Tahun Baru, Petasan, dan Pesta Politik 2024
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Tahun Baru, Petasan, dan Pesta Politik 2024

Selasa, 02 Jan 2024 16:05 WIB
Septian Pribadi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Masyarakat menyaksikan pesta kembang api di tembok Berlin Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (1/1/2024). Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menggelar pesta rakyat dengan menghadirkan sejumlah artis dan pesta kembang api memeriahkan pergantian tahun. ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/rwa.
Foto ilustrasi: Olha Mulalinda/Antara
Jakarta -

Kata Bapak, "Tiada yang istimewa dalam gemerlap pergantian tahun baru jika petasan yang menjadi puncak dalam setiap perayaannya."

Petasan atau mercon adalah piranti penting pesta perayaan akhir tahun yang selalu dipakai masyarakat Indonesia bahkan dunia. Menunggu 10 detik terakhir setiap akhir tahun dan disuarakan lantang bersama-sama secara mundur. Lalu, tepat di angka satu, semua bersorak ramai dan petasan terbang mengudara. Menghiasi langit yang hitam nan kelam dengan cipratan warna-warna indah dan suara yang memekakkan telinga. Duar, duar, duar. Sebuah tanda bahwa tahun yang baru dimulai.

Dulu Istimewa

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang anak kecil, namanya Kusno, hanya bisa mengintip dari ventilasi kecil dari kamarnya yang tersusun dari bambu saat kawan-kawannya bermain petasan di malam lebaran. Hatinya pilu. "Dari tahun ke tahun aku selalu berharap-harap, tapi tak sekalipun aku bisa melepaskan mercon," keluhnya.

Suatu ketika kawan ayahnya datang dan memberi Kusno petasan. Hatinya senang tiada kepalang. Sebuah hadiah terindah yang akan ia ingat seumur hidupnya. Kusno adalah Soekarno, presiden pertama Indonesia. Cerita ini dikisahkan oleh S. Kusbiono dalam buku Bung Karno: Bapak Proklamasi Republik Indonesia.

ADVERTISEMENT

Dulu pada masa Dinasti Han (200 SM), sebelum bubuk mesiu ditemukan, membakar petasan adalah tradisi Cina yang berfungsi untuk mengusir Nian (sosok makhluk buas mirip singa dengan tanduk runcing) yang selalu menganggu setiap perayaan tahun baru. Selain menganggu, Nian juga memakan masyarakat yang ia jumpai. Oleh sebab itu penduduk setempat membuat baouzhu. Alat ini terbuat dari bambu yang mengeluarkan suara ledakan sehingga Nian ketakutan.

Sejak itu, petasan dipakai dalam setiap perayaan maupun festival di Cina. Menurut sejarawan Alwi Shahab, menyulut petasan adalah tanda komunikasi untuk memberitahu banyak orang akan ada pesta atau acara besar. Dan, rentetan suara petasan menjadi tanda status sosial seseorang.

Mercon juga menjadi atribut istimewa bagi masyarakat Tionghoa dalam menyambut musim semi (imlek) atau tahun baru. Mereka menyebut perayaan ini dengan Guo Nian yang berarti "menyambut tahun baru" atau secara harfiah berarti "mengusir Nian".

Masyarakat Tionghoa memaknai tahun baru (menyambut musim semi) sebagai upaya membuang segala keburukan di tahun lalu dan berharap tahun baru yang lebih baik. Seperti filosofi musim semi, bunga-bunga bermekaran, tunas-tunas tumbuhan bertumbuh, dan matahari menyebarkan kehangatan sinarnya.

Pesta Politik

Masih seputar petasan. Pada perayaan malam Tahun Baru 1971 di Indonesia pernah digelar "Pesta Petasan" oleh Gubenur Jakarta, Ali Sadikin. Perayaan ini kemudian memicu persoalan politik karena berton-ton petasan yang dibakar malam itu menyebabkan puluhan orang meninggal dan luka parah.

Insiden itu kemudian membuat Presiden Soeharto melakukan pelarangan dan aturan khusus terkait petasan. Bahkan para pemimpin agama juga berduyun-duyun mencoba mencari ayat Al-Quran dan Hadis untuk mencegah praktik petasan ini. Termasuk Menteri Agama Buya Hamka dan Ketua IV NU Imron Rosjadi. Meski kemudian banyak masyarakat Islam tidak setuju dengan pelarangan itu.

Petasan dan politik di Tahun Baru 2024 bisa menjadi bahan renungan kita bersama setelah 2023 benar-benar meninggalkan kita. Agar peralihan tahun yang akan datang ini tidak menjadi sekadar seremoni belaka. Kalau ujung-ujungnya tiada output berarti dalam setiap perayaan tahun baru, lalu untuk apa menyambut 2024 dengan riang gembira?

Keriuhan pesta politik yang menyerupa dalam debat capres-cawapres dan segala varian kampanye jangan hanya menjadi petasan. Riuh dan gemerlap sekejap menyinari kondisi Indonesia yang "gelap" lalu hilang tiada tersisa. Bahkan menyisakan residu (sampah) yang tiada berguna sama sekali.

Generasi Milenial dan Z (anak muda) adalah salah satu kelompok yang gegap-gempita dalam menyambut perayaan tahun baru. Termasuk juga sebagai sasaran strategis sebagai kelompok pemilih dalam pesta politik 2024. Dari data KPU, Generasi Milenial dan Z mencapai 55% (sekitar 113 juta) adalah pemilih pada Pemilu 2024. Jumlah suara yang amat penting untuk dipengaruhi di pesta pemilu nanti.

Anggap saja warna indah dan suara menggelegar dari petasan adalah janji-janji politik yang dilontarkan dalam banyak kesempatan. Sebagai generasi muda, mereka tidak boleh memilih wakil mereka di pemerintahan hanya dengan melihat kemeriahan petasan itu. Bisa jadi itu hanya janji-janji yang tampak manis di luar tapi pahit di dalam.

Mengutip ucapan Wakil Rais 'Aam PBNU KH. Afifuddin Muhajir, "Seharusnya yang menjadi pertimbangan para pemilih dalam memilih pemimpin adalah masa lalunya, bukan masa depannya (janji-janjinya)." Artinya, track record para calon pemimpin di 2024 harus benar-benar menjadi pijakan para generasi muda dalam memilih. Dan, saya kira itu tidak sulit mengingat generasi muda Indonesia saat ini amat melek literasi dan perhatian terkait isu-isu publik dan politik. Dan, sekali lagi, bukan janji-janjinya!

Selanjutnya adalah para kontestan pemilu. Masyhur dalam konstelasi politik Indonesia menebar janji-janji indah di masa kampanye lalu mengabaikan realisasi janji-janji itu saat sudah terpilih adalah hal lumrah. Lumrah yang sebetulnya salah.

Janji adalah kesungguhan aksi yang harus terealisasi. Jangan hanya menyulut petasan dan memberikan gemerlap semu lalu berakhir dengan residu. Pemimpin yang baik tidak boleh menebar "petasan" hanya untuk menggapai hasrat tahta untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Hentikan kampanye janji-janji yang tidak logis dan realistis seperti BPJS dan BBM gratis.

Wahai para calon pemimpin, sampaikan pula mekanisme untuk memastikan janji-janji yang anda sampaikan terealisasi. Sehingga tidak lagi banyak rakyat yang tertipu dan tersakiti. Syukur bila ada mekanisme resmi dari pemerintah untuk menagih janji-janji politik yang disampaikan para kontestan dalam setiap pagelaran pemilu. Ini menjadi penting agar tidak terus-terusan terjadi dalam setiap kampanye dengan memakai "senjata" janji-janji kosong untuk memikat para pemilih.

Terakhir, kita semua berharap perayaan akhir tahun 2023 menjadi perayaan yang istimewa dan menghindarkan kita dari momen menyeramkan di tahun yang baru. Dan, 2024 menjadi tahun baru yang lebih baik seperti pemaknaan masyarakat Tionghoa dalam menyambut Imlek (tahun baru). Semoga kita selamat.

Simak juga 'Jokowi: KPU Sesuai Aturan Saja Dicurigai, Apalagi Melenceng':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads