menulis bahasa pemrograman di berbagai perangkat lunak, kini telah berubah. Disrupsi yang diakibatkan oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini perlu disiasati oleh pengguna teknologi, yakni manusia, dengan peningkatan keterampilan literasi.

Laporan dari World Economic Forum pada 4 Mei 2023 yang berjudul These are the jobs most likely to be lost - and created - because of AI menyebutkan bahwa hingga 300 juta pekerjaan terdampak oleh AI, dan sektor pemrograman paling terdampak. Associate Partner McKinsey & Company Southeast Asia Vivek Lath beberapa tahun yang lalu menjelaskan, sebanyak 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia akan hilang di masa depan.

AI sendiri dapat melakukan sejumlah pekerjaan secara otomatis dalam bidang programming, seperti otomatisasi koding dan generasi kode (misalnya aplikasi GitHub Copilot), debugging dan testing, serta pemeliharaan kode. Melihat fenomena yang terjadi, shifting peran programmer dan pembelajaran serta pelatihan bagi lulusan baru SMA/ SMK/ Sarjana/S-2 terhadap teknologi informasi terbaru perlu diperhatikan.

Literasi AI

Kemampuan literasi, khususnya pada era AI, memungkinkan lulusan baru untuk menggunakan alat-alat digital yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam lingkungan kerja yang semakin kompetitif, kemampuan ini dapat menjadi keunggulan tersendiri. Misalnya, penggunaan perangkat lunak manajemen proyek, alat kolaborasi online, dan aplikasi analisis data dapat membantu para lulusan baru menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan efektif.

Kecerdasan literasi digital juga membuka peluang bagi lulusan baru untuk berinovasi dan berusaha. Misalnya, perusahaan rintisan di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan itu banyak memanfaatkan teknologi AI untuk menciptakan nilai tambah di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan keuangan.

Lulusan baru diharapkan dapat mengembangkan kemampuan yang sulit digantikan oleh mesin, seperti pemecahan masalah kompleks, kreativitas, dan kemampuan interpersonal. Mereka juga perlu memahami keamanan dan etika digital, serta keterampilan literasi digitalnya diminta terus dikembangkan. Pendidikan tinggi di Indonesia harus memberikan penekanan yang lebih besar pada pengembangan literasi digital untuk menyiapkan lulusan yang siap menghadapi tantangan dan peluang di masa depan yang didorong oleh AI.

Alfonsius Billy Joe Haslim mahasiswa S-2 Program Administrasi Bisnis UNIKA Atma Jaya Jakarta

Simak juga 'Ini yang Dikhawatirkan Menkominfo dari Teknologi AI':






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork