Antara Kecak Bali dan Khon Thailand
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Antara Kecak Bali dan Khon Thailand

Sabtu, 22 Jun 2024 14:10 WIB
Amare Amodia
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Penari menampilkan Tari Kecak Uluwatu untuk menghibur wisatawan di kawasan Uluwatu, Badung, Bali, Kamis (11/4/2024). Pengelola Tari Kecak Uluwatu yang merupakan salah satu atraksi wisata utama di Bali itu menambah jadwal pementasan menjadi dua kali sehari dengan kapasitas sekitar 1.000 orang dalam setiap pementasan karena melonjaknya jumlah wisatawan yang berkunjung pada masa libur Lebaran 2024. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz
Tari Kecak sebagai pertunjukan wisata di Uluwatu, Bali (Foto: Fikri Yusuf/Antara)
Jakarta -
Tari tidak hanya berfungsi menghibur, namun juga merupakan medium budaya yang kerap digunakan untuk menghidupkan kembali cerita-cerita epik. Salah satu cerita epik yang umum diketahui masyarakat ialah Ramayana.

Ramayana, sebuah kisah kuno yang penuh petualangan dan keberanian, telah menginspirasi berbagai bentuk seni pertunjukan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh Asia Tenggara. Dua tarian yang menonjol dalam menyajikan kisah Ramayana ialah Tari Kecak dari Bali dan Tari Khon dari Thailand. Meskipun keduanya menceritakan kisah yang sama, perbedaan signifikan dalam penampilan, gaya, dan ekspresi artistik keduanya memberikan perspektif yang unik dan kaya tentang budaya masing-masing.

Kolektivitas vs Individualitas

Tari Kecak, dengan musik vokal "cak-cak-cak" yang mengiringi gerakan para penari, menonjolkan kolektivitas dalam penyajiannya. Tarian ini menampilkan adegan perang dan pencarian dengan gerakan dinamis dan energik, di mana penari menggambarkan berbagai karakter dari Ramayana tanpa menggunakan dialog. Tari ini adalah cerminan dari budaya Bali yang menekankan pentingnya komunitas dan kerja sama.

Dalam sebuah dunia yang semakin terfragmentasi, Tari Kecak menawarkan pengingat yang kuat tentang kekuatan kebersamaan dan solidaritas. Namun, perlu dicatat bahwa absennya penari perempuan dalam Tari Kecak mencerminkan peran gender yang terbatas dalam konteks tradisional Bali, yang mungkin tidak lagi relevan dengan nilai-nilai modern tentang kesetaraan. Ini menjadi topik refleksi dan diskusi lebih lanjut mengenai bagaimana tradisi dapat beradaptasi dengan nilai-nilai kontemporer tanpa kehilangan esensinya. Dalam hal ini, Tari Kecak menghadapi tantangan untuk tetap relevan di era modern, sambil mempertahankan karakteristik tradisionalnya.

Sebaliknya, Tari Khon dari Thailand menonjolkan individualitas karakter dengan penggunaan topeng dan kostum yang rumit. Setiap karakter dalam Tari Khon diperankan oleh penari yang menggunakan gerakan tangan, tubuh, dan wajah untuk mengekspresikan kepribadian dan emosi karakter tersebut. Keindahan estetika dan kemewahan kostum Tari Khon menunjukkan hubungan erat antara seni pertunjukan dan kekuasaan politik di Thailand.

Tari Khon sering dihubungkan dengan keluarga kerajaan dan acara-acara istana, memperkuat posisi elite sosial dan legitimasi politik. Tari Khon mencerminkan adaptasi budaya yang menghargai partisipasi perempuan, meskipun peran laki-laki tetap dominan dalam pementasan tradisionalnya. Ini menunjukkan bagaimana tradisi dapat berkembang menjadi lebih inklusif tanpa mengabaikan akar sejarahnya. Perubahan ini mencerminkan dinamika sosial di Thailand, di mana ada upaya untuk menyeimbangkan antara konservasi budaya dan modernitas.

Perubahan Signifikan

Modernisasi dan globalisasi telah membawa perubahan signifikan pada kedua tarian ini. Tari Kecak telah menjadi atraksi wisata yang populer di Bali, menarik pengunjung dari seluruh dunia. Adaptasi budaya Bali terhadap ekonomi global menunjukkan bagaimana seni pertunjukan tradisional dapat menjadi komoditas pariwisata. Namun, komersialisasi ini bisa mengikis nilai-nilai tradisional yang menjadi inti dari Tari Kecak, menciptakan tantangan untuk mempertahankan keaslian budaya sambil tetap menarik minat global.

Bagaimana kita bisa mempertahankan keaslian budaya sambil tetap menarik minat global merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh pelaku seni tradisional pada era modern. Pertanyaan ini menggarisbawahi kebutuhan untuk menemukan keseimbangan antara pelestarian warisan budaya dan adaptasi terhadap tuntutan zaman. Tanpa keseimbangan ini, ada risiko kehilangan esensi budaya yang menjadi daya tarik utama seni tradisional.

Tari Khon juga telah mengalami modernisasi, dengan elemen-elemen baru yang ditambahkan untuk menarik penonton yang lebih muda dan internasional. Penggunaan teknologi pencahayaan dan panggung modern dalam pementasan Tari Khon mencerminkan upaya untuk menjaga relevansi budaya tradisional di tengah perubahan zaman. Namun, ada kekhawatiran bahwa inovasi ini bisa mereduksi nilai-nilai tradisional dan keaslian budaya.

Apakah penambahan elemen modern ini benar-benar diperlukan untuk mempertahankan minat penonton, atau justru mengaburkan esensi dari Tari Khon itu sendiri? Pertanyaan ini juga penting untuk direnungkan, terutama dalam konteks upaya mempertahankan warisan budaya sambil tetap mengikuti perkembangan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa modernisasi harus dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan dampak jangka panjang pada identitas budaya.

Dinamis dan Adaptif
Melalui analisis kritis, kita dapat melihat bahwa Tari Kecak dan Tari Khon bukan hanya representasi estetika dari kisah Ramayana, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai budaya, sosial, dan politik masyarakat mereka. Kedua tarian ini menunjukkan bagaimana budaya bisa menjadi dinamis dan adaptif, namun tetap menjaga identitas dan warisan tradisionalnya. Dengan memahami konteks budaya dan perubahan yang terjadi dalam Tari Kecak dan Tari Khon, kita dapat menghargai kompleksitas dan keindahan warisan budaya Asia Tenggara.

Cara kita menghargai dan mendukung seni pertunjukan tradisional dalam menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi, serta bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan antara pelestarian warisan budaya dan adaptasi terhadap perubahan zaman, merupakan pertanyaan-pertanyaan penting yang harus kita renungkan saat menikmati keindahan dan keunikan Tari Kecak dan Tari Khon. Melalui apresiasi dan pemahaman yang mendalam, kita dapat berkontribusi pada pelestarian warisan budaya yang berharga ini.

Amare Amodia mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Simak juga 'Saat Beli Properti di Bali, Mimpi!':
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads