Menggiatkan Kewirausahaan Generasi Z
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menggiatkan Kewirausahaan Generasi Z

Rabu, 05 Jun 2024 16:10 WIB
Andreas A. Susanto
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
andreas
Andreas A. Susanto (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Tingkat pengangguran kelompok muda di Indonesia termasuk cukup tinggi di Asia Tenggara (World Bank, 2020). Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2019 menunjukkan bahwa jumlah anak muda berkontribusi sepertiga dari pengangguran di Indonesia. Hal yang sama ditunjukkan dari Sakernas 2023 di mana jumlah pengangguran terbuka didominasi oleh mereka yang berusia 15-24 tahun atau dikenal dengan Generasi Z. Hal ini bila tidak diperhatikan secara serius jalan keluarnya dapat menjadi ancaman bagi bonus demografi dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045.

Mendorong pengembangan dan penguatan kewirausahaan dapat menjadi jalan yang tepat untuk mengatasi pengangguran Generasi Z, dan sekaligus sebagai langkah penting dalam membangun perekonomian yang kuat di masa depan. Ada sejumlah alasan yang relevan untuk menggiatkan tumbuh kembangnya kewirausahaan Generasi Z. Pertama, data Sakernas 2009 - 2024 menunjukkan tren menyusutnya lapangan kerja di sektor informal selama 15 tahun terakhir. Ini berarti peluang masuk pasar kerja formal makin sulit, dan hanya 13,6% pencari kerja dari Generasi Z lulusan 2022 yang diterima bekerja di sektor informal.

Kedua, telah terjadi pergeseran makna bekerja di kalangan Generasi Z, sehingga pekerjaan formal kurang begitu menarik lagi bagi mereka. Generasi Z lebih tertarik untuk bekerja secara fleksibel sesuai passion-nya, yang tidak terikat pada kewajiban kerja di kantor nine-to-five. Preferensi bekerja seperti itu akan lebih terakomodasi dalam kewirausahaan di industri kreatif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiga, dengan mengembalikan anak muda yang kurang beruntung dan terpinggirkan ke arus utama ekonomi dan keluar dari pengucilan sosial, kewirausahaan anak muda dapat membantu mengatasi masalah sosial-psikologis seperti kenakalan dan kriminalitas yang sering timbul dari pengangguran anak muda.

Minat Cukup Tinggi

ADVERTISEMENT

Selain ketiga alasan di atas, sebetulnya minat anak muda di Indonesia untuk menjadi wirausaha cukup tinggi (U-Report Indonesia, 2019). Survei World Economic Forum (2019) juga menunjukkan 35,5% anak muda Indonesia yang berusia 15 s.d 35 tahun berkeinginan menjadi pengusaha. Pada 2022, tercatat sekitar 19,48% anak muda di Indonesia menjadi wirausaha (Global Threat Report, 2024). Namun rasio wirausaha anak muda masih sangat kecil, sehingga perlu ada dorongan dan fasilitasi dari berbagai pihak.

Pemerintah, melalui Perpres No.2 Tahun 2022 telah menegaskan upayanya untuk penguatan dan pengembangan kewirausahaan dengan mewujudkan ekosistem berwirausaha. Upaya untuk mengoptimalkan peningkatan kewirausahaan pemuda juga dilakukan oleh Kemenpora bidang Kewirausahaan Pemuda. Namun, tantangan dan hambatan untuk membangun ekosistem kewirausahaan masih cukup besar.

Menurut Bappenas (2020), tantangan yang dihadapi oleh wirausaha muda antara lain informasi yang kurang lengkap, pengetahuan dan keterampilan untuk berwirausaha, pengalaman yang minim, kurangnya dukungan sumber daya, jaringan usaha, dan keluarga untuk memulai dan mengembangkan usahanya.

UNDP (2020) menunjukkan kurangnya lingkungan penunjang untuk pengembangan usaha, dan dukungan kebijakan terpadu dari pemerintah di semua tingkat. Pengembangan ekosistem maupun sistem yang dapat mempermudah bertemunya para pemilik ide dengan pemodal untuk membuat wirausaha juga masih menghadapi kesulitan.

Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) menilai sistem pendidikan di banyak negara berkembang saat ini masih kurang memiliki dukungan bagi tumbuhnya kewirausahaan kaum muda. Kewirausahaan belum ditumbuhkembangkan pada siswa sejak tingkat sekolah dasar. Setelah meninggalkan sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi, orientasi utama siswa masih untuk mencari pekerjaan di perusahaan atau menjadi pegawai negeri. Ini menunjukkan perlunya mengintegrasikan budaya kewirausahaan, pengembangan pola pikir dan perilaku kewirausahaan ke dalam sistem pendidikan (kurikulum) dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa ada kelemahan pada berbagai pelatihan kewirausahaan yang diberikan selama ini. Pertama, pelatihan lebih banyak mengajarkan manajemen bisnis daripada keterampilan kewirausahaan. Fokus berlebihan pada strategi dan perencanaan bisnis sering bertentangan dengan kebutuhan kewirausahaan sehari-hari untuk merespon fleksibilitas terhadap kegagalan dan lingkungan yang terus berubah.

Kedua, pelatihan memiliki karakter "satu ukuran untuk semua" sehingga kurang mempertimbangkan keragaman peluang ekonomi, kendala budaya, harapan sosial, dan dimensi gender. Hasilnya adalah kesenjangan antara pelatihan yang diberikan dan kebutuhan nyata dalam praktik kewirausahaan.

Ekosistem yang Kondusif

Tampaknya pendidikan kewirausahaan yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar inklusi pelatihan kewirausahaan dalam kurikulum sekolah. Penting juga bagi setiap pendidikan dan pelatihan kewirausahaan untuk didasarkan pada kebutuhan spesifik dan posisi kaum muda, serta konteks sosial-budaya dalam mengembangkan wirausahanya. Selain itu, perhatian yang besar juga perlu diberikan pada faktor-faktor yang dapat mendorong dan membatasi kaum muda untuk memulai bisnisnya sendiri.

Pengakuan terhadap prestasi wirausahawan muda dan menjadikan mereka sebagai panutan kiranya dapat dijadikan salah satu contoh konkret untuk mendorong kaum muda mengeksplorasi dunia kewirausahaan. Perlakuan positif itu akan menguatkan keyakinan para pemuda lain bahwa mereka juga dapat belajar berwirausaha dan akhirnya berhasil memulai usaha kecil mereka sendiri.

Lebih jauh, strategi mempromosikan kewirausahaan yang holistik dan terpadu diperlukan untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi tumbuhnya inisiatif kewirausahaan pemuda. Perlu dibangun kesepahaman yang komprehensif dalam membentuk suatu kerangka kerja yang jelas untuk mendukung sinkronisasi sistem pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, kebijakan pemerintah, institusi bisnis dan keuangan, serta dukungan sosial-budaya dan teknologi yang dapat mendorong pengembangan wirausaha yang digerakkan oleh Generasi Z ini.

Di atas semua itu, upaya menempatkan kewirausahaan Generasi Z sebagai keunggulan perlu dilihat sebagai bagian penting dalam membangun masa depan bangsa. Oleh karena itu, ia menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa untuk secara terpadu menyediakan dasar bagi terbentuknya paradigma pengukuhan kewirausahaan pemuda. Dalam kapasitasnya masing-masing, semua sektor masyarakat dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam menumbuhkembangkan kewirausahaan. Dengan komitmen dan kolaborasi semua pihak, Generasi Z kita diharapkan dapat menjadi generasi yang produktif dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Andreas A. Susanto dosen Prodi Sosiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads