(Revisi) UU Penyiaran dan Suara Rakyat
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Mimbar Mahasiswa

(Revisi) UU Penyiaran dan Suara Rakyat

Senin, 15 Jul 2024 15:10 WIB
Putra Dermawan
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Sejumlah jurnalis dan pekerja media menggelar demo penolakan revisi UU Penyiaran di depan gedung DPR/MPR RI. (Rizky AM/detikcom)
Jurnalis dan pekerja media demo menolak revisi UU Penyiaran di Gedung DPR (Foto: Rizky AM)
Jakarta -
Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah menjadi isu yang sangat kontroversial di Indonesia. Banyak yang percaya perubahan ini bisa berdampak besar pada kebebasan pers dan demokrasi. Meskipun pemerintah mengatakan perubahan tersebut diperlukan untuk menyesuaikan peraturan dengan perkembangan teknologi dan media digital, banyak masyarakat dan media yang khawatir akan potensi penyalahgunaan undang-undang baru tersebut.

Ancaman terhadap Kebebasan Pers

Salah satu kritik utama terhadap revisi UU Penyiaran adalah kekhawatiran bahwa revisi tersebut dapat membatasi kebebasan pers. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan beberapa organisasi berita lainnya mengatakan beberapa ketentuan revisi akan memungkinkan pemerintah untuk menerapkan sensor dan pengawasan yang lebih ketat terhadap konten media. Hal ini dapat menghambat kerja jurnalis investigatif yang kerap mengungkap kasus korupsi dan pelanggaran hukum lainnya.

Misalnya, revisi UU Penyiaran mencakup ketentuan yang mungkin membatasi pelaporan investigasi. Ketentuan ini dinilai melanggar Undang-Undang Pers yang menjamin kebebasan pers dan melarang sensor. Pada Mei 2024, terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai media dan organisasi mahasiswa di depan gedung DPR untuk menolak revisi tersebut. Mereka membentangkan spanduk dan selebaran yang menyerukan agar revisi tersebut dihentikan, dan mengatakan bahwa revisi tersebut merupakan ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi.

Dampak terhadap Demokrasi

Revisi UU Penyiaran tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga berdampak pada demokrasi secara keseluruhan. Media memiliki peran penting sebagai pilar keempat demokrasi, yang bertugas mengawasi jalannya pemerintahan dan memberikan informasi yang akurat kepada publik. Dengan adanya revisi yang membatasi ruang gerak media, transparansi pemerintah bisa berkurang, dan praktik korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan menjadi lebih sulit terungkap.

Kasus yang sering disorot adalah pembatasan terhadap liputan investigatif. Misalnya, banyak laporan mengenai dugaan korupsi yang diungkap oleh jurnalis melalui investigasi mendalam. Dengan revisi UU Penyiaran, ada kekhawatiran bahwa laporan semacam ini akan dibatasi atau disensor, sehingga publik tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan transparan mengenai aktivitas pemerintah dan institusi lainnya.

Tumpang Tindih Regulasi

Selain itu, perubahan UU Penyiaran juga dikritik karena adanya duplikasi dengan peraturan lain, khususnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU Pers mengatur tentang kode etik jurnalistik dan kewenangan Dewan Pers untuk memantau pelanggaran jurnalistik.

Perubahan UU Penyiaran yang bertentangan dengan UU Pers dapat menimbulkan kerancuan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang. Ketua Komite I DPR Meutya Hafid menjelaskan, hal tersebut saat ini masih berupa rancangan di masyarakat dan dapat disempurnakan lebih lanjut dengan memasukkan masukan dari berbagai pihak.

Penolakan Publik

Penolakan terhadap revisi UU Penyiaran ini tidak hanya datang dari organisasi pers, tetapi juga dari masyarakat luas. Mereka menganggap revisi tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers. Mereka menyuarakan kekhawatiran bahwa revisi ini dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk membungkam kritik dan mengontrol informasi yang disampaikan kepada publik.

Kesimpulannya, revisi UU Penyiaran di Indonesia menimbulkan kontroversi besar antara pemerintah dan masyarakat. Di satu sisi, pemerintah mengklaim bahwa revisi ini diperlukan untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan zaman. Di sisi lain, banyak pihak yang khawatir bahwa perubahan ini dapat membatasi kebebasan pers dan merusak demokrasi. Penting bagi pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak agar revisi ini tidak mengancam prinsip-prinsip dasar kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
Putra Dermawan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads