Ada baiknya kita keluar sebentar dari kotak hukum positif yang terlalu kaku, linear, dan cenderung naif. Mari kita loncat sejenak menyimak salah satu ilmu bantu hukum yaitu kriminologi untuk memahami bagaimana hukum bekerja di luar arena.
Imunitas Hakim
Imunitas hakim adalah kekebalan yang harus dijaga bersama. Salah satu alasannya karena disebutkan tegas dalam UUD 1945. Selain itu juga berlaku asas ius curia novit (hakim dianggap tahu segalanya). Dengan kekebalan ini, maka hakim merupakan pemegang kewenangan yang maha benar di muka bumi. Hakim bisa memutihkan yang hitam dan menghitamkan yang putih.
Tujuan imunitas ini sangat bagus dan ideal sebab agar hakim memang memiliki kekuasaan bebas, mandiri, dan independen dari campur tangan pihak mana pun. Semua itu diperlukan supaya sang hakim dapat memberikan putusan hukum yang adil. Hukum ditegakkan di ruang hampa tanpa intervensi apa pun.
Namun hakim tetaplah manusia. Hakim butuh kesejahteraan, punya keluarga, dan butuh eksistensi. Maka, kerap ditemukan oknum hakim menggunakan independensi hakim itu untuk menguntungkan diri sendiri dengan memanfaatkan hukum sebagai alatnya (law as tool of crime).
Kekhawatiran itu sudah diingatkan oleh Prof Ronny Nitibaskara dalam artikelnya 'Fenomena Judicial Crime di Indonesia' dalam buku Demi Keadilan: Antologi Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana, yaitu:
Perilaku ini akan menjelma menjadi kejahatan sempurna (perfect crime) karena sengaja dibungkus dengan hukum yang berlaku sehingga seolah-olah merupakan bagian dari penegakan hukum atau kebijakan resmi.
Sebagai perfect crime, maka harus dicari jalan memutar mengitari kotak hitam hukum positif. Berpikir out of the box. Negara tidak boleh kalah terhadap upaya-upaya yang hendak mengakali hukum. Konstitusi harus dirawat dengan akal sehat, bukan kepentingan sesaat.
Apa yang Harus Dilakukan?
Majelis Kehormatan MK (MKMK) memiliki kelemahan yaitu hanya bisa mengurai dan mengadili pelanggaran etik hakim konstitusi. MKMK tidak punya otoritas membongkar intervensi non yudikatif. Hingga persidangan selesai, MKMK hanya memeriksa pelapor, hakim terlapor, dan ahli yang diajukan yaitu I Dewa Gede Palguna.
Oleh sebab itu, Hak Angket DPR dibutuhkan untuk membongkar kotak pandora itu. Hak Angket harus bisa memanggil para pihak yang berusaha mengintervensi independensi hakim. Hal itu untuk membuktikan apakah benar ada kekuatan di luar lembaga yudikatif yang berusaha mengintervensi putusan itu.
Ibarat mengarungi lautan, MKMK adalah kapal pesiar dan Hak Angket adalah kapal samudra. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu Pulau Keadilan. Kedua kapal ini sama-sama berjuang mengarungi gelombang besar dengan caranya sendiri untuk mencapai ke pantai kebenaran. Kapal Hak Angket diharapkan bekerja dengan cara-cara politik konstitusional, sedangkan MKMK bekerja dengan cara-cara etik hukum.
Apa hasil putusan MKMK esok? Mari kita kawal bersama Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams yang akan memutusnya.
Andi Saputra advokat
Simak juga Video 'Survei Charta: 39,7% Publik Percaya Jokowi Cawe-cawe Putusan MK':
Saksikan Live DetikPagi:
(mmu/mmu)