Pemilu 2024 sudah semakin dekat, seiring pergantian tahun yang baru saja dirayakan. Dengan adanya dinamika yang berkembang, publik semakin mendapat gambaran tentang rekam jejak dan gagasan dari ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang bakal berlaga pada pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.
Survei Indikator Politik merekam bagaimana tingkat pengetahuan publik tentang sosok capres-cawapres setelah pendaftaran ke KPU pada akhir Oktober 2023 silam. Prabowo Subianto menjadi sosok yang hampir dikenali oleh seluruh lapisan masyarakat (98,1%). Hal ini tidak mengherankan, mengingat Prabowo maju untuk ketiga kalinya sebagai capres atau kali keempat termasuk sebagai cawapres.
Di lain sisi, sosok yang paling kurang dikenali oleh publik adalah Muhaimin Iskandar (51,6%) sekalipun telah malang-melintang sebagai politisi kawakan PKB. Menjelang Pemilu 2019 lalu, wajah Cak Imin muncul di berbagai kota melalui papan reklame raksasa dengan mendaku sebagai cawapres. Ambisi Cak Imin terbayar lunas setelah digandeng oleh Anies Baswedan dalam perhelatan pilpres kali ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasib yang sama dirasakan oleh Mahfud MD, profesor hukum yang pernah mengetuai Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam menit-menit terakhir, Mahfud yang disebut-sebut sebagai cawapres kuat pendamping Jokowi tersingkir dari arena. Seakan ingin melampiaskan dendam, Mahfud mengenakan kembali kemeja putih yang sama ketika kini mendeklarasikan diri maju bersama Ganjar Pranowo.
Jalan terjal juga dilalui oleh Ganjar untuk bisa mendapatkan tiket capres. Awalnya Ganjar tidak didukung oleh elite PDIP. Bahkan, ia sempat dikenai sanksi karena menyatakan diri akan maju nyapres. Ganjar yang moncer sejak memimpin kebijakan penanganan Covid-19 di Jawa Tengah akhirnya melenggang setelah lolos uji loyalitas pada April 2023, dan meyakini dirinya sebagai petugas partai.
Sosok yang paling menggegerkan publik hingga detik ini tentu saja Gibran Rakabuming Raka. Tampilnya putera sulung Jokowi sebagai Cawapres Prabowo itu membuat elite PDIP meradang. Berbagai tudingan politik menerpa Gibran. KPU mengesahkan Prabowo-Gibran sebagai satu di antara pasangan capres-cawapres, bertanding dengan Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin. KPU juga telah menggelar debat pertama yang menghadirkan para capres serta debat kedua yang dilakoni para cawapres. Diharapkan melalui rangkaian debat tersebut gagasan para capres-cawapres bisa diuji oleh publik.
Jalan Panjang Prabowo
Nama Prabowo mulai dikenal publik jauh sebelum ikut berkontestasi dalam pilpres. Sebagai putra Soemitro Djojohadikoesoemo, seorang tokoh pejuang kemerdekaan dan juga ekonom terkemuka, Prabowo turut menggeluti dunia bisnis. Kemudian ia terpanggil untuk masuk dunia politik melalui konvensi Golkar dan akhirnya mendirikan Gerindra.
Setiap perlagaan pilpres yang diikuti Prabowo, isu HAM acap diputar bak lagu usang termasuk pada kontestasi kali ini. Menariknya, para aktivis '98, kini mereka berada dalam barisan pendukung Prabowo-Gibran, tak terkecuali Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) Budiman Sudjatmiko.
Pada debat perdana capres, Ganjar sempat melantunkan lagu usang tersebut kepada Capres Nomor Urut 2. Prabowo mereseponsnya dengan mengingatkan Ganjar bahwa cawapresnya adalah sosok yang diberi kewenangan serta berkomitmen menangani persoalan HAM berat.
Semua serangan itu, baik kepada Prabowo maupun Gibran, bagi mereka, keputusan akhir ada di tangan rakyat. Rakyatlah yang akan menentukan, apakah nanti memilih Prabowo-Gibran pada hari pencoblosan atau justru sebaliknya.
Kepada Anies, dalam debat pertama lalu, Prabowo menjawab tudingan Anies tentang kualitas demokrasi yang menurun semasa pemerintahan Jokowi dengan membeberkan fakta. Yaitu, barisan oposisi termasuk Prabowo mendukung Anies ketika maju pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Dengan demikian, jika memang Jokowi bertindak layaknya diktator, bisa dipastikan bahwa Anies tidak bakal mungkin terpilih menjadi gubernur.
Barang tentu, publik masih mengingat janji Anies tidak akan maju nyapres selama Prabowo masih maju sebagai kontestan. Nyatanya, setelah diusung koalisi Gerindra di ibukota, Anies lalu pindah kubu ke Nasdem demi mendapatkan tiket capres. Demokrat juga mengeluhkan etika Anies saat tiba-tiba memutuskan Cak Imin sebagai cawapres, alih-alih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai mitra lama koalisi pengusung Anies.
Jika menengok rekam jejaknya, karier politik Anies selalu loncat-loncat. Anies masuk dunia politik dengan menjadi peserta konvensi capres Demokrat menjelang Pilpres 2014. Akan tetapi, Anies lantas berpindah mendukung Jokowi yang notabene beda kubu, hingga diangkat sebagai Menteri Pendidikan. Setelah terkena reshuffle, Anies lompat ke kubu oposisi dan bertarung di ibukota.
Anies yang dikenal sebagai intelektual Muslim liberal jebolan perguruan tinggi Amerika justru dianggap publik merobek-robek tenun kebangsaan dengan menggelorakan politik identitas ketika pilkada DKI Jakarta.
Elektabilitas Ganjar-Mahfud Melorot
Hampir semua survei mencatat penurunan elektabilitas pasangan Ganjar-Mahfud. Survei Indikator pada pertengahan Oktober 2023 atau pada saat Ganjar-Mahfud dideklarasikan sehari sebelum mendaftar ke KPU, memberikan angka keterpilihan hingga 33,7%. Hanya dalam hitungan dua pekan, elektabilitas Ganjar-Mahfud turun menjadi 30,0%.
Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan temuan survei Poltracking pada kurun yang sama, yaitu 30,1%. SMRC bahkan mencatat elektabilitas Ganjar-Mahfud hanya sebesar 22,9%. Turun tajam dari 30,6% pada 17-20 Oktober 2023 menjadi 26,0% (24-26 Oktober 2023), sebelum mencapai angka tersebut.
Demikian pula dengan survei Populi Center yang merekam elektabilitas Ganjar-Mahfud sebesar 23,0% pada November 2023, kemudian turun menjadi 21,7% pada awal Desember 2023. Sementara itu Indikator mencatatkan angka 24,5% pada pertengahan Desember 2023 dan bahkan CSIS lebih kecil lagi, yaitu 19,4%.
Catatan terendah ada pada hasil survei Litbang Kompas. Dalam survei tersebut, keterpilihan Ganjar-Mahfud hanya 15,3%. Survei pada awal Desember 2023 itu juga mendapatkan fakta mengejutkan bahwa Anies-Cak Imin menyalip Ganjar-Mahfud, dengan elektabilitas mencapai 16,7%. Pada kurun yang sama, Populi Center baru mencatat keduanya seimbang dengan elektabilitas sama-sama 21,7%.
Survei CSIS pada pertengahan Desember 2023 telah memastikan Ganjar-Mahfud tersalip oleh elektabilitas Anies-Cak Imin mencapai 26,1%.
Fenomena tersebut mematahkan anggapan bahwa Anies selalu peringkat buncit di tiga besar. Ketika sudah membentuk pasangan, elektabilitas Anies meningkat. Sementara Ganjar justru melorot ketika dipasangkan dengan Mahfud.
Masuknya Cak Imin yang memimpin gerbong PKB memberikan tambahan dukungan lebih besar ketimbang Mahfud, meskipun sama-sama memiliki basis pendukung Nahdlatul Ulama (NU). Survei Indikator pada awal masa kampanye mencatat kenaikan dukungan pemilih NU terhadap Anies-Cak Imin dari 17,7% menjadi 22,0%. Sedangkan Ganjar-Mahfud turun dari 35,0% menjadi 27,4%.
Meskipun kurang memberikan efek elektoral, penilaian publik juga lebih besar kepada Anies alih-alih Ganjar saat debat capres. Dari hasil survei Indikator, mereka yang menonton debat secara umum menganggap penampilan Anies lebih baik (35,5%) dibandingkan Ganjar (26,9%), atau paling tidak berimbang soal program kerjanya, yaitu Anies 26,1% dan Ganjar 26,8%.
Pilpres Satu Putaran, Mungkinkah?
Hasil sebaliknya dialami oleh pasangan Prabowo-Gibran. Survei Indikator mencatat kenaikan signifikan elektabilitas, dari hanya 35,9% pada pertengahan Oktober 2023 melonjak menjadi 45,0% pada November 2023. Elektabilitas Prabowo-Gibran lalu naik tipis sepanjang bulan Desember 2023, hingga mencapai 46,7%.
Angka terendah tercatat pada survei Litbang Kompas, yaitu 39,3% (awal Desember 2023). Sedangkan angka tertinggi adalah dari Center for Public Communication Studies (CPCS) yang tembus hingga 50,2% (akhir Desember 2023).
Hasil survei lainnya bervariasi, seperti 40,2% (Poltracking, November 2023), 41% (Puspoll, Desember 2023), 43,3% (LSI, Desember 2023), dan 45,3% (SMRC, November 2023).
Kenaikan elektabilitas Prabowo-Gibran juga meruntuhkan dominasi Ganjar hingga setidaknya pada pertengahan 2023. Hampir semua survei menjagokan Ganjar sepanjang tahun 2021-2022, hingga Prabowo mulai menyalip pasca-April 2023. Faktor yang paling mendasari adalah pergeseran dukungan dari Jokowi yang semula kuat ke Ganjar dan kemudian beralih kepada Prabowo.
Momentum itu terjadi pada penolakan Ganjar terhadap rencana pemerintah menggelar Piala Dunia U-20 yang diikuti oleh timnas Israel. Elektabilitas Ganjar dan PDIP anjlok seketika, sehingga mendadak diputuskan oleh jajaran elite partai untuk segera mendeklarasikan pencapresan Ganjar. Hasilnya, elektabilitas Ganjar mulai rebound, tetapi tidak bisa mengimbangi lonjakan kenaikan Prabowo.
Tidak bisa dimungkiri munculnya kekecewaan Jokowi, jika mengingat dukungan yang diberikannya tatkala Ganjar masih di-bully di kalangan partainya sendiri. Jokowi bahkan disebut-sebut mempersiapkan Ganjar sebagai penggantinya, dengan dukungan partai-partai lain jika PDIP tidak kunjung memberikan tiket capres.
Nyatanya, begitu tiket hampir pasti diberikan oleh partai, Ganjar berbalik arah soal loyalitas, bahkan membanggakan diri sebagai petugas partai. Meskipun Jokowi kerap mendapat label yang sama, tetapi sang presiden mampu menampilkan diri sebagai sosok yang independen. Bahkan kini Jokowi dijuluki sebagai king maker, hingga menantang Megawati yang notabene ketua umum partai.
Dukungan Jokowi kepada Prabowo semakin besar setelah Gibran menjadi cawapres Prabowo. Dalam debat capres, Prabowo dengan jelas menampilkan diri sebagai pembela kebijakan Jokowi, bertindak layaknya capres petahana. Prabowo menangkis serangan-serangan, baik dari Anies yang selama ini berlaku sebagai oposisi maupun Ganjar yang mendadak bersikap kritis terhadap pemerintah.
Yang tidak kalah seru adalah penampilan Gibran dalam debat cawapres. Sempat diragukan tidak akan mampu berdialektika dalam panggung yang sama menghadapi politisi senior dan profesor hukum, ternyata Gibran tampil memukau dengan argumen yang apik, epik, dan mendetail.
Gagasan yang disampaikan Gibran jauh lebih membumi tinimbang Cak Imin dan Mahfud yang cenderung normatif.
Tak ayal, Gibran dinilai publik sebagai cawapres terbaik menurut survei Indikator, yaitu mencapai 56,2%. Begitu pula dengan materi program kerja Gibran, dinilai yang paling bagus (42,9%).
Dilihat dari tingkat elektabilitas sesama cawapres, survei Litbang Kompas pun mengunggulkan Gibran sebesar 37,3%, sedangkan Mahfud hanya 21,6% dan Cak Imin 12,7%.
Jika melihat tren yang ada, peluang Prabowo-Gibran untuk mencapai keterpilihan di atas 50% terbuka lebar. Pada sisa masa kampanye dan rangkaian debat berikutnya, publik bisa melihat mana kandidat yang dianggap paling tepat untuk dipilih menggantikan Jokowi. Lebih-lebih jika melihat tingginya approval rating terhadap kinerja pemerintahan Jokowi, yang sampai menembus 80%.
Endang Tirtana, pemerhati politik.
Simak juga 'Warna Warni Spanduk Partai-Caleg Penuhi Jalanan Ibu Kota':