Daya Hasrat Calon Presiden
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Daya Hasrat Calon Presiden

Jumat, 26 Jan 2024 13:50 WIB
Adlan Nawawi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
ilustrasi capres, capres 2024, prabowo ganjar anies, anies ganjar prabowo, ganjar anies prabowo
Ilustrasi: Zaki Alfarabi
Jakarta -

Debat pilpres menyisakan banyak perbincangan. Tidak hanya ihwal saling "serang" sisi personal antara ketiga (pasangan) calon, tapi juga tentang taburan visi, misi, dan program yang akan dijalankan saat terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024 mendatang. Selain itu, yang terutama, seluruh calon mengajukan pemikiran yang sesungguhnya bertujuan sama, menjadikan Indonesia sebagai subjek utama dalam percaturan global, baik dalam aspek pertahanan, keamanan, maupun dalam politik lanskap luar negeri.

Potensi besar yang terkandung dalam lumbung sumber daya dalam negeri sejatinya mampu menjadikan Indonesia sebagai kekuatan besar dalam perhelatan global. Realitas itu tidak hanya diungkit saat ini, bahkan sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Soekarno menyinggung potensi tersebut sebagai alasan Indonesia telah pantas untuk disebut sebagai negara merdeka.

Dalam Rapat Besar 1 Juni 1945, Soekarno mengurai pandangannya dengan penuh menggebu tentang nasionalisme yang menjadi latar penyatuan untuk merdeka. Tanah air dan tumpah darah Indonesia yang merangkum Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Ambon, Irian, dan seluruh manusia yang berdiri di atasnya merupakan satu kesatuan. Di atas itulah kita mendirikan bangunan nationale staat. Mungkin pertanyaan yang mengemuka saat ini, sudahkah kehendak dan kepentingan nasional itu tersalurkan secara maksimal untuk tujuan menjadikan Indonesia sebagai subjek dalam percaturan?

Bayangan Masa Depan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para calon presiden sesungguhnya sedang menyajikan impiannya tentang masa depan Indonesia. Impian tentang bangsa dan negara yang selayaknya mampu berdiri di atas kaki sendiri dan menjadi penentu, paling tidak, untuk kepentingannya sendiri. Nasionalisme yang acap jadi sanjungan sejatinya tidak terlepas dari dinamika sosial-kemasyarakatan.

Antara keyakinan, harapan, dan tujuan di satu pihak, dengan lahirnya nasionalisme di lain pihak, terdapat keintiman konseptual yang mendalam. Nasionalisme akan tumbuh jika ditopang oleh harapan, tujuan, dan keyakinan serta cita-cita hidup yang diperjuangkan bersama.

ADVERTISEMENT

Boleh jadi, harapan, tujuan dan keyakinan itulah yang saat ini sedang berada dalam situasi yang centang-perenang. Sumber daya alam yang melimpah dengan didukung kualitas masyarakat Indonesia yang lambat-laun semakin mumpuni, justru masih digelayuti persoalan akut tentang sejauh mana kepentingan mereka terwadahi dalam lanskap global. Alih-alih berharap tentang kekuatan pertahanan dan keamanan yang mampu memberi daya getar bagi negara-negara lain, untuk berbicara sekaligus didengar oleh dunia dengan seksama saja masih sebatas menuai respons retorik.

Namun, terlepas dari realitas tersebut, para calon presiden pada dasarnya sedang mengajukan sebentuk gambaran tentang hasrat kepemimpinan. Sebagai subjek, para calon sedang menyajikan objek tentang kondisi bangsa dan negara yang masih berada di bawah ekspektasi, meski potensi nasionalisme sudah cukup mampu mengangkatnya ke langit-langit cita-cita yang sedang diimpikan.

Seorang pemikir besar Prancis Rene Girard (1923 – 2015) pernah mengilustrasikan tentang penggambaran tersebut sebagai mediator hasrat (mediator of desire). Girard menukilkan uraiannya pada kisah seputar kesatria ciptaan Miguel de Cervantes (1547 – 1616), yakni Don Quixote.

Don Quixote adalah figur yang memoles dirinya dengan segala ihwal kepahlawanan yang merujuk pada tokoh pahlawan, Amadis de Gaulis. Baginya, Amadis adalah pahlawan yang paling sempurna. Don Quixote menyerahkan totalitas model kepahlawanan seperti lakon Amadis dan meniru apapun yang terekam darinya. Don Quixote menjadi seorang imitator (peniru) ulung, tidak peduli meski pengalaman Amadis sama sekali tidak pernah dirasakannya (Shindunata, 2023).

Hasrat Don Quixote menjadi seorang pahlawan tidak muncul dari pengalamannya, melainkan lahir dari kehendak besar untuk meniru Amadis. Sebagai proses peniruan, tentu tidak sepenuhnya sama. Namun hasrat itu telah membungkus Amadis di dalam balutan Don Quixote seutuhnya.

Hasrat pada Kebaikan

Girard hendak menegaskan bahwa bukan subjek, tapi mediatorlah yang menentukan objek bagi subjek. Boleh jadi, impian tentang masa depan yang lebih baik, tidak lahir sebagai hasrat autentik subjek, tapi hasil dari refleksi peniruan tentang apa yang sedang dialami oleh bangsa dan negara selama ini. Para calon pemimpin berdiri dengan gagah dan berpidato dengan berapi-api seolah-olah mereka sedang menirukan figur Soekarno yang sedang membakar semangat rakyat melalui sentuhan argumen nasionalismenya.

Karena itu, objek bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun mediator hasrat seringkali hadir dalam setiap perubahan tersebut. Amadis-Amadis lainnya telah menjadi tiruan signifikan untuk menggelorakan semangat keberlanjutan, perbaikan sekaligus perubahan dalam tatananan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Seperti halnya Girard, Gilles Deleuze (1925 – 1995) juga mengungkap pentingnya hasrat dalam menghidupkan daya-daya kehidupan. Dalam menghadapi berbagai persoalan sosial-kemasyarakatan, hasrat menjadi sumber kreativitas. Melalui dorongan hasrat, masyarakat dibukakan mata dan telinga untuk terus bergairah mencari inovasi dan cara baru dalam merespons berbagai tantangan kehidupan untuk menjadi lebih baik (Haryatmoko, 2016).

Cita-cita menjadi bangsa yang besar dan mampu berkontribusi dalam lanskap global, bukanlah impian yang semu. Sejak awal kebesaran Indonesia telah dibuktikan dengan semangat nasionalisme dan epos kepahlawanan yang gigantik. Soekarno bahkan menyatakan bahwa "kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan."

Hal itu menegaskan bahwa "hasrat" untuk merdeka dan bersatu telah mengalahkan segala ego kepentingan diri sendiri, kelompok maupun golongan. Hasrat itulah yang akan menuntun kita untuk terus-menerus berkontribusi bagi kejayaan dan kekuatan bangsa dan negara di masa yang akan datang. Bukan hasrat untuk sekedar meraih kemenangan dan kekuasaan, yang pada gilirannya hanya akan menjadikan "hasrat" sebagai argumentasi retorik belaka.

Adlan Nawawi pengajar pada Program Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta

Simak juga 'Pendukung Curhat Beda Pilihan Capres dengan Orang Tua, Anies Bilang Begini':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads