"Contante Justitie" dalam Perkara Firli Bahuri vs Yasin Limpo
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

"Contante Justitie" dalam Perkara Firli Bahuri vs Yasin Limpo

Rabu, 22 Nov 2023 14:15 WIB
RIBUT BAIDI
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Kolase foto Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: dok detikcom)
Syahrul Yasin Limpo dan Firli Bahuri (Foto: dok. detikcom)
Jakarta -

Perseteruan antara ketua KPK Firli Bahuri (FB) dengan Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus menggelinding dan menjadi pemberitaan menarik yang memancing reaksi publik. SYL diperiksa dan ditahan KPK dalam dugaan tindak pidana korupsi sampai saat ini masih terus berjalan. Fakta baru, penemuan cek senilai Rp 2 triliun di rumah dinas SYL menunjukkan bahwa KPK tidak main-main mengusut dugaan korupsi SYL dengan jumlah kerugian keuangan negara yang besar.

Di sisi lain, SYL melaporkan FB ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana pemerasan terhadap dirinya. Laporan SYL terhadap FB di Polda Metro Jaya tersebut tidak hanya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, tetapi juga dikembangkan dengan penggeledahan dua rumah milik FB.

Perseteruan SYL vs FB menunjukkan esensi carut-marut proses penegakan hukum yang melibatkan dua orang pejabat penting di negara ini yang ditengarai adanya kelambanan dalam proses pemeriksaannya, baik pemeriksaan SYL di KPK maupun pemeriksaan FB di Polda Metro Jaya. Bahkan, ada desakan publik untuk menyegerakan penanganan kasus dugaan pemerasan FB terhadap SYL agar kebenaran perkara ini bisa terkuak ke publik.

Pertanyaan krusial, apakah sudah tepat penanganan dugaan korupsi SYL lebih didahulukan pemeriksaannya dari penanganan dugaan pemerasan FB terhadap SYL atau malah sebaliknya? Dalam rangka menjawabnya, maka sangat tepat jika dalam dua perkara yang berbeda tersebut dilakukan analisis berdasarkan asas contante justitie dan asas preferensi penanganan kasus.

Asas Contante Justitie

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contante justitie adalah asas yang diambil dari istilah Belanda yang berarti keadilan harus dilaksanakan dan diberikan secara kontan/cepat. Penanganan perkara hukum harus dilakukan dengan kontan/cepat sebagai wujud perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Di Indonesia, contante justitie adalah asas dalam peradilan yaitu asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Asas ini dimanifestasikan dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Kecepatan melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan merupakan substansi krusial dari norma tersebut yang bertujuan untuk menciptakan kepastian dengan segera tentang siapa pelaku, kapan, di mana perbuatan dilakukan, alat bukti apa, barang bukti, serta seperti apa modus operandi (cara-cara tindak pidana dilakukan) oleh pelakunya.

Asas contante justitie tindak pidana korupsi diatur di dalam Pasal 25 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana norma ini menegaskan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan disegerakan atau lebih didahulukan. Ratio legis ketentuan norma tersebut adalah proses penyelidikan, penyidikan, dan seterusnya harus dilakukan sesegera mungkin dan didahulukan dibandingkan dengan tindak pidana lain. Hal ini karena tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang harus ditangani dengan cara yang luar biasa juga, termasuk harus ditangani dalam jarak waktu yang sesingkat-singkatnya.

ADVERTISEMENT

Asas Preferensi Penanganan Perkara

Terdapat dua unsur penting dalam tindak pidana berupa hal-ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan dan keadaan tambahan yang memberatkan pidana, baik yang melekat pada perbuatan SYL maupun pada perbuatan FB dengan kronologi singkat. Pertama, SYL diduga melakukan tindak pidana korupsi, berupa penerimaan hadiah/janji/sesuatu oleh pegawai negeri atau yang mewakilinya di lingkungan kementerian pertanian pada 2019-2023.

Kedua, pada 16 Januari 2023, KPK mengeluarkan surat perintah penyelidikan (spnn.lidik-05/Lid.01.00/01/01/2023) sekaligus pertama kali memanggil SYL, 16 Januari 2023, tetapi SYL tidak hadir karena berada di India dalam rangka pertemuan Agriculture Ministers Meeting G-20. SYL meminta penjadwalan pemanggilan ulang pada 27 Juni 2023.

Ketiga, sebelum 19 Juni 2023, penyidik KPK memeriksa SYL. Sebelumnya KPK sudah memeriksa 49 orang pejabat ASN. Keempat, pada 28 - 29 September 2023, penyidik KPK menggeledah rumah dinas menteri SYL di Widya Candra, Jakarta Selatan. Kelima, pada 12 Agustus 2023, ada aduan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap SYL ke Polda Metro Jaya (B/10339/VIII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus ).

Pada 15 agustus 2023, Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah pengumpulan bahan keterangan (pulbaket), pada 21 Agustus 2023 dimulainya penyelidikan, dan 24 Agustus 2023 dilakukan pemeriksaan terhadap enam orang pengadu, yanki sopir SYL, ajudan SYL, dan SYL. Kemudian 5 Oktober 2023, SYL dimintai keterangan oleh penyidik Polda Metro Jaya untuk ketiga kalinya.

Rentang waktu penting dalam rangkaian kasus, yaitu 16 Januari 2023 dengan terbitnya spnn.lidik-05/Lid.01.00/01/01/2023 dan 12 Agustus 2023 ketika ada aduan Pimpinan KPK melakukan dugaan pemerasan terhadap SYL (B/10339/VIII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus). Kasus bermula adanya tipikor yang dilakukan oleh SYL, kemudian dugaan pemerasan yang dilakukan FB terhadap SYL. Pada kasus SYL (tersendiri) berlakulah hal-hal yang menyertai serta keadaan yang memberatkan bobot tindak pidana SYL. Ternyata, kasus berlanjut pada adanya dugaan pemerasaan yang dilakukan oleh FB terhadap SYL.

Entry point analisis adalah kondisi tertentu pada kasus SYL dan FB, yaitu dugaan adanya tekanan psikis FB terhadap SYL, di mana FB mempunyai bargaining position and power lebih kuat dibanding SYL. Ini menempatkan SYL pada posisi yang dilematis (atau bahkan ketakutan) dengan harus menerima tawaran pada opsi take it or leave it dalam pergulatan bargaining position and power yang dimiliki FB selaku ketua KPK.

Alhasil, hal lain yang perlu kita cermati bahwa dalam proses penanganan kasus SYL oleh FB penuh dengan conflict of interest, karena pada relasi SYL - FB terdapat faktor finansial yang akan sangat berpengaruh pada proses pemeriksaan kasus.

Deni Setya Bagus Yuherawan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura dan Ribut Baidi dosen Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Madura

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads