Masriah dan Ujian Efektivitas Hukum

Kolom

Masriah dan Ujian Efektivitas Hukum

Ruben Sandi Yoga Utama Panggabean - detikNews
Sabtu, 13 Jan 2024 12:00 WIB
Masriah dan Ujian Efektivitas Hukum
Ruben Sandi Yoga Utama Panggabean (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -
Fenomena Masriah mengetengahkan kembali diskursus mengenai efektivitas hukum dalam konteks penegakannya sebagai instrumen menciptakan ketertiban di tengah masyarakat sekaligus instrumen dalam memperbaiki budaya taat hukum masyarakat.

Salah satu esensi dari tujuan proses pemidanaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran hukum salah satunya memasyarakatkan kembali pelaku pelanggaran atau kejahatan. Tidak hanya sampai di situ, pemidanaan juga pada dasarnya bertujuan sebagai sarana penyelesaian konflik di tengah masyarakat.

Dalam fenomena Masriah tujuan pemidanaan sebagai sarana penyelesaian konflik belum tercapai. Meski sudah pernah divonis bersalah dan dihukum penjara satu bulan di Lapas Sidoarjo karena melanggar perda, ternyata Masriah kembali melakukan perbuatannya kepada Wiwik tetangganya. Kasus baru terhadap Masriah pun disidangkan kembali di Pengadilan Negeri Sidoarjo.

Secara umum tujuan pemidanaan adalah memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna setelah menjalani masa hukumannya. Namun kasus Masriah menampakkan adanya problem dalam proses pembinaan dan pembimbingan yang belum berjalan di lembaga pemasyarakatan guna mencapai tujuan pemidanaan.

Belum Berperan
Konflik dapat diselesaikan apabila ada pihak yang mengakui kekeliruan dan kesalahannya serta berkeinginan untuk mengubah perilakunya. Sarana mencapai ini dapat dicapai melalui perbaikan dalam program pembinaan dan pembimbingan narapidana di dalam lapas. Keberhasilan pembinaan dan pembimbingan narapidana menjadi ujian efektivitas hukum dalam mewujudkan ketertiban dan keadilan bagi masyarakat.

Peran hukum dalam kehidupan masyarakat diukur dari pencapaian terhadap pemenuhan tujuan-tujuan hukum. Artinya, sepanjang masih terjadi pelanggaran hukum, sesungguhnya hukum belum berperan seperti yang diharapkan. Kemampuan warga negara dalam menghormati dan mematuhi hukum menjadi titik tertinggi yang hendak dicapai hukum. Hukum baik dalam bentuk tidak tertulis seperti adat dan kebiasaan maupun dalam bentuk peraturan tertulis adalah buah kesadaran manusia tentang betapa pentingnya hidup dengan menjunjung tinggi ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan sosial.

Hukum adalah konsensus masyarakat yang bertujuan melindungi dirinya sekaligus masyarakatnya yang berasal dari karakter dasar manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang penuh cinta dan kasih sayang. Efektivitas hukum bukan hanya ditentukan oleh faktor hukum saja, tetapi juga faktor non hukum seperti politik dan ekonomi. Sebaik-baiknya aturan dan kebiasaan tetapi bila tidak didukung oleh faktor politik, aturan dan kebiasaan tersebut dapat berubah sesuai dengan keinginan kekuatan politik.

Demikian halnya ekonomi yang juga sangat dominan dalam mempengaruhi hukum sebagai contoh banyaknya kasus kejahatan terhadap lingkungan yang dilakukan pelanggar hukum karena dipengaruhi oleh keuntungan ekonomi yang menggiurkan. Padahal logika tersebut jelas salah sebab kerusakan lingkungan yang fatal pada akhirnya juga akan membinasakan termasuk manusia.

Indonesia sebagai negara hukum justru sering menghadapi berbagai isu hukum yang berkaitan dengan pelanggaran dan penyelewengan hukum mulai dari kalangan politisi, penegak hukum hingga kaum terpelajar. Sebagai contoh berulangnya kasus kejahatan korupsi yang terjadi selain karena belum adanya perbaikan sistem melalui penerapan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi melalui hukuman maksimal dan upaya pemiskinan koruptor.

Juga adalah akumulasi dari krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum sehingga terminologi kriminalisasi masih digunakan untuk mendiskreditkan penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. Tidak heran kemudian ada istilah jeda bagi peserta pemilu selama proses pemilu guna menghindari politisasi hukum yang sebenarnya mengafirmasi adanya praktik politisasi hukum yang bernama kriminalisasi itu selama ini. Keadaan ini membuat semakin kacaunya tata kelola pemerintahan dan negara yang mengakibatkan kerugian terhadap keuangan dan perekonomian negara dan mengancam kesejahteraan rakyat.

Pemidanaan oleh karena itu bukan hanya permasalahan menghukum seorang pelaku kejahatan atau pelanggaran sesuai dengan derajat kesalahan dan memulihkan ketertiban masyarakat. Aspek pembinaan terhadap si pelaku kesalahan juga menjadi tanggung jawab negara melalui pelaksanaan tugas sebaik-baiknya dari aparat penegak hukum di bidang pemasyarakatan.
Sasaran yang hendak dituju dari suatu pembinaan terhadap narapidana adalah meningkatnya kualitas kepribadian dan kemandiriannya agar menyadari kesalahan yang pernah dilakukannya untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatan melanggar norma dan hukum di kemudian hari sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat tempatnya berada.

Pembinaan terhadap narapidana pada akhirnya akan melahirkan pribadi baru yang dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan taat hukum. Pelaksanaan tugas yang sebaik-baiknya dari instansi negara yang bertanggung jawab di bidang pembinaan terhadap terpidana pada akhirnya akan menentukan tercapai atau tidaknya peran hukum dalam kehidupan bermasyarakat.

Ketimpangan
Terdapat ketimpangan antara konsep pemasyarakatan yang diatur secara ideal dalam peraturan perundang-undangan dengan kenyataan. Apalagi bila menggunakan kasus Masriah sebagai fenomena yang membawa kita pada kemungkinan tidak adanya pelaksanaan pembinaan yang cukup kepadanya selama menjalani masa pidananya sehingga Masriah kembali mengulangi perbuatannya setelah bebas dari lapas.

Maka sangat penting sesungguhnya bagi hakim yang memeriksa dan mengadili kasus baru Masriah saat ini untuk memperhatikan dokumen penelitian kemasyarakatan yang dimiliki oleh instansi kemenkumham sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk memeriksa perkaranya saat ini. Telaah dari dokumen penelitian kemasyarakatan tersebut seharusnya dapat membantu menyelesaikan perkara Masriah saat ini melalui proses hukum bukan dengan tujuan semata-mata menghukum perbuatannya, tetapi bagaimana kemudian kejadian serupa tidak terulang lagi dan Masriah dapat hidup guyub dan rukun dengan korban sebagai tetangga.

Melalui capaian tersebut ujian terhadap efektivitas hukum akan terjawab. Esensi dari pemidanaan sebagai penghukuman terhadap pelaku kejahatan sudah disejajarkan dengan paradigma perlindungan masyarakat melalui sistem pemasyarakatan yang meningkatkan kualitas kepribadian narapidana yang bertujuan agar tidak terjadi pengulangan tindak pidana.

Tidak dapat dipungkiri banyak kendala yang membuat belum maksimalnya pembinaan terhadap terpidana yang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Salah satunya adalah belum disahkannya peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan pembinaan narapidana yang disesuaikan dengan UU Pemasyarakatan yang baru. Selain juga faktor klasik yakni suatu fakta bahwa hampir seluruh lapas dan rutan di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas; hal itu menjadi hambatan nyata dalam melakukan pembinaan yang perlu melalui pemenuhan hak-hak narapidana selama menjalani masa hukuman.

Meski demikian bukan berarti kendala yang ada itu menghambat implementasi pembinaan narapidana sebab hal itu sama saja dengan menunjukkan ketidakseriusan negara dalam membentuk masyarakat yang taat hukum melalui lembaga pemasyarakatan. Satu-satunya hukuman yang diderita narapidana adalah kehilangan kemerdekaannya, bukan kehilangan kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar dapat diterima kembali di tengah masyarakat.

Supaya tidak kehilangan kesempatan menjadi lebih baik, narapidana diberikan program pembinaan berdasarkan assessment yang dilakukan di dalam lapas selama menjalani masa tahanan. Keberhasilan dari pembinaan itu akan tampak dari adanya perubahan kesadaran dan perilaku narapidana usai menjalani masa hukumannya.

Tidak adanya perubahan perilaku Mariah berarti ada indikasi kegagalan pembinaan terhadapnya selama menjalani masa pidana di Lapas Sidoarjo guna menjadi pribadi yang mengakui kesalahan dan pelanggarannya serta niat untuk menjadi lebih baik lagi dalam hidup bermasyarakat dan bertetangga. Selain persoalan pembinaan di lapas, dalam proses peradilan jangan sampai proses persidangan nantinya bersikap abai dan tidak memperhatikan penelitian kemasyarakatan dalam berkas perkara Masriah.

Kegagalan proses pembinaan di dalam lapas itu mempertaruhkan reputasi proses hukum pidana dalam memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran atau kejahatan dengan cara memperbaiki diri dan sikapnya dengan kata lain belum efektifnya peran hukum di tengah masyarakat. Kegagalan pembinaan narapidana bukan hanya kegagalan instansi kementerian hukum dan HAM, tetapi juga kegagalan DPR. Sebab peran komisi hukum DPR adalah sebagai pengawas eksternal sistem pemasyarakatan.

Ruben Sandi Yoga Utama Panggabean, S.H, M.H advokat di Medan
Simak juga 'Gerak-gerik Masriah Penyiram Tinja yang Kabur Tengah Malam':
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads