Pada 24 April 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menyatakan bahwa pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih Pemilu 2024. Prabowo dan Gibran secara resmi dikatakan sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU)
Setelah ditetapkannya Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden pemenang pemilu, yang menjadi isu selanjutnya adalah susunan kabinet yang akan ditetapkan oleh Prabowo. Terkait dengan susunan kabinet yang akan dibuat, muncul wacana penambahan kursi menteri yang awalnya 34 kursi menjadi 40 kursi.
Wacana itu muncul diawali dengan usulan dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APTHTN-HAN) untuk menambah jumlah kementerian. Wacana ini semakin diperkuat dengan perkataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman yang memberi sinyal positif kemungkinan terbentuknya kabinet gemuk dalam masa pemerintahan Prabowo
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara untuk memastikan hal ini bukan hanya untuk ajang berbagi kekuasaan --apalagi dengan langkah politik merangkul semua pihak yang diambil oleh Prabowo?
Menimbulkan Kecurigaan
Kabinet gemuk adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah kabinet yang memiliki jumlah menteri yang banyak. Dalam peraturan perundang-undangan yang ada, Pasal 15 UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyatakan bahwa "Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat)." Maka dari itu, jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34.
Oleh karena itu, jika penambahan jumlah kabinet kementerian menjadi 40 direalisasikan, akan diperlukannya perubahan perundang-undangan. Perubahan perundang-undangan tentu tidak bisa dilakukan secara asal demi kepentingan diri sendiri; diperlukannya urgensi dan alasan yang benar dalam prosesnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wacana penambahan kursi menteri juga menimbulkan kecurigaan, apakah hal itu didorong untuk kepentingan negara dan rakyat atau hanya sebagai politik akomodasi untuk mengakomodasi partai-partai pendukung pasangan Prabowo-Gibran. Isu ini semakin kuat dengan adanya koalisi gemuk pemerintahan Prabowo-Gibran yang memuat berbagai partai politik. Apalagi langkah Prabowo yang ingin merangkul semua.
Berpengaruh pada Anggaran
Wacana penambahan kursi menteri juga tentu akan berpengaruh pada anggaran negara, seperti yang dikatakan oleh Pakar Kebijakan Universitas Indonesia Lina Miftahul Jannah. Dikutip Media Indonesia, dia mengatakan wacana tersebut akan berpengaruh besar terhadap anggaran negara. Pasalnya, kata Lina, Indonesia saat ini tengah fokus membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) yang membutuhkan anggaran negara cukup besar.
Selain itu, Direktur Eksekutif Indo Strategic Ahmad Chairul Umam di acara Sapa Malam Kompas TV mengatakan, "...dalam konteks budget, karena bagaimanapun juga penambahan nomenklatur pasti akan berimplikasi pada fiskal negara, akan banyak sekali turunan-turunan dari penciptaan kementerian baru." Ahmad Chairul Umam juga mengatakan bahwa pemerintahan baru harus bisa memastikan, kalaupun jumlahnya ditambah, maka harus dipastikan garis komandonya, jangan sampai dengan ditambahnya jumlah Kementerian yang ada ego sektoral dan problem koordinasi antar kementerian justru semakin kompleks.
Penambahan jumlah kementerian jangan sampai hanya menjadi ajang pembagian kekuasaan di antara para pendukung pemerintahan yang akan datang, penambahan jumlah kementerian harus berdasarkan alasan dan urgensi yang tepat karena semakin banyak jumlah menteri belum tentu semakin baik --apapun yang berlebihan dan tidak seusai tempatnya tidak berakhir baik. Kementerian harus disusun secara efektif dan dapat melakukan perubahan sesuai dengan tujuan dan visi misi pemerintahan yang ada.
Nurwulan Ramadhani Surya Permana mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran