Kesehatan mental adalah isu global yang semakin mendapat perhatian. Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari tiga ratus juta orang di seluruh dunia menderita depresi, dan angka ini terus meningkat. Sementara sekitar delapan ratus ribu orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya.
Di Uni Eropa, 27,0 persen populasi orang dewasa berusia antara delapan belas dan enam puluh lima tahun dikatakan mengalami komplikasi kesehatan mental. Di Inggris saja, kasus kesehatan mental yang buruk secara bertahap meningkat selama dua dekade terakhir.
Survei Adult Psychiatric Morbidity Survey (APMS) menggambarkan bahwa pada 2014: 17,5 persen penduduk di atas enam belas tahun menderita berbagai bentuk depresi atau kecemasan, dibandingkan dengan 14,1 persen pada 1993.
Selain itu, jumlah individu yang mengalami depresi atau kecemasan meningkat cukup parah kenaikannya dari 6,9 persen menjadi 9,3 persen. Iain Ferguson mengatakan bahwa sistem kapitalisme bertanggung jawab atas tingginya tingkat masalah kesehatan mental saat ini.
Dalam buku The Effortless Life, Leo Babauta menuliskan bahwa kebutuhan adakalanya diciptakan oleh masyarakat. Menurutnya kita adalah makhluk sederhana. Kita hanya perlu makanan, pakaian, tempat tinggal, dan hubungan yang baik dengan sesama manusia.
Namun, pada era ini semua menjadi rumit. Tempat tinggal telah menjadi simbol status yang mahal. Lalu, makanan dan pakaian pun telah diubah menjadi lambang status dan hilangkan dari kebutuhan sebenarnya.
Kemudian yang paling rumit adalah hubungan kita sesama manusia. Dalam hubungan sosial di zaman ini; kita terpacu untuk terlihat selalu menarik di mata orang banyak dalam kondisi apapun.
Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena pada setiap momen masa kecil dan momen sekolah, kita selalu diarahkan gagasan tentang kesuksesan seperti contoh di atas. Selanjutnya, ia mulai mempertanyakan, "Siapa yang mendefinisikan kesuksesan?"
Seharusnya Sederhana
Senada dengan Leo Babauta, psikoanalisis Marxis, Erich Fromm mengatakan bahwa kebahagiaan dalam hidup kita ini seharusnya sederhana, yaitu berpusat pada kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, pakaian dan hubungan sosial yang sehat.
Sederhananya, Fromm menekankan pentingnya pemahaman diri dan hubungan sehat sesama manusia sebagai faktor utama untuk kesejahteraan mental dan jiwa kita. Namun, pada era kapitalisme, kita sering terjebak dalam lingkungan yang mendominasi nilai-nilai ekonomi, seperti akumulasi kekayaan dan persaingan yang tidak ada habis-habisnya.
Pandangan ini telah disusupi oleh ideologi dan nilai-nilai masyarakat (suprastruktur) yang kompleks, yaitu seperti konsep kesuksesan yang masalah menjauhkan kita dari kebahagiaan sejati. Karena itu hasrat untuk mencapai kesuksesan materi seringkali menghasilkan stres dan kecemasan.
Lebih lanjutnya, kapitalisme telah mempromosikan persaingan yang kuat antara sesama manusia.. Inilah kemudian yang menggantikan nilai-nilai kolektivitas dan solidaritas di antara kita. Kapitalisme mendorong kita memenangkan persaingan dan inilah yang mengakibatkan isolasi sosial dan kesulitan membangun hubungan sosial yang sehat.
Kemudian dari sinilah perasaan keterasingan dan kesepian muncul, dan menjadi penyebab utama buruknya kesehatan mental kita. Kita dibuat merasa terpisah dari diri kita sendiri, orang lain, dunia sekitar. Dan, keinginan untuk terhubung dengan orang lain sering bertabrakan dengan tuntutan kapitalisme yang lebih menekankan keuntungan ekonomi.
Pandangan Masyarakat
Teori hegemoni Gramsci menjelaskan bahwa kelompok penguasa memiliki pengaruh kuat dalam membentuk ideologi yang kemudian menjadi bagian dari budaya. Ini berarti ideologi tersebut menjadi cara yang kuat untuk mengendalikan pandangan masyarakat tentang kesuksesan.
Selain itu, konsep Althusser tentang aparatus negara ideologis, yang sekarang mencakup media, memainkan peran penting dalam menyebarkan dan memperkuat ideologi ini. Kini, alat utama yang mengukuhkan hegemoni adalah media sosial. Media sosial adalah sarana produksi ide-ide, pembaharuan, sikap, dan perspektif yang merupakan pabrik bagi terciptanya aksi sehat/nalar umum sehari-hari.
Pengaruh hegemoni dalam masyarakat telah menciptakan situasi di mana ideologi telah menjadi budaya. Konsep kesuksesan yang diterapkan oleh kelompok penguasa secara efektif dipromosikan melalui aparatus ideologi media --kini media sosial.
Dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh media sosial, kita seringkali terjebak dalam pencarian standar kesuksesan yang tidak realistis, sebagian besar yang digerakkan oleh tekanan sosial dan tuntutan yang harus kita terima.
Untuk menghadapi pengaruh kuat ideologi dan media sosial, kita harus merenungkan kembali tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup. Kesuksesan seharusnya tidak hanya diukur dari materi saja, tetapi juga dari kebahagiaan sejati, kesejahteraan emosional, dan hubungan yang bermakna.