Setelah MA Mengubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Mimbar Mahasiswa

Setelah MA Mengubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Ega Adriansyah - detikNews
Jumat, 14 Jun 2024 16:08 WIB
Kantor Mahkamah Agung RI
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Hak Uji Materi (HUM) Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabanai tentang aturan batas usia minimal calon kepala daerah yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Dalam pertimbangannya, MA menilai bahwa Pasal 4 Ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

MA mengubah ketentuan syarat minimal usia calon gubernur (cagub) di pilkada yang semula berusia paling rendah 30 tahun yang terhitung sejak penetapan pasangan calon (paslon), menjadi terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Menurut MA, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai cagub berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan paslon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh sebab itu, MA memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Ada Kepentingan Politik?

ADVERTISEMENT

Banyak yang menilai, keputusan MA ini dilatarbelakangi oleh kepentingan politik keluarga Presiden Jokowi. Sebagaimana diketahui, jeda waktu antara proses dan pengabulan permohonannya sangat singkat. Persislah seperti pengabulan permohonan uji materi aturan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden yang dilakukan Mahkamah Konstitusi. Bedanya, ini lebih cepat. Cuma tiga hari. Tanggal 27 Mei 2024 diajukan, tanggal 29 Mei dikabulkan. Sangat sat set.

Namun, Juru Bicara MA Suharto menjelaskan, cepatnya MA memproses uji materi terkait batas usia calon kepala daerah ini sudah sesuai asas ideal sebuah lembaga peradilan. Sebuah lembaga peradilan yang mampu memproses suatu perkara dengan cepat bisa dikatakan lebih baik. Sebab hal itu bisa membuat beban biaya dan kebutuhan menangani perkara lainnya menjadi ringan.

Tapi tetap saja, karena momennya memang sedang tahun politik, penjelasan itu tidak bisa membendung prasangka sebagian pihak yang menduga ada kepentingan politik di balik keputusan MA yang terkesan begitu terburu-buru itu. Tahun 2024 ini, Indonesia dihadapkan pada dua hajat politik akbar. Pemilu Serentak dan Pilkada.

Pemilu Serentak sudah lewat. Pemilihan presiden dimenangkan Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka. Sedangkan partai pemenang pemilunya adalah PDIP dengan perolehan suara sekitar 16 persen. Hajat politik yang akan dihadapi Indonesia selanjutnya adalah pilkada. Pelaksanaannya pada November.

Keputusan MA terkait batas usia calon kepala daerah dinilai sebagai upaya melanggengkan jalan putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, yang digadang-gadang maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) di suatu daerah. Saya tidak tahu pasti apakah dugaan ini benar atau tidak, yang jelas keputusan MA banyak dikritik oleh berbagai pihak. Seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).

ICW dan PSHK menilai amar putusan itu bermasalah. Selain dua lembaga itu, PKS juga menilai peraturannya tidak sesuai UU Pilkada. Begitupun PDIP; Sekjen Hasto Kristiyanto menyampaikan bahwa harusnya putusan itu menjadi produk DPR. Semua pihak itu menduga adanya unsur politik dibalik putusan MA.

Saya juga merasa seperti ada unsur politik dalam putusan itu. Terlebih dari pengalaman sebelum pemilu kemarin, MK yang mengubah aturan batas usia calon presiden dan wakil presiden juga terbukti melanggar etik. Tapi, saya tidak berharap dugaan itu benar.

Politik yang Sehat

Politik merupakan sesuatu yang menjadi faktor utama penunjang pembangunan dan keberhasilan suatu negara dalam menghadapi berbagai persoalan (sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan). Namun, untuk itu aktivitas politik yang sehat menjadi sesuatu yang mutlak harus ada. Kalau kemudian para pejabat memainkan kewenangan politiknya dengan tidak sehat, sesuai kemauan pribadi atau kelompok, maka rasanya akan sulit bagi suatu negara untuk jaya.

Di sinilah peran kita sebagai akademisi, oposisi, dan publik secara umum kemudian dibutuhkan. Agar aktivitas politik menjadi sehat, pengawasan yang kita lakukan sangat perlu. Kita punya hak demokrasi. Punya hak untuk mengkritisi setiap kebijakan atau langkah yang diambil oleh pemerintah, dan berhak untuk menyuarakan pendapat atau aspirasi kepada pemerintah. Semoga sistem politik di negara kita selalu sehat dan tidak berjalan sesuai kemauan pribadi atau kelompok.

Ega Adriansyah mahasiswa UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads