Meningkatkan Peringkat Perguruan Tinggi Tanpa Jalan Pintas
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Meningkatkan Peringkat Perguruan Tinggi Tanpa Jalan Pintas

Rabu, 08 Mei 2024 16:30 WIB
Jacob Febryadi Nithanel Dethan
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Daftar kampus paling ramah disabilitas tahun 2022
Ilustrasi: dok. Unesa
Jakarta -

Baru-baru ini dunia pendidikan tinggi digemparkan dengan kasus seorang guru besar muda yang terindikasi mencatut nama dosen lain di luar negeri di dalam karya tulis ilmiahnya. Tidak hanya itu, sang profesor pun memiliki ratusan publikasi yang dihasilkan hanya dalam durasi satu tahun. Angka itu tentunya sulit untuk diterima mengingat dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menghasilkan satu karya tulis ilmiah.

Berbagai tanggapan pun bermunculan, mulai dari pihak pemerintah sampai kepada berbagai kalangan akademisi. Ada yang menyampaikan bahwa kasus ini sebagai akibat dari tingginya tuntutan pemerintah terhadap kewajiban dosen dalam melakukan publikasi karya tulis ilmiah. Tapi, pernyataan ini telah dibantah oleh Kemendikbudristek yang menganggap bahwa kasus ini murni soal integritas dan bukan disebabkan oleh tuntutan publikasi dosen.

Lantas, seperti apa pelanggaran etika dalam publikasi karya tulis ilmiah?

Modus fraud dalam penelitian

Kasus seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan tinggi. Hal ini pun dilakukan oleh banyak akademisi di berbagai negara termasuk negara-negara maju. Terdapat tiga modus yang dapat dikategorikan sebagai fraud dalam bidang penelitian dan publikasi yang dilakukan oleh dosen maupun peneliti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, sistem balas jasa. Hal ini umum dilakukan oleh para peneliti yang mengejar kuantitas dibandingkan dengan kualitas. Peneliti A akan menghasilkan publikasi karya tulis ilmiah dan akan menawarkan kepada rekannya peneliti B maupun C yang akan dicantumkan di dalam karya tulis ilmiah yang dihasilkan oleh peneliti A. Dalam hal ini, peneliti B dan C bisa saja tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam tulisan yang dihasilkan. Hal ini dilakukan oleh peneliti A dengan harapan agar peneliti B dan C akan melakukan hal yang sama terhadap peneliti A. Sehingga, jika peneliti A sebenarnya hanya mampu menghasilkan satu karya tulis ilmiah per tahun, dengan metode ini berpotensi untuk memiliki tiga karya tulis ilmiah dalam setahun.

Modus berikutnya, eksploitasi mahasiswa. Terdapat dosen yang memaksa mahasiswanya untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang kemudian diklaim sebagai milik dosen tersebut. Bahkan terdapat dosen yang menempatkan namanya sebagai penulis pertama dan mahasiswa yang mengerjakan penelitian justru ditempatkan sebagai penulis pendamping.

ADVERTISEMENT

Selain itu, terdapat juga peneliti yang aktif mencari jalan pintas dalam publikasi karya tulis ilmiah melalui jurnal yang masuk dalam kategori jurnal predator. Jurnal predator hanya mengutamakan profit tanpa melihat kualitas penulisan sehingga proses publikasi dapat berjalan dengan cepat cukup dengan melakukan pembayaran biasa proses artikel ke pihak pengelola jurnal. Setiap pelanggaran etika ini dapat terjadi karena aspek internal yakni kurangnya integritas dari pihak yang terlibat. Tapi, terdapat beberapa hal eksternal yang juga mendorong terjadinya fraud.

Pemicu munculnya fraud

World University Rankings yang dihasilkan oleh Quacquarelli Symonds (QS) dan Times Higher Education (THE) menggunakan artikel ilmiah terindeks Scopus sebagai salah satu parameter dalam penentuan peringkat universitas di tingkat internasional. Hal ini menyebabkan berbagai universitas mendorong dosen-dosennya untuk menghasilkan artikel ilmiah terindeks Scopus. Dosen yang terbukti aktif dalam melakukan publikasi artikel ilmiah terindeks Scopus akan diberikan berbagai reward dan cenderung lebih cepat menaiki jenjang karier. Mayoritas kampus ternama dunia juga menjadikan syarat pelamar dosen agar memiliki rekam jejak publikasi karya tulis ilmiah yang mumpuni.

Salah satu universitas ternama yang menyadari akan masalah ini adalah University of Zurich, Swiss. Maret lalu University of Zurich memutuskan untuk menarik diri dari The World University Rankings. Universitas ini menyampaikan bahwa mereka lebih mengedepankan kualitas dibandingkan dengan kuantitas. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip pemeringkatan universitas dunia yang memberikan prioritas terhadap jumlah/kuantitas.

Tapi, hal ini tentunya bukan tidak memiliki konsekuensi. Masih banyak calon mahasiswa yang memilih universitas berdasarkan pada peringkat universitas di tingkat internasional. Hal yang sama juga berlaku pada para pengguna lulusan yang juga menggunakan peringkat universitas sebagai bahan pertimbangan dalam proses perekrutan karyawan. Presiden Jokowi sendiri telah menyampaikan harapannya ketika memberikan kata sambutan dalam Forum Rektor Indonesia agar para pimpinan peruguran tinggi dapat berusaha untuk meningkatkan peringkat perguruan tinggi Indonesia di tingkat internasional.

Lantas, bagaimana kita harus meningkatkan peringkat perguruan tinggi Indonesia tanpa memilih jalan pintas?

Solusi langkah ke depan

Mayoritas dosen di Indonesia tentunya memahami cara untuk melakukan penelitian. Tapi, proses untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat diterima untuk terbit di jurnal internasional terindeks Scopus bukanlah hal mudah. Dibutuhkan keterampilan menulis dengan baik menggunakan bahasa asing. Dosen pun harus mampu menghadapi penolakan ataupun komentar dalam proses review baik dari editor maupun reviewer.

Untuk itu, pelatihan penulisan karya tulis ilmiah dengan target publikasi ke jurnal internasional terindeks Scopus yang telah diselenggarakan perlu ditingkatkan dan difasilitasi perguruan tinggi maupun pemerintah. Selain itu, kultur meneliti dalam bahasa asing dapat mulai dibentuk dengan mewajibkan jenjang magister (S2) dan doktoral (S3) agar diajarkan dalam Bahasa Inggris. Hal ini telah dilakukan oleh berbagai universitas di Malaysia dan Taiwan. China juga telah berhasil meningkatkan jumlah artikel ilmiah yang dipublikasikan di berbagai jurnal internasional terindeks Scopus.

Hal ini akhirnya berdampak tidak hanya pada peningkatan jumlah artikel ilmiah di jurnal internasional bereputasi, tapi juga berhasil meningkatkan jumlah mahasiswa internasional di wilayah-wilayah tersebut. Banyak mahasiswa internasional yang memilih negara Asia berbahasa Inggris karena mereka cukup mengeluarkan biaya yang jauh lebih murah tapi mendapatkan pendidikan berbahasa Inggris tanpa harus ke negara barat dengan biaya yang jauh lebih mahal.

Keberadaan mahasiswa internasional akan membawa banyak dampak positif terhadap ekonomi sebuah negara seperti Australia yang masih menikmati mahasiswa internasional sebagai salah satu penyumbang devisa negara terbesar bagi negeri kanguru ini.

Untuk itu, jika pemerintah ingin agar Indonesia memiliki peringkat perguruan tinggi yang lebih baik maupun jumlah mahasiswa internasional yang meningkat, tidaklah cukup hanya dengan melatih dosen dalam menulis, tapi perlu dibentuk sebuah budaya baru dalam melaksanakan penelitian yang berkualitas sehingga dosen dan mahasiswa kita terbiasa untuk meneliti dengan baik tanpa memilih jalan pintas.

Jacob F. N. Dethan, PhD Wakil Rektor III Universitas Buddhi Dharma


Jacob F. N. Dethan, PhD Wakil Rektor III Universitas Buddhi Dharma

Baca artikel detiknews, "Dosen Killer, Gen Z, dan Resiliensi Mahasiswa" selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-7034160/dosen-killer-dan-resiliensi-mahasiswa.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Jacob F. N. Dethan, PhD Wakil Rektor III Universitas Buddhi Dharma

Baca artikel detiknews, "Dosen Killer, Gen Z, dan Resiliensi Mahasiswa" selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-7034160/dosen-killer-dan-resiliensi-mahasiswa.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads