Di sisi lain pemerintah pusat sudah memberikan kepada Dewan Pengupahan Provinsi dasar penghitungan besaran UMP dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Merujuk kepada PP tersebut, besaran UMP ditetapkan berdasar tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan koefisien Alfa.
Dari sudut pandang ekonomi, formula penentuan upah minimum ini sudah fair. Tingkat inflasi menggambarkan besaran kenaikan upah minimum agar pendapatan riil pekerja tidak turun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan representasi aspek keberlangsungan usaha.
Sementara itu koefisien Alfa menunjukkan kontribusi pekerja terhadap output perekonomian. Berdasar rumusan pada PP Nomor 51 Tahun 2023, diharapkan nantinya hanya ada satu usulan besaran UMP yang direkomendasikan kepada gubernur. Pertanyaan yang muncul, mengapa dewan pengupahan provinsi akhirnya mengajukan beberapa usulan besaran upah minimum?
Kondisi Riil
Sekali lagi, penentuan upah minimum berdasar rumusan pada PP Nomor 51 Tahun 2023 sebenarnya sudah fair. Hanya saja kita harus menginterpretasikan rumusan tersebut sesuai dengan kondisi riil yang terjadi. Mengingat bahwa UMP merupakan upah terendah yang berlaku di suatu provinsi, maka seharusnya besaran inflasi yang digunakan untuk menghitung UMP didasarkan pada tingkat inflasi pada komoditas yang banyak dikonsumsi oleh pekerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung laju inflasi yang mencakup sekitar 400 macam barang, sementara itu rendahnya pendapatan pekerja menyebabkan mereka mengalokasikan pendapatannya untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok. Untuk itu perlu dilakukan rasionalisasi inflasi dengan memasukkan laju inflasi pada barang-barang kebutuhan pokok dalam penghitungan UMP mengingat inflasi pada komoditas inilah yang benar-benar berdampak pada pekerja.
Mencermati publikasi BPS Provinsi DKI, secara umum laju inflasi DKI y-on-y hanya sebesar 1,89 persen, tetapi laju inflasi kelompok bahan makanan mencapai 4,04 persen. Apabila penentuan UMP dilakukan tanpa rasionalisasi inflasi, artinya besaran UMP DKI ditentukan berdasar inflasi secara umum, maka besaran UMP menjadi terlalu rendah. Tentu saja serikat pekerja akan menolak, mengingat hal tersebut tidak menggambarkan kondisi yang secara riil dihadapi oleh para pekerja.
Selanjutnya, sebagai upaya agar UMP naik sesuai harapan, perwakilan pekerja menambahkan indeks tertentu yang berbeda dengan rumusan upah minimum pada PP Nomor 51 Tahun 2023. Hal ini berarti penentuan upah minimum versi serikat pekerja menyimpang dari ketentuan yang telah digariskan pemerintah pusat. Akibatnya perwakilan pengusaha juga akan menolak besaran UMP versi serikat pekerja karena usulan tersebut tidak memiliki legal formal.
Alasan yang sama juga menyebabkan unsur pemerintah menolak usulan pekerja. Apabila dalam penghitungan besaran UMP dilakukan rasionalisasi inflasi, maka hal ini akan membantu pihak serikat pekerja maupun pengusaha untuk mencapai titik temu atau minimal mempersempit gap di antara kedua belah pihak.
Memperkecil Perbedaan
Hal lain yang menarik untuk dibahas adalah perbedaan besaran koefisien Alfa yang dipergunakan oleh pihak pengusaha dan pemerintah. Dalam sidang penentuan UMP DKI, pengusaha mengajukan besaran UMP 2024 berdasar koefisien Alfa sebesar 0,2. Di sisi lain, pemerintah mengusulkan besaran UMP berdasar koefisien Alfa sebesar 0,3.
Sebenarnya koefisien Alfa merupakan angka yang menunjukkan kontribusi pekerja terhadap output perekonomian Provinsi DKI. Hal ini berarti koefisien Alfa menunjukkan karakteristik wilayah DKI. Koefisien Alfa bukanlah besaran yang nilainya ditentukan melalui negosiasi dalam sidang penentuan UMP sehingga seharusnya hanya ada satu nilai koefisien Alfa untuk suatu daerah.
Akan lebih fair apabila penghitungan koefisien Alfa diserahkan kepada anggota dewan pengupahan dari unsur akademisi mengingat estimasi nilai Alfa memerlukan metode ilmiah. Di samping itu, anggota dewan pengupahan dari unsur akademisi bersifat netral dan mereka juga tidak memiliki hak suara apabila penentuan UMP harus dilakukan melalui voting. Apabila rasionalisasi inflasi bisa dilakukan dan besaran koefisien Alfa telah diestimasi secara ilmiah, maka akan dapat memperkecil perbedaan yang terjadi di antara pihak-pihak yang berkepentingan sehingga dapat diperoleh suatu titik temu.
Dr. Joko Susanto staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Ekonomi UPN Veteran Yogyakarta
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini