Menjawab Tantangan Setelah Akreditasi

Kolom

Menjawab Tantangan Setelah Akreditasi

Frangky Selamat - detikNews
Jumat, 07 Jun 2024 14:30 WIB
Biaya (Mahal) Akreditasi Perguruan Tinggi
Jakarta -

Suhu udara yang panas dan lembab di luar ruang seolah terhapus dengan kesejukan dan kegembiraan yang menyelimuti seluruh personel yang hadir dalam acara syukuran. Semua tersenyum dan tertawa lepas setelah berbulan-bulan lamanya berkutat dengan penyiapan data dan informasi terkait akreditasi program studi.

Satu minggu sebelumnya, setelah empat bulan dokumen yang dipersyaratkan diajukan (submit) ke lembaga terkait, yang lalu melewati serangkaian proses, termasuk visitasi asesor yang menegangkan, hasil akreditasi telah diumumkan. Hasil yang sesuai harapan dan semua personel tim yang terlibat pun bersorak gembira. Kerja keras tidak sia-sia dan berbuah manis.

Akreditasi institusi dan program studi adalah keharusan karena tanpa itu lembaga pendidikan tidak memiliki legalitas untuk menyelenggarakan program pembelajaran, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Maka, mau tidak mau dan suka tidak suka, pengelola program studi harus melaksanakannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Indonesia penyelenggara akreditasi dijalankan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) sesuai dengan bidang ilmu. Jika akreditasi tingkat nasional telah terpenuhi, selanjutnya dapat melangkah ke tingkat internasional. Dikti pun telah mengeluarkan daftar lembaga akreditasi internasional yang diakui kredibilitasnya.

Masyarakat yang berkepentingan tentu memperhatikan status "terakreditasi" institusi dan program studi. Di satu survei internal yang melibatkan mahasiswa sebagai responden, memperlihatkan nilai akreditasi sebagai salah satu syarat utama yang mereka pertimbangkan ketika memilih program studi. Tentu saja nilai akreditasi terbaik yang menjadi prioritas mereka.

ADVERTISEMENT

Bisa ditebak, jika nilai akreditasi tidak "bagus", maka calon mahasiswa cenderung menjauh. Ini menjadi "bencana" bagi perguruan tinggi swasta.

Di balik hiruk pikuk proses akreditasi yang sering "menghebohkan" pihak-pihak yang terlibat, tujuan "mulia" akreditasi mungkin jadi dilupakan. Tim yang terlibat biasanya fokus memikirkan bagaimana agar segala persyaratan dipenuhi sehingga memperoleh nilai terbaik.

Tujuan Akreditasi

Sesungguhnya tujuan akreditasi adalah untuk meningkatkan kualitas atau mendorong perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dari program studi yang diakreditasi. Lembaga akreditasi melalui asesor melakukan evaluasi yang adalah "penyelidikan sistematis yang mengarah pada penilaian tentang manfaat, nilai dan signifikansi program dan organisasi serta dukungan terhadap pengambilan keputusan." (Cousins dkk, 2004).

Sebagai sebuah intervensi, evaluasi menawarkan peluang untuk melampaui pengumpulan dan pemantauan informasi kinerja hingga penciptaan pengetahuan untuk pengambilan keputusan strategis dan perbaikan berkelanjutan (Preskill, 1999).

Akreditasi dapat memberikan banyak kesempatan untuk belajar: melalui hasil evaluasi yang substantif, atau melalui partisipasi dalam proses yang sebenarnya.

Namun sayang, dalam praktik dampak akreditasi lebih mengarah pada peningkatan daya tarik atau citra program studi yang diusung. Dengan hasil akreditasi yang bagus minimal dapat mempertahankan atau lebih baik lagi, meningkatkan jumlah mahasiswa. Apalagi bagi perguruan tinggi swasta yang banyak menggantungkan diri pada pendapatan dari penerimaan mahasiswa.

Hasil penelitian lain menunjukkan dampak akreditasi untuk meningkatkan retensi yang lebih tinggi dan tingkat kelulusan mahasiswa, produktivitas penelitian yang lebih tinggi dan pentingnya kontribusi intelektual. Hanya sedikit yang mengarah pada peningkatan pembelajaran mahasiswa atau kinerja organisasi.

Singkat kata, proses akreditasi lebih dipandang sebagai upaya meraih status yang diharapkan dapat membangun reputasi ketimbang perbaikan internal untuk meningkatkan kualitas yang berkelanjutan.

Bukan Tujuan Akhir

Sebuah studi menunjukkan bahwa untuk memaksimalkan manfaat pembelajaran dari akreditasi, dekan atau pimpinan institusi harus mencontohkan dan mendorong perilaku yang mendukung budaya pembelajaran. Hal ini mencakup perubahan dalam komunikasi yang memfasilitasi dialog dan refleksi serta keterbukaan terhadap pengambilan risiko (Elliot & Goh, 2013).

Studi tersebut juga menegaskan bahwa proses akreditasi dapat mendorong peningkatan kinerja melalui perbaikan terus-menerus. Kepemimpinan menjadi kunci untuk mendorong perubahan tersebut. Dekan dipandang sebagai sosok pendorong utama perubahan dan mempelopori upaya itu dengan segala konsekuensi yang mengikuti.

Maka, sambil mensyukuri perolehan hasil akreditasi setelah berproses berbulan-bulan lamanya, jangan dilupakan esensi utama akreditasi. Nilai akreditasi bukan tujuan akhir. Justru proses peningkatan kualitas pembelajaran menjadi rangkaian yang tidak pernah berhenti. Lembaga pendidikan wajib menjawab tantangan itu, lebih dari sekadar memenuhi syarat akreditasi.

Frangky Selamat dosen Program Studi Sarjana Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads