Media Sosial, Pangan Lokal, dan Milenial
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Media Sosial, Pangan Lokal, dan Milenial

Selasa, 07 Nov 2023 13:10 WIB
Munawar Khalil N
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Umbi Indonesia
Foto: Istimewa
Jakarta -

Dulu, dangdut khususnya koplo dipandang sebagai musik kelas rendah, musik masyarakat marginal dan kaum ekonomi lemah. Saya masih ingat pernah dicibir oleh kawan karena menyetel lagu dangdut. Dangdut koplo punya dua "dosa", selain musiknya dangdut yang dianggap rendahan, musik ini hanya untuk kalangan etnis Jawa. Ini musik tradisional yang hanya bisa dimengerti orang Jawa.

Tetapi kira-kira dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, lagu-lagu dangdut menembus sekat-sekat antarkelas sosial, merambah hingga ke mancanegara, dan akrab di telinga generasi muda. Apa gerangan yang terjadi? Mengapa dangdut, khususnya jenis koplo berhasil mengubah selera orang dari berbagai kalangan?

Menurut saya ada dua hal yang mempengaruhi yaitu media sosial dan milenial. Saat ini media sosial menjadi penentu selera masyarakat. Apa yang menarik di media sosial dengan cepat ditiru dan meluas menembus batas negara. Lihat saja video klip lagu-lagu penyanyi dangdut seperti Via Vallen dan Siti Badriah di Youtube mampu menembus jutaan viewer. Mereka menjadi representasi dangdut generasi baru, yang muda dan kreatif.

Lagu koplo ditampilkan dengan visual yang beradaptasi dengan perkembangan modern menjadi sangat berpengaruh. Para penyanyi koplo seperti Via Vallen pun menjadi ikon yang mampu memadukan antara tradisional dan modern, menghasilkan perpaduan unik yang menarik semua kalangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dangdut koplo menemukan momentum ketika influencer Gofar Hilman mewawancarai penyanyi koplo legendaris, almarhum Didi Kempot. Video wawancara yang diunggah di Youtube pada 21 Juli 2019 itu menjadi trending dan viral. Gelombang koplo pun dimulai hingga televisi seolah berlomba menyajikan musik jenis ini. Bahkan dalam dua tahun terakhir, lagu-lagu dangdut koplo menghiasi kemeriahan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara. Dangdut mendapat tempat di hati masyarakat luas.

Bagaimana dengan Pangan Lokal?

ADVERTISEMENT

Koplo dan pangan lokal punya kemiripan dalam pengertian bahwa keduanya dipandang lebih rendah atau hanya pantas untuk kalangan masyarakat bawah. Pangan lokal seperti singkong, talas, ubi jalar, sagu biasanya bukanlah pangan yang dimakan sehari-hari dalam artian sebagai pangan pokok. Seringkali kita mendengar "belum kenyang kalau belum makan nasi". Itu merupakan ungkapan yang menunjukkan beras masih menempati kasta tertinggi dalam pangan pokok mayoritas orang Indonesia.

Belajar dari koplo, menaikkan gengsi pangan lokal perlu memperhatikan dua entitas ini, media sosial dan milenial. Media sosial menjadi sarana yang penting dalam menyampaikan pesan-pesan diversifikasi pangan lokal. Data We Are Social (2023) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk 10 besar negara dengan durasi mengakses media sosial tertinggi di dunia di mana waktu yang dihabiskan orang Indonesia bermain media sosial rata-rata 3 jam 18 menit setiap hari.

Begitu juga dengan keterlibatan milenial dan Gen Z sebagai pembawa pesan dan representasi modernitas sangat penting dalam upaya mempersempit disparitas kelas pangan lokal dengan pangan lainnya. BPS mencatat pengguna internet paling besar berasal dari kelompok usia produktif (25 - 49 tahun) sebesar 47,64% yang berarti didominasi kalangan milenial. Kemudian disusul kelompok usia 19 - 24 tahun sebesar 14,69%.

Tentunya peran pemerintah sangat diperlukan dalam mendorong generasi muda untuk berkiprah di media sosial. Salah satu institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi terkait hal ini adalah Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA).

Sebagai lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 66 tahun 2021, dan baru beroperasi secara resmi setelah dilantiknya Arief Prasetyo Adi oleh Presiden Joko Widodo pada 22 Februari 2022, NFA memiliki segudang PR untuk membangun penganekaragaman konsumsi pangan. Sebagai contoh, melalui program B2SA (Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman) Goes To School, NFA melakukan sosialisasi dan edukasi pangan lokal dengan menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa.

Aransemen Ibarat Resep

Internet memberi peluang tak terbatas dalam pertarungan dunia maya untuk saling berebut pengaruh. Yang bertahan adalah yang punya kreativitas. Di dunia musik, aransemen koplo memadukan unsur modern dan tradisional. Lagu-lagu Jawa diaransemen ulang menjadi musik yang lebih segar. Outfit penyanyi dan kemasan visual juga menjadi magnet tersendiri yang memikat banyak penonton.

Jika berkaca dari realitas koplo tersebut, kreativitas dan inovasi sangat penting untuk menghadirkan pangan lokal yang segar dan menarik. Karena itu, salah satu upaya yang dilakukan NFA adalah membangun inovasi dan kreasi melalui Dapur B2SA, sehingga diharapkan masyarakat khususnya kaum ibu, perempuan dan generasi muda mampu menciptakan kreasi resep menu pangan lokal yang kekinian.

Ini upaya yang baik untuk mengangkat gengsi pangan lokal sebagai pangan yang keren. Dengan menu-menu baik dari sisi rasa dan estetika menjadi nilai lebih yang harus didorong agar masyarakat aware dan tertarik untuk mencobanya. Tidak lupa juga aspek gizi dan kesehatan menjadi perhatian sehingga resep-resep pangan lokal tersebut juga memenuhi unsur gizi seimbang.

Konten is The King

Lingkungan yang mendukung akan memberikan dampak luar biasa dalam perkembangan pangan lokal. Pemerintah perlu mendukung melalui penciptaan atmosfer yang kuat dalam mengusung gerakan diversifikasi pangan lokal ini. Begitu juga dengan seluruh masyarakat, komunitas dan juga berbagai pihak lainnya.

Arus informasi yang begitu mudah diakses saaat ini harus digunakan untuk mendiseminasikan berbagai keunggulan pangan lokal ke masyarakat. Penyediaan akses ini penting untuk memperluas pasar dan membangkitkan minat masyarakat terhadap pangan lokal. Gerai pangan lokal maupun berbagai produk kreasi pangan lokal menjadi trigger yang akan mendukung atmosfer pangan lokal ini yang didukung dengan pengemasan konten yang menarik.

Di era digital saat ini, penciptaan konten menjadi kunci dalam mengusung ide-ide yang dapat mempengaruhi masyarakat. Media sosial dibanjiri dengan pertarungan konten. Kreativitas dan inovasi bertarung di jagat maya. Para milenial menjadi harapan bagi tumbuhnya konten-konten pangan lokal yang menarik. Hasil survei Populix (2023) menunjukkan bahwa sebanyak 63% responden mengakses konten terkait inspirasi kuliner. Ini peluang dan ceruk pasar yang bisa diambil oleh para generasi muda di ruang digital. Jika koplo bisa mengubah selera musik masyarakat, harusnya selera pangan masyarakat juga bisa diubah.

Munawar Khalil N ASN Badan Pangan Nasional

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads