Guru dan Kualitas Pendidikan

Kolom

Guru dan Kualitas Pendidikan

Yohanes Nugroho Widiyanto - detikNews
Sabtu, 25 Nov 2023 14:00 WIB
yohanes nugroho
Yohanes Nugroho Widiyanto (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Saat Jepang menyerah kalah dari Sekutu setelah dua kotanya (Hiroshima dan Nagasaki) dijatuhi bom atom, Kaisar Hirohito memanggil Perdana Menteri. Dia bukan bertanya berapa tentara, dokter, insinyur atau ahli hukum yang masih hidup, tetapi berapa guru yang masih hidup.

Bagi Sang Kaisar, gurulah profesi yang paling penting karena dari gurulah profesi-profesi lain itu akan muncul. Seperti yang kita lihat bersama, negara dengan kapasitas sumber daya alam terbatas dan hancur karena perang itu bisa kembali bangkit dan sampai sekarang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan teknologi kelas dunia. Apakah mindset yang sama dimiliki Indonesia dalam melihat profesi guru?

Game Charger

Perjalanan pendidikan guru di Indonesia dimulai sebelum Republik ini berdiri. Di masa kolonial, pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan pendidikan guru (Kwek School) yang setingkat dengan SMA. Kebijakan itu terus diikuti sampai pertengahan masa Orde Baru di mana para calon guru dididik di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) untuk mengajar level pendidikan SD. Untuk level di atasnya, ada Diploma 2 (D2) selama dua tahun untuk menjadi guru SMP dan D3 untuk menjadi guru SMA.

Game changer itu terjadi pada saat UU Guru dan Dosen pada 2005 yang menyatakan, sebelum 2015 semua guru haruslah bergelar sarjana. Sejak itu berbondong-bondonglah para guru untuk segera melanjutkan pendidikan tinggi yang disambut bermunculannya kelas-kelas sore/malam di berbagai daerah untuk memenuhi kebutuhan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setahun sebelum UU tersebut diterbitkan, 95% guru SD, 45% guru SMP, dan 29% guru SMA tidak memiliki gelar sarjana, tetapi satu dekade kemudian, peningkatan jumlah bertambah secara drastis walaupun masih belum memenuhi target. Pada tahun ini, tercatat 80% guru SD, 85% guru SMP, dan 95% guru SMA/SMK sudah bergelar sarjana.

Game changer yang lain dari UU Guru dan Dosen ini adalah diberikannya tunjangan profesi yang membuat para guru mendapatkan gaji ganda di luar gaji pokok mereka. Program ini dimulai pada 2007 yang membuat para guru harus berjuang untuk memenuhi kualifikasi yang lain selain gelar akademis sarjana.

ADVERTISEMENT

Untuk memenuhi kualifikasi ini, para guru mengalami berbagai perubahan kebijakan dalam proses sertifikasi dari sekedar pengumpulan portofolio sampai sekarang dalam bentuk Pendidikan Profesi Guru (PPG) baik bagi guru yang saat ini sedang dalam status sebagai pengajar (atau disebut PPG Dalam Jabatan) dan para calon guru (PPG Pra Jabatan).

Dari sisi kebijakan, upaya pemerintah untuk terus memperbaiki mutu guru kewajiban meraih gelar sarjana maupun pendidikan profesi untuk meraih sertifikasi sebagai guru, sudah menunjukkan hal positif. Masalahnya, apakah ada dampak yang signifikan dari upaya ini pada mutu pendidikan kita? Apakah setelah mereka bergelar sarjana dengan label guru bersertifikasi, kualitas pribadi mereka dan hasilnya menunjukkan hasil yang diharapkan?

Dampak Perbaikan

Sayang upaya pemerintah yang luar biasa ini tidak menunjukkan dampak perbaikan yang signifikan pada mutu pendidikan. Kalau kita mengacu pada kualitas anak didik kita lewat tes PISA yang diadakan OECD (sebuah organisasi dunia yang beranggotakan negara-negara maju dan sedang berkembang), kita masih terus berada di urutan bawah dalam tiga kemampuan dasar yang diujikan yakni membaca, matematika, dan IPA.

Bahkan sejak mengikuti tes PISA tahun 2000, kita hanya mengalami sedikit kenaikan pada 2008 tetapi sesudah itu terjadi tren penurunan. Karena pandemi, penyelenggaraan pada 2021 dibatalkan. Kalau mengacu pada pengalaman berbagai negara di mana terjadi learning loss selama pandemi, kita bisa mengasumsikan tren penurunan itu masih terjadi.

Para ahli menyatakan bahwa di antara tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa di luar dirinya yaitu latar belakang sosial ekonomi, fasilitas sekolah, dan kualitas guru --yang terakhir inilah yang paling menentukan. Secara dramatis hal ini digambarkan dengan baik lewat novel/film Laskar Pelangi. Walaupun sekolah Muhammadiyah di pelosok Belitong itu memiliki fasilitas yang sangat minim dan para siswanya berasal dari keluarga miskin, Ibu Guru Muslimah berhasil membuat para siswanya menjadi 'orang' karena kegigihan dan kecerdasannya.

Namun, data statistik menunjukkan tidak ada perubahan kualitas pendidikan yang nyata walaupun pemerintah sudah mengupayakan perbaikan kesejahteraan guru lewat UU Guru. Data Bank Dunia yang melakukan tes kemampuan guru sejak 2003, para guru yang diuji dalam mata pelajaran yang mereka ajar hanya menunjukkan kemampuan yang minim (sekitar 58 dari tertinggi 100).

Hal ini juga diperkuat Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diselenggarakan pemerintah di mana hasilnya pun mirip (rata-rata 50,6). Kalau penguasaan materi pelajaran yang guru ajarkan saja masih sangat minim, kita susah menuntut para guru untuk menguasai kemampuan yang lebih interdisipliner, soft skills, dan ketrampilan abad ke-21.

Momen Refleksi

Hari ini, 25 November, kita memperingati Hari Guru Nasional. Para pemangku kepentingan (pemerintah, orangtua, para siswa) menaruh harapan yang besar bahwa para guru ini adalah agen perubahan menuju Indonesia Emas 2045. Mereka semua memiliki keyakinan yang sama seperti Kaisar Hirohito pada akhir Perang Dunia II.

Langkah-langkah besar sudah dilakukan secara struktural lewat pendidikan formal dan sertifikasi profesi. Tetapi semua akan kembali kepada para guru. Anda yang seharusnya digugu dan ditiru dituntut keteladanan Anda dalam menentukan nasib bangsa ini ke depan. Anda yang harus membuktikan bahwa gelar S.Pd dan Gr itu bukan semata-mata hanyalah prosedur administratif semata. Kedua gelar itu membutuhkan substansi yang nyata dari dalam diri Anda yang memancarkan guru yang cerdas, visioner, dan berkualitas. Selamat Hari Guru Nasional!

Yohanes Nugroho Widiyanto, Ph.D Kepala Pusat Kajian Pendidikan dan Pengembangan Profesi Kependidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Simak juga 'Jokowi Bicara Masalah Guru Honorer: 2024 Akan Ada 1 Juta ASN P3K':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads