Agus Subiyanto di Antara M Jusuf dan LB Moerdani
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Agus Subiyanto di Antara M Jusuf dan LB Moerdani

Jumat, 03 Nov 2023 14:26 WIB
Sudrajat
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Sudrajat, wartawan detikcom
Sudrajat (Foto: Rahman/detikcom)
Jakarta -

Judul pemberitaan di banyak media pada awal pekan ini bernada seragam. Seolah mempertanyakan kenapa Jenderal TNI Agus Subiyanto yang baru enam hari mengemban tugas sebagai KSAD sudah diusulkan menjadi calon panglima TNI. Padahal keputusan Presiden tersebut bukan tanpa preseden sebelumnya, dan sama sekali tak melanggar UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Preseden dimaksud adalah keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajukan Komjen Timur Pradopo sebagai calon Kapolri kepada DPR, 4 Oktober 2010. Padahal Timur baru selang beberapa jam saja dilantik sebagai Kepala Baharkam dengan pangkat Komisaris Jenderal (bintang tiga). Sebelumnya dia menjabat sebagai Kepala Polda Metro Jaya. Setelah disetujui DPR, Presiden SBY melantik Timur sebagai Kapolri pada 22 Oktober.

Pada era Orde Baru lain lagi. Presiden Soeharto pernah mengangkat tiga Panglima ABRI tanpa pernah menjadi KSAD sebelumnya. Pertama adalah Jenderal M Jusuf yang menjabat Menhankam merangkap Panglima ABRI pada 1978-1983, menggantikan Maraden Panggabean.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya M Jusuf menjadi Menteri Perindustrian sejak 1964 - 1978. Di ketentaraan jabatan terakhir M Jusuf adalah Pangdam Hasanudin pada 1960 - 1964. Artinya, dia sudah 14 tahun berada di luar organisasi ketentaraan. Tak heran bila Jusuf merasa perlu untuk berlatih selama tiga hari soal baris-berbaris. "Pengawas latihan adalah Elly Jusuf, istri M Jusuf," tulis Salim Said dalam buku Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian (Penerbit Mizan, 2013).

Kedua adalah Jenderal Leonardus Benyamin (LB) Moerdani yang menjadi Panglima ABRI pada 1983 - 1988. Jangankan menjabat KSAD, Jenderal Benny, begitu dia disapa, bahkan tidak pernah menjabat Pangdam. Karirnya lebih banyak di dunia intelijen dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal saat menjabat Asisten Intelijen Hamkam merangkap Asisten Intelijen Kopkamtib sekaligus Wakil kepala Bakin.

ADVERTISEMENT

Ketiga Jenderal Feisal Edo Tanjung. Dia menjadi Pangab pada 1993 - 1998, menggantikan Jenderal Edi Sudradjat yang cuma tiga bulan menjadi Pangab lalu menjadi Menhankam. Feisal pernah menjadi anak buah Soeharto dalam Operasi Mandala di Papua. Saat berpangkat Mayor, Feisal mengikuti pendidikan di Jerman Barat dan untuk pertama kali berkenalan dengan BJ Habibie.

Feisal pernah menjadi Pangdam Mulawarman di Kalimantan, lalu menjadi Danseskoad di Bandung. Bintangnya bertambah menjadi tiga dengan jabatan Kepala Staf Umum ABRI setelah memimpin Dewan Kehormatan Perwira dalam kasus Santa Qruz, Dili pada 1991. Kala itu Dewan antara lain memutuskan untuk mencopot Pangdam Udayana Mayjen Sintong Panjaitan.

Memasuki era Reformasi, apa yang pernah dilakukan Soeharto tentu tak mungkin diulangi. Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 34 Tahun 2004 menyebutkan, "Jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan."

Selanjutnya, persetujuan DPR terhadap calon usulan Panglima TNI oleh presiden, paling lambat disampaikan selama 20 hari, terhitung sejak permohonan persetujuan diterima.

Pasal 13 sama sekali tak menyebut berapa lama seorang kepala staf harus sudah menjabat untuk patut diusulkan sebagai calon Panglima TNI. Dalam kasus ini, Agus pernah menjadi wakil KSAD sejak 4 Februari 2002 hingga dilantik menjadi KSAD, 25 Oktober 2023.

Pasal ini sekaligus mengisyaratkan bahwa jabatan Panglima TNI bukan monopoli TNI Angkatan Darat seperti berlaku selama Orde Baru. Tiap angkatan punya hak yang sama. Sebelum ada UU tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid telah mewujudkannya dengan mengangkat Laksamana Widodo AS sebagai Panglima TNI. Lalu dari Angkatan Udara, Marsekal Djoko Suyanto menjadi orang pertama yang menjabat Panglima TNI di era pemerintahan SBY.

Kembali ke sosok Agus Subiyanto, seperti apa sebetulnya rekam jejak dia?

Lelaki kelahiran Cimahi, 5 Agustus 1967 itu merupakan putra dari pasangan Cicih dan Serka (Purn) Deddy Unadi. Ibundanya pergi meninggalkan rumah saat Agus baru berusia 5 tahun. Sang ayah tewas dalam kecelakaan lalu lintas pada 1985, ketika Agus masih di bangku SMA.

Selepas SMA pada 1986, Agus mengaku pernah melamar masuk Secaba (sekolah calon bintara). Namun dari hasil berbagai ujian yang dilaluinya, dia justru direkomendasikan untuk masuk Secapa (sekolah calon perwira) tanpa harus tes lagi. Agus juga mengaku pernah ditolak saat melamar menjadi satpam di sebuah mal di Bogor. Dia juga gagal menjadi pegawai BUMN di Perusahaan Gas Negara. Akhirnya pada 1988 dia mengikuti tes Akabri. Kali ini dia berhasil dengan nilai sangat memuaskan, menjadi lulusan terbaik kedua se Jawa Barat. Agus lulus dari Akabri pada 1991 dengan pangkat Letnan Dua.

Pengalaman Agus Subiyanto di dunia militer tergolong lengkap. Dia termasuk perwira muda yang direkrut langsung oleh Danyon Infantri Lintas Udara 328 Letkol Prabowo Subianto. "Itu perjumpaan saya pertama kali dengan Pak Prabowo," tulis Agus dalam biografinya, Believe yang terbit pada 2021.

Selama 9 bulan Agus kemudian digembleng soal taktik survival di hutan, perang gerilya, hingga antiteror. Dengan bekal tersebut tak heran bila Agus ikut terlibat dalam Operasi Seroja di Timor-Timur pada 1995. Dia kembali bertugas di sana saat jajak pendapat 1999. Agus juga terlibat dalam Operasi Tinombala untuk memburu jaringan teroris Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah.

Namun yang paling asyik digunjingkan dengan nada julid oleh sebagian kalangan kemudian adalah kedekatan Agus Subiyanto dengan Presiden Jokowi yang memungkinkan kariernya melesat. Keduanya telah saling mengenal saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo (2005 - 20012), dan Agus Komandan Bataliyon 22/Manggala Yudha Grup 2 Kopassus/Sandi Yudha di Kartasura, Jawa Tengah.

Hubungan keduanya makin erat ketika Agus kemudian menjadi Dandim 0735/Surakarta. Dia aktif membantu pengamanan saat terjadi pemindahan PKL dari Banjarsari ke Pasar Notoharjo. Turut blusukan ke pasar-pasar tradisional pada akhir pekan. Atau, sekadar bersepeda santai bersama.

Persinggungannya dengan Jokowi terus terjaga ketika Agus dipercaya menjadi Danrem Surya Kencana dengan pangkat Brigjen. Wilayah yang harus diamankan selain Bogor (tempat Jokowi sebagai presiden) adalah Cianjur hingga Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Chemistry makin terbangun ketika Jokowi meminta Agus Subiyanto menjadi 'perisai hidup' sebagai Komandan Paspampres.

Dengan kedekatan dan chemistry yang terjalin seperti itu tentu sangat wajar bila Jokowi mempertimbangkannya menjadi Panglima TNI. Apalagi Agus yang pendiam itu dikenal sangat relijius. Rajin ke masjid hingga puasa Senin - Kamis.

Kejulidan berlanjut bahwa naiknya Agus Subiyanto antara lain untuk mengamankan duet Prabowo - Gibran di Pemilu Presiden 2024. Kalau dalam kerangka berpikir Orde Baru barangkali iya karena peran TNI begitu sentral dalam kehidupan masyarakat kita. Tapi, pada era Reformasi yang sudah berjalan hampir seperempat abad ini rasanya sudah tidak lagi begitu.

Pada era supremasi sipil, polisilah yang paling banyak berinteraksi langsung dengan masyarakat. Apalagi jumlah polisi juga lebih banyak ketimbang anggota TNI. Namun, ya tentu tak ada salahnya juga sekadar mendengungkan agar kelak Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI turut menjaga independensi dan netralitas institusi yang dipimpinnya dalam Pemilu 2024. Hanya pengingat, bukan prasangka....

Sudrajat wartawan detikcom

Simak Video 'DPR Bakal Gelar Fit and Proper Test Panglima TNI 15 atau 16 November':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads