Mengevaluasi Peraturan Santunan Kecelakaan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Mengevaluasi Peraturan Santunan Kecelakaan

Jumat, 19 Apr 2024 13:45 WIB
Agus Pambagio
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
agus pambagio
Foto: Ilustrasi: Edi Wahyono
Jakarta - Saat ini jenis dan penyebab kecelakaan angkutan umum darat sangat beragam, berbarengan dengan berkembangnya teknologi di berbagi sektor, termasuk teknologi energi dan teknologi informasi. Namun dalam penanganan keselamatan dan pemberian santunan masih berdasarkan peraturan perundangan "zaman batu" sehingga di lapangan muncul banyak masalah karena definisi korban dan penyebab kecelakaan sudah berkembang tidak sesuai dengan peraturan perundangannya.

Berikutnya di sisi penegakan hukum juga mengalami kebuntuan. Terbukti bahwa tersangka penyebab kecelakaan selalu pengemudi/nahkoda/pilot/masinis atau kondisi kendaraan. Padahal sebuah kecelakaan transportasi penyebabnya tidak mungkin tunggal. Selain pengemudi, seharusnya aparat penegak hukum juga memeriksa penanggung jawab operasional perusahaan angkutan, teknologi, dan jenis angkutan (misalnya jika terjadi kecelakaan dengan bus double decker, kendaraan berbahan bakar gas, mobil listrik, mobil hidrogen). Lalu peran pemerintah daerah atas beroperasinya prasarana jalan dan jembatan beserta rambu-rambu yang tidak sesuai dengan standard juga harus dipertanyakan.

Pada penyelidikan kecelakaan Angkutan Lebaran (Anglep) 2024, penyebab dan masalahnya belum berubah. Hal ini disebabkan regulator terkait angleb belum juga berubah, padahal perkembangan media sosial dahsyat. Strategi dasar penanganan angleb tetap memperpanjang waktu libur melalui WFO/WFH, diskresi pengaturan lalu lintas oleh Korlantas, mengimbau pemudik tidak menggunakan motor/manfaatkan angleb gratis, tidak melakukan komunikasi publik secara strategis, dan seterusnya. Tidak ada perubahan dari tahun ke tahun dalam sepuluh tahun belakangan ini, sementara jumlah pemudik terus bertambah tanpa terkontrol.

Regulator harus segera me-review beberapa peraturan keselamatan bertransportasi berikut santunan yang akan di dapat oleh korban, supaya regulasi zaman batu yang ada segera direvisi sesuai dengan perkembangan zaman. Transformasi perundang-undangan perlu dilakukan supaya sesuai dengan zamannya.

Membingungkan

Salah satu peraturan yang banyak membingungkan pengguna angkutan umum dan atau publik adalah perkara santunan kecelakaan yang dialami oleh kendaraan penumpang umum legal (nopol kuning) dan penumpang umum ilegal (nopol hitam). Peraturan yang menjadi dasar pemberian santunan diciptakan pada zaman batu, yaitu UU No. 33 Tahun 1964 Jo PP No. 17 Tahun 1965 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang serta Asuransi Tanggung Jawab Menurut Hukum Terhadap Pihak Ketiga yang dilaksanakan berdasarkan UU No. 34 Tahun 1964 Jo PP No. 18 Tahun 1965 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Lalu bagaimana dengan santunan untuk kecelakaan moda angkutan lain (udara, laut, dan kereta api)?

Kekusutan pemberian santunan sering menjadi masalah ketika kendaraan angkutan umumnya ilegal bernopol hitam mengalami kecelakaan, seperti yang terjadi di KM 58 Tol Japek pada musim mudik lalu. Menurut salah satu pimpinan asosiasi angkutan umum bernopol kuning yang tergabung dalam Organda, ia protes melalui berbagai media karena Jasa Raharja (JR) memberikan santunan pada 12 jenazah yang terpanggang di dalam kendaraan travel ilegal tersebut. Menurutnya JR tidak berhak memberikan santunan pada korban.

Perdebatan seperti ini akan terus berlangsung karena masing masing pihak yang pro dan kontra pada pemberian santunan terus berlangsung. Idealnya kalau kendaraan ilegal, santunan memang tidak diberikan. Namun karena namanya asuransi sosial dan ada UU yang memayunginya, JR harus memberikan santunan tersebut. Kedua UU tersebut adalah UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang serta Asuransi Tanggung Jawab Menurut Hukum Terhadap Pihak Ketiga yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

UU No. 33 Tahun 1964 dengan PP No 17 Tahun 1965 dan UU No. 34 Tahun 1964 dengan PP No 18 Tahun 1965 sebaiknya segera direvisi. Jika merevisi UU-nya sulit, lama dan perlu anggaran yang tidak sedikit, saran saya segera revisi saja PP No. 17 dan PP No. 18 Tahun 1965. Tata cara revisi Peraturan Pemerintah ada di UU No. 12 Tahun 2011 yang diubah menjadi UU No. 3 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, harus "sat set" membereskan dasar hukum pemberian santunan yang sudah kedaluwarsa dan perlu segera diperbaharui. Dalam mengatur keselamatan angkutan umum, Kementerian Perhubungan terlihat gagap dan kurang strategis berpikirnya. Apalagi dengan dihilangkannya Direktorat Keselamatan Angkutan Darat pada 2019, banyak hal hal terkait keselamatan di Perhubungan Darat tidak tertangani dengan sebagaimana mestinya.

Langkah Pemerintah

Kementerian Perhubungan, melalui Sekretariat Jenderal dan Biro Hukum, harus segera mengajukan draf hukum dua Perubahan Peraturan Pemerintah tersebut sebagai inisiator. Saya berharap draf yang akan dibuat sudah mengakomodasi perkembangan teknologi, jenis energi yang digunakan dan perkembangan teknologi informasi di transportasi umum darat.

Kedua, usulan draf tersebut sebelum diedarkan ke K/L terkait harus sudah mencakup beberapa hal yang saya usulkan di atas dan sesuai dengan UU. No. 20 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Pastikan ada pasal yang membahas jika terjadi hal teknis kendaraan dan masalah teknologi informasi yang digunakan, supaya ketika KNKT melakukan pemeriksaan sebuah kecelakaan mempunyai dasar hukum yang kuat tidak "ngasal" dengan menggunakan asumsi.

Ketiga, setelah draf selesai segera edarkan untuk minta persetujuan ke K/L terkait, seperti POLRI, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan. Setelah semua disepakati, draf dari kedua RPP (atau dijadikan satu) dapat dikirim ke Kementerian Hukum dan HMM untuk diharmonisasi dan disinkronisasi oleh Dirjen Peraturan Perundang Undangan.

Untuk Kementerian Hukum dan HAM, sebagai pintu akhir pengesahan peraturan perundangan untuk harmonisasi dan sinkronisasi kedua PP tersebut (dapat digabung jadi satu) dengan peraturan perundangan lain secara teliti dan inovatif, supaya PP tersebut bisa digunakan sebagai dasar acuan Jasa Raharja untuk pemberian santunan. Juga digunakan oleh Kakorlantas POLRI untuk mencari penyebab dan pelaku terjadinya kecelakaan darat.

Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen

(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads