Keluarga yang Tak Sempurna dalam Rumah Dua Hati
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Pustaka

Keluarga yang Tak Sempurna dalam Rumah Dua Hati

Selasa, 23 Apr 2024 12:24 WIB
Rakhmad Hidayatulloh Permana
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Cover novel Rumah Dua Hati (Rakhmad/detikcom)
Foto: Cover novel Rumah Dua Hati (Rakhmad/detikcom)
Jakarta -

Judul Buku: Rumah Dua Hati; Penulis: Nastiti Hanafi; Penerbit: Pustaka Jaya, 2024; Tebal: 232 halaman

Apa yang kita bayangkan tentang sebuah keluarga ideal? Keluarga yang selalu tentram? Keluarga yang tak pernah diliputi konflik? Gambaran keluarga ideal semacam itu justru tampaknya tak realistis. Sebab, memang tak ada keluarga yang sempurna.

Penulis Nastiti Hanafi mencoba mengajak kita untuk menakar kembali makna dari sebuah keluarga sekaligus mencari kemungkinan adakah 'keluarga sempurna' itu? Nastiti mengangkat tema keluarga dalam novel terbarunya, yakni 'Rumah Dua Hati'. Novel ini bercerita tentang bagaimana sebuah keluarga dirawat dengan ketidaksempurnaannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adalah pasangan suami-istri Sekar dan Prabu yang memiliki putri bernama Tera. Setiap sore, Tera memiliki rutinitas menonton kartun di televisi dengan Wira, kakaknya (?). Namun, di balik hubungan antara Tera dan Wira, tersimpan sebuah rahasia yang sangat menyakitkan. Sebuah fakta yang ditelan bulat-bulat oleh Sekar dalam kecamuk pikirannya sendiri.

Inilah yang nantinya menjadi cikal-bakal konfilk novel 'Rumah Dua Hati'. Namun, uniknya, konflik ini tidak dituturkan dengan meledak-ledak. Tetapi dingin saja. Apa yang coba ditawarkan oleh Nastiti dalam novel ini?

***

Tema yang diangkat oleh Nastiti memang bukan sesuatu yang baru dalam khazanah kesusastraan kita. Namun, Nastiti mencoba melakukan pendekatan baru untuk mengemas isu sensitif dalam keluarga ini. Dan jelas, novel ini sama sekali tak ingin bertutur dalam kerangka moral hitam-putih yang rigid.

Permainan yang dilakukan dengan pergantian ragam sudut pandang dalam novel ini, seolah mengajak kita untuk memasuki benak para tokoh dalam novel ini. Narasinya yang samar dan kadang-kadang tampak filmis seolah membantu kita masuk ke dalam arus kesadaran tiap tokohnya. Tanpa harus menghakimi salah dan benar.

Selain itu, yang patut disoroti dalam novel ini ialah bagaimana cara Nastiti menghidupkan suara anak-anak. Ini adalah perkara yang tidak mudah. Ada beberapa penulis yang cukup lihai dalam urusan ini, misalnya sebut saja nama Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Nastiti memang tak menghadirkan tokoh anak-anak selugas tokoh-tokoh Ziggy, tetapi pembaca tetap bisa memungut sudut pandang si tokoh. Nuansa yang tergambar dalam benak Tera, begitu terasa dalam narasi yang dituturkan.

Ketika benak si anak-anak ini dibenturkan dengan dunia orang-orang dewasa, pembaca bisa lekas bersimpati. Sebab, kenangan seorang gadis kecil bisa saja lebih valid ketimbang ukuran moral masyarakat umum.

Latar tempat yang dipakai dalam novel ini juga terasa natural. Apalagi bagi pembaca yang memang tinggal di Jakarta. Nastiti sangat peduli dengan detail, meskipun dalam beberapa aspek memang terasa too much.

Cover novel Rumah Dua Hati (Rakhmad/detikcom)Cover novel Rumah Dua Hati (Rakhmad/detikcom)

Kendati demikian, 'Rumah Dua Hati' termasuk novel Indonesia yang menawarkan pengalaman membaca yang lain. Saya bersepakat dengan apa yang dikatakan oleh Damhuri Muhammad dalam pengantarnya, bahwa memang terasa sekali bagaimana pengaruh novel-novel Barat dalam novel ini. 'Rumah Dua Hati' hadir sebagai fiksi puitis dan menghangatkan hati pembacanya. Jadi, apakah keluarga yang sempurna itu?


Rakhmad Hidayatulloh Permana. Wartawan detikcom, pembaca buku dan penikmat film.

(rdp/rdp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads