Ulang Tahun dan Masa Depan Jakarta

Kolom

Ulang Tahun dan Masa Depan Jakarta

Ulil Absor - detikNews
Kamis, 20 Jun 2024 11:15 WIB
Ilustrasi Jakarta
Foto ilustrasi: Angga Aliya
Jakarta -

Bulan ini Jakarta kita ulang tahun; tanggal 22 Juni 2024 Jakarta genap berusia 497 tahun, angka yang cukup dewasa untuk sebuah kota. Ulang tahunnya kali ini mendapat kado yang berbeda, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Undang-Undang ini melepaskan status Jakarta sebagai ibu kota negara. Selain melepas status ibu kota negara, undang-undang tersebut menyematkan Jakarta sebagai kota perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kebaruan Jakarta diharapkan menjadi episentrum ekonomi Indonesia menjadi simpul-simpul bisnis dengan negara-negara di kawasan dan global.

Penyematan desentralisasi asimetris Jakarta sebagai kepentingan strategis nasional agar mampu meningkatkan daya saing negara secara global mendorong penentuan daerah tertentu sebagai pusat perekonomian nasional sehingga berkontribusi pada perekonomian global. Sederhananya, Jakarta dituntut untuk bertransformasi menjadi kota yang harus mampu menyediakan pendapatan yang cukup, biaya tinggal yang terjangkau, dan fasilitas-fasilitas yang baik serta biaya transportasi yang mudah dan murah bagi warga Jakarta.

Kota Global

Menempatkan Jakarta sebagai kota global memiliki konsekuensi bahwa Jakarta siap untuk bersaing dengan kota-kota besar di seluruh dunia. Untuk dapat menjadi kota global dapat dilihat dari oleh konektivitas internasional; keterhubungan global antarkota di dunia dapat berdampak pada aliran invertasi, pertukaran ilmiah, transaksi modal. Untuk itu diperlukan banyak sumber daya sebagai modal katalis pertumbuhan ekonomi dan bisnis.

Jakarta masih belum mampu bersaing dengan kota-kota di dunia dalam hal konektivitas yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Ranking Jakarta sebagai kota global terus menurun tiga tahun berturut-turut --2023 ranking 74, 2022 ranking 69, dan 2021 ranking 6.

Jika melihat kekuatan enam pilar fungsi yakni Ekonomi, Penelitian dan Pengembangan, Interaksi Budaya, Kelayakan Hidup, Lingkungan Hidup, dan Aksesibilitas, pada 2019 hingga 2023 Global Power City Index (GPCI) Jakarta berada di peringkat 45 dari 48 kota di dunia. Empat tahun berturut stagnan, padahal pada 2016 Jakarta menduduki ranking 41 dari 48 kota. Tantangannya adalah lepas dari status ibu kota negara apakah Jakarta mampu bermetamorfosis menjadi kota global atau justru makin merosot GPCI-nya.

Transisi Jakarta jauh lebih berat tanpa menyandang status ibu kota negara. Potensi pertumbuhan ekonomi Jakarta di bawah tekanan, tetapi peluang ekonomi multisektor belum menunjukkan kontraksi yang lebih baik. Karakteristik, kekuatan, dan kelemahan Jakarta sebagai pusat keuangan Indonesia bagian dari sistem keuangan global. Di kategori livabilitas, harga perumahan, dan akses mendapatkan tempat tinggal yang layak, kota ini masih tertinggal cukup signifikan --pemerintah dan pemerintah daerah belum mampu menawarkan solusi.

Program pemerintah terhadap kualitas livabilitas tidak banyak, justru pemerintah daerah sering berkonflik dengan warga terkait dengan akses perumahan --konflik Kampung Bayam antara warga dan pemerintah tak kunjung usai. Dalam hal livabilitas pemerintah daerah lebih mengedepankan aspek authority ketimbang aspek keadilan. Program perumahan dengan DP nol persen yang berganti dengan istilah Program Rumah DP Nol Rupiah, berganti nama jadi Hunian Terjangkau Milik.

Pemerintah Jakarta melalui nama baru itu berharap program dapat berjalan lebih efektif, tepat sasaran. Awalnya program Hunian Terjangkau Milik merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hunian di Jakarta. Penyediaan rumah milik tersebut mimpi untuk menaikkan kasta, dari penyediaan rusun sewa menjadi hak milik.

Rusun sewa berperan menjadi inkubator perekonomian masyarakat berpenghasilan rendah yang belum memiliki dana untuk mencicil rumah. Faktanya, program hunian terjangkau yang digadang-gadang pemerintah Jakarta memiliki jalan yang terjal; rusun sewa yang diharapkan menjadi inkubator perekonomian tidak berfungsi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi ekonomi bergejolak negatif. Penghasilan masyarakat bawah makin tertekan oleh biaya hidup dan biaya sewa hunian Jakarta.

Mahalnya biaya hidup dan biaya tempat tinggal berkorelasi dengan lingkungan hidup. Maraknya bangunan-bangunan semi permanen untuk tempat tinggal di bantaran kali masih menjadi potret buram. Tempat tinggal yang tidak layak dan lingkungan yang kotor menjadi tantangan dengan populasi penduduk tertinggi di Indonesia.

Biaya hidup tinggi juga berdampak pada angka kriminalitas. Bersama kelemahan lingkungan hidup jelas berpengaruh pada indikator-indikator livabilitas. Merujuk pada enam indikator GPCI, Jakarta menduduki peringkat ke-40 untuk fungsi ekonomi, peringkat ke-45 untuk fungsi penelitian dan pengembangan, peringkat ke-42 untuk fungsi interaksi budaya, peringkat ke-29 untuk fungsi tingkat daya hidup, peringkat ke-46 untuk fungsi lingkungan dan peringkat ke-45 untuk fungsi aksesibilitas.

Secara spesifik peringkat Jakarta untuk fungsi-fungsi tersebut masih cukup rendah. Kontradiksi Jakarta menjadi kota global muncul pada regulasi tentang pemerintah daerah khusus Jakarta tersebut. Menghilangkan status ibu kota negara, namun menyematkan kota global dan pusat ekonomi nasional.

Lazimnya kota global merupakan kota yang berfungsi sebagai pusat aktivitas ekonomi, perdagangan, dan investasi skala nasional dan internasional serta merupakan tempat kedudukan perusahaan transnasional dan kantor lembaga pemerintahan, dan lembaga internasional yang bergerak di bidang moneter, investasi, jasa keuangan dan perdagangan. Praktis provinsi daerah khusus Jakarta tidak akan ada lagi kantor lembaga pemerintah ataupun duta besar negara sahabat.

Indikator aksesibilitas akan semakin terperosok untuk Jakarta menjadi kota global. Tantangan ini yang harus segera direspons oleh pemerintah Jakarta untuk menjadikan Jakarta kota maju yang sejajar dengan kota-kota besar di dunia

Aglomerasi

Dalam Undang-Undang tentang Provinsi Khusus Jakarta, Jakarta seolah justru akan bertansformasi menjadi kota industri. Muncul istilah aglomerasi yang merupakan konsep Marshall dalam menciptakan sentralisasi industri. Lokalisasi industri menurut Marshall muncul ketika sebuah lokasi dipilih untuk kegiatan produksi diharapkan mampu berlangsung dalam jangka panjang, sehingga masyarakat dapat memperoleh keuntungan ketika mendirikan usaha di sekitar lokasi tersebut.

Konsep ini justru menjadi beban bagi Jakarta yang harus mengembangkan kota-kota ekonomi di sekitarnya. Jika berhasil memang akan berdampak pada keberhasilan kota-kota di sekitarnya, bergabung bersama menjadi kota megapolitan. Namun ini bukanlah hal yang mudah; orkestrasi pertumbuhan ekonomi harus padu.

Selama ini kota-kota industri justru berada di luar Jakarta seperti Bekasi dan Tanggerang. Sementara industri pariwisata justru banyak berkembang di Bogor. Artinya, Jakarta menjadi kota parsial ataupun lokalisasi industri tidak cukup modal. Implementasi aglomerasi yang dipimpin oleh wakil presiden sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut membutuhkan tata kelola kolaborasi multisektor antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan juga media.

Visi bersama antarsektor tersebut harus terbangun. Pelibatan peran yang seimbang dan pemberdayaan dan peran serta masyarakat menjadi faktor kunci keberhasilan dalam mewujudkan kota megapolitan. Swasta harus padu dengan pemerintah dalam perputaran finansial di Jakarta.

Setelah Munculnya IKN

Jakarta saat ini memang memiliki episentrum ekonomi nasional --ada Bank Indonesia, Bursa Efek, dan kantor-kantor Badan Usaha Milik Negara yang menjadi motor perputaran ekonomi. Namun apakah setelah munculnya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, episentrum tersebut tetap ada di Jakarta? Pilihannya; pertama, komitmen untuk menjadikan Jakarta episentrum ekonomi nasional; hal tersebut harus berada di Jakarta. Sinergitas kolaborasi harus tetap dijaga antara Jakarta dan IKN. Meskipun dalam pengelolaan Jakarta tetap mengedepankan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah harus berjalan dengan apik.

Kedua, perusahaan multinasional juga harus berada di Jakarta. Pemerintah Jakarta dan pemerintah pusat bisa meniru tata kelola Melbourne yang menjadi kota bisnis bagi Australia sejak ibu kota bergeser ke Canberra. Tata kelola layanan Jakarta disarankan lebih mengedepankan digital. Pembenahan transportasi massal menjadi pilihan utama untuk menarik dan membentuk konektivitas yang terintegrasi.

Ketiga, kantor lembaga perwakilan negara-negara sahabat seyogianya tetap berada di Jakarta. Hal ini sebagai penguat Jakarta sebagai kota bisnis. Pembagian peran antara IKN sebagai kota pemerintahan dan Jakarta sebagai kota bisnis mesti berjalan selaras. Jakarta diberikan kewenangan kerja sama antara swasta dan pemerintahan global untuk dapat meningkatkan konektivitas, sehingga mampu tumbuh dan berkembang sebagai kota global.

Ulil Absor pengamat perkotaan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak juga 'Yuk Kepoin! Cara Bikin Ondel-ondel ala Kampung Setu Babakan':

ADVERTISEMENT

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads