Timnas Italia dengan Euro ibarat pinang dibelah menjadi dua. Memang benar apa kata orang gila bola bahwa Italia tim super duper hoki. Tentu saja publik dibuat syok atas pencapaian Italia di babak 16 besar edisi kali ini. Sejak peluit kick off bapak penyisihan Euro 2024 digaungkan, tim ini serasa punya aura magic. Benar saja bahwa tim ini juga menjadi salah satu pemborong piala prestisius benua biru.
Kita menengok dahulu ke belakang tentang bagaimana kiprah Italia yang mempunyai aura juara sejati pada Euro 2024. Apalagi pertandingan kontra Kroasia dini hari (25 Juni 2024) menyisakan cerita panjang atas kiprah Italia sebagai contoh tim bermental juara.
Italia telah banyak mencicipi --bahkan merasakan, karena saking banyaknya gelar juara-- pencapaian kejuaraan level timnas di dunia. Tim yang berjuluk Gli Azzuri atau istilah bahasa familiernya The Blues ini telah berhasil menjadi tim tersukses. FIFA mengumumkan torehan prestasi mereka pada Piala Dunia dengan status juara 4 kali yakni tahun 1934, 1938, 1982, 2006, dan tampil di dua final lainnya (1970, 1994), dan berhasil meraih posisi ketiga (1990), serta tempat keempat (1978).
Kisah perjuangan final Piala Dunia 2006 juga menjadi bukti atas level juara tim Gli Azzuri. Skandal Calciopoli (pengaturan skor) yang menelan beberapa tim elit Liga Seri A Italia yakni Inter Milan, AC Milan, dan beberapa tim lainnya ikut memberikan kisah haru. Bagaimana tidak? Di tengah rentetan skandal itu, Italia yang sejatinya adalah tim kandidat juara, tapi ikut terdampak akibat federasi yang terimbas. Akibatnya, ada beberapa peraturan FIFA yang menganulir kebijakan laga internasional.
Namanya juga tim lebel juara sejati, babak final 2006 menjadi tonggak sejarah Italia versus Prancis manakala dibumbui juga dengan adegan sundulan maut megabintang Zidane kepada Materazzi. Pada awal babak kedua tambahan waktu, Zidane berjalan kembali ke tengah lapangan setelah sebuah serangan yang dilakukannya gagal. Marco Materazzi mengekor Zidane di belakangnya.
Kejadian tak terduga terjadi kemudian, sang playmaker tiba-tiba berbalik badan dan menyundul dada Materazzi hingga tersungkur. Wasit Horacio Elizondo langsung memberi Zidane kartu merah. Mimpi Zidane menutup karirnya dengan sempurna seketika itu langsung pupus. Kapten Les Blues berjalan keluar lapangan dengan muka kesal. Gli Azzurri resmi berstatus sebagai juara Piala Dunia 2006 setelah algojo penalti ke-5, Fabio Grosso, sukses memasukkan bola ke gawang Fabien Barthez dalam babak adu tos-tosan.
Sungguh nestapa kiranya, sang juara sejati pernah tidak lolos Piala Dunia dua edisi yakni Piala Dunia 2018 dan 2022. Negeri Putin yang menjadi host Piala Dunia 2018 ikut membuat ukiran sejarah nestapa tim bermental juara. Memang bukan hasil yang diinginkan oleh kaum gila bola, ya teman! Gairah sepak bola Italia pasca tidak lolos Piala Dunia Rusia sebenarnya sudah membaik. Buktinya, gelar Euro 2020 didapatkannya sebagai capaian pelepas dahaga usai kondisi 2018.
Mancini yang digadang-gadang akan membukukan brace gelar internasional pasca juara Euro 2020, nyatanya juga tidak mampu mengangkat Italia dari kutukan absen Piala Dunia dua edisi beruntun pada 2022. Tetapi, juara sejati adalah juara sesungguhnya. Euro 2024 kali ini telah mampu menarik kembali sisi supranatural Azzuri untuk dapat kembali mentasbihkan diri sebagai juara sejati.
Kisah ciri khas permainan Italia menjadi faktor utama atas torehan mereka selama ini. Tak ada kata menyerah dengan filsosofi permainan long ball dan defensive ala negeri Pizza tentunya. Acap umpan-umpan panjang kala bersua dengan Kroasia di Euro 2024 menjadi senjata andalan. Berkali-kali defender mereka tidak jarang mengirim umpan manja langsung ke bibir pertahanan Kroasia.
Benteng ala Takeshi yang digawangi oleh Donaruma, Alessandro Bastoni, Riccardo Calafiori, Matteo Darmian, Giovanni Di Lorenzo, dan Federico Dimarco terus memberikan sentuhan khas benteng sekaligus midfielder sebagai pengatur irama serangan. Seakan tak lekang oleh waktu, komposisi mereka mengingatkan pada kisah bek edisi juara Piala Dunia 2006. Kala itu Buffon, Cannavaro, Zaccardo, Grosso, Barzagli, Nesta, Zambrotta, Oddo, dan Materazzi mampu menjadi penjaga benteng sekaligus sebagai second midfielder dari area fundamental tim; hasilnya juara Piala Dunia 2006.
Dari kisah kasih Italia dengan rentetan juara mereka, membuat kita perlu mengkaji bersama atas kedigdayaan negeri pizza selama gelaran sepak bola di ajang bergengsi bumi ini. Selain faktor sejarah yang diusung oleh para punggawa terdahulu, filosofi sepak bola mereka juga patut jadi catatan. Apalagi kita mengaca dari performa timnas Indonesia. Timnas ini perlu mencontoh rentetan sejarah serta filosofi bermain.
Tentunya, sejarah telah banyak diukir oleh timnas garuda sepanjang tahun ini; bahkan di level semua kelompok usia. Pada 2023, timnas berhasil mencetak sejarah sebagai tim yang mampu lolos ke babak 16 besar Piala Asia 2024; timnas berhasil mencatatkan diri sebagai timnas kelompok usia 23 untuk pertama kalinya lolos ke babak 4 besar Piala Asia U23. Belum sampai di situ, timnas senior baru-baru ini juga mentasbihkan diri sebagai timnas dengan torehan sejarah masuk babak ke-3 Zona Asia kualifikasi Piala Dunia 2026. Kisah mental juara Italia akan terus inspiring timnas Indonesia dan seluruh khalayak.
Ahmad Afif pengamat dan komentator sepak bola
Simak Video 'Ekspresi Suram Italia Seusai 'Ditendang' Swiss di Euro 2024':
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT