Pencalonan Gibran Pasca Putusan Majelis Kehormatan MK

Kolom

Pencalonan Gibran Pasca Putusan Majelis Kehormatan MK

Teguh Satya Bhakti - detikNews
Rabu, 08 Nov 2023 15:28 WIB
Bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka menyapa santri Ponpes Darussalam saat safari politik di Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (28/10/2023). Menurut Gibran kunjungan tersebut merupakan safari politik pertamanya di Jawa Tengah sejak mendaftar sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subiyanto. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/Spt.
Foto: Antara Foto/Anis Efizudin
Jakarta -

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi(MKMK) melalui Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Menariknya, salah satu anggota MKMK Bintan R. Saragih menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usaman. Bintan menegaskan bahwa Anwar Usman telah terbukti melakukan pelanggaran berat, dan seharusnya sanksi yang diberikan kepada Anwar adalah pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Selain Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023, MKMK juga mengeluarkan putusan lainnya terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi atas Terlapor: Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor (Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023), Terlapor Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan sanksi teguran tertulis (Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023), terlapor Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah (Para Hakim Konstitusi) dengan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor (Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kedudukan hukum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, 16 Oktober 2023, pasca Putusan MKMK di atas?

Dalam konteks pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman oleh Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, jika Badan Peradilan tingkat pertama mengeluarkan putusan, dan kemudian putusan itu dianggap tidak sesuai hukum dan tidak mencerminkan keadilan, maka mekanisme untuk melakukan pembetulan terhadap putusan tersebut adalah melalui lembaga Banding oleh Pengadilan Tinggi, serta melalui lembaga Kasasi dan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung.

Sementara pemeriksaan dan peninjauan ulang terhadap Putusan MK secara normatif tidak ada karena putusannya menurut UUD adalah final dan mengikat. Namun dalam praktik peradilannya, MK pernah memeriksa dan meninjau ulang putusannya sendiri sepanjang batu uji/dasar pengujian yang digunakan dalam permohonan terhadap pasal yang sama, berbeda dengan batu uji/dasar pengujian permohonan sebelumnya. Apalagi jika ternyata putusan MK sebelumnya terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) dan bermasalah dari segi konflik kepentingan, seperti yang terjadi dalam Putusan MK 90.

Saat ini MK sedang menangani upaya pemohonan kembali kedua terhadap syarat usia capres dan cawapres dalam UU Pemilu dalam Putusan MK 90 melalui perkara Nomor AP3: 141/PUU/PAN.MK/AP3/10/2023. Lalu bagaimana legalitas kedudukan hukum Gibran selaku Cawapres Prabowo?

Sebagaimana kita ketahui bakal cawapres pasangan Prabowo yaitu Gibran Rakabuming Raka belum berusia 40 tahun pada Rabu, 25 Oktober 2023 tatkala yang bersangkutan melakukan Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden di KPU RI. Namun uniknya, KPU RI menerima saja pendaftaran tersebut, padahal Gibran nyata-nyata tidak memenuhi syarat sebagai cawapres menurut Ketentuan Pasal 169 huruf q UU No. 7/2017 dan Pasal 13 ayat 1 huruf q PKPU No. 19/ 2023.

ADVERTISEMENT

Boleh jadi, pada saat itu KPU RI mendasarkan penerimaan pendaftaran tersebut dengan mengacu pada Putusan MK 90, yang membolehkan capres/cawapres itu berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Tetapi persoalannya, KPU RI pada 25 Oktober 2023 belum mengubah Pasal 13 ayat 1 huruf q PKPU No. 19/ 2023 (aturan yang dibuatnya sendiri pada 9 Oktober 2023), yang mengatur tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang mensyaratkan usia capres/cawapres harus paling rendah 40 tahun. Artinya, pendaftaran Gibran sebagai cawapres Prabowo sejak semula tidak memenuhi syarat menurut PKPU No. 19/ 2023.

PKPU No. 19/ 2023 baru diubah KPU pada 3 November 2023 dengan konsideran menimbang mengacu pada Putusan MK 90 dengan menyisipkan Pasal 13 ayat 1 huruf q yang berbunyi: Syarat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah. Kemudian ayat 3 menyatakan syarat calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q terhitung sejak penetapan Pasangan Calon oleh KPU.

Persoalan yang muncul kemudian, bagaimana kedudukan Pasal 13 ayat 1 huruf q dalam perubahan PKPU No. 19/ 2023, 3 November 2023, pasca MKMK berupa Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023, Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023, Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023, dan Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/10/2023, yang secara tegas menyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) yang dilakukan oleh Ketua MK, Wakil Ketua MK, dan Para Hakim Konstitusi lainnya?

Jika melihat rentetan uraian peristiwa yang terjadi, maka dapat dipahami bahwa Putusan MK 90 adalah putusan yang bermasalah dari segi etika dan bermasalah dari segi konflik kepentingan. Konsekuensinya adalah demi hukum, maka perubahan PKPU No. 19/ 2023 tanggal 3 November 2023 juga bermasalah dari segi etika dan dan bermasalah pula dari segi konflik kepentingan. Dan pada akhirnya berkonsekuensi pula pada pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo.

Walaupun secara legitimasi politik, pasangan capres dan cawapres Prabowo - Gibran telah memenuhi syarat presidential threshold, yaitu persentase raihan suara gabungan partai politik yang mencalonkannya sebagai pasangan capres dan cawapres, namun secara legalitas pasangan cawapres Gibran tidak memenuhi kualifikasi sebagai Cawapres Prabowo secara hukum, serta bermasalah dari segi etika dan bermasalah dari segi konflik kepentingan.

Oleh karenanya, diharapkan Gibran memiliki memiliki jiwa, perasaan, keinsyafan dan keyakinannya sebagai seorang negarawan untuk memikirkan kembali pencalonannya sebagai cawapres Prabowo guna kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar di masa depan, dengan memberikan kesempatan kepada gabungan partai politik yang mendukungnya untuk mencari sosok yang memenuhi syarat secara hukum, mengingat permainan sudah akan dimulai terhitung sejak penetapan Pasangan Calon oleh KPU.

Teguh Satya Bhakti dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads