Di era digital yang terus berkembang, konsep social commerce telah menjadi fenomena yang signifikan dalam industri e-commerce. Social commerce menggabungkan media sosial dan e-commerce untuk memfasilitasi pembelian dan penjualan produk secara online.
Indonesia bukanlah pengecualian, di mana tren social commerce telah berkembang pesat. Namun, pemerintah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang melarang transaksi langsung di platform media sosial, seperti Tiktok Shop. Artikel ini akan membahas tren social commerce, dampak larangan tersebut, serta pro dan kontra terkait kebijakan ini.
Social commerce telah mengubah cara konsumen berbelanja secara online di Indonesia. Jumlah pengguna Tiktok Shop, sebagai salah satu platform social commerce terkemuka, terus meningkat. Hingga Agustus 2023, lebih dari 122 juta pengguna Tiktok aktif terdaftar di Indonesia, menjadikannya salah satu pasar terbesar di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiktok Shop dalam tiga bulan pertama 2023 mencatatkan Gross Merchandise Value (GMV) sebesar satu miliar dolar AS, mengonfirmasi popularitasnya yang terus berkembang. Dan, secara global, Tiktok memiliki pendapatan dua kali lipat lebih dibandingkan tahun sebelumnya, data pendapatan 2017 sebesar 63 juta dolar AS, 2018 sebesar 150 juta dolar aS, 2019 sebesar 350 juta dolar AS, 2020 sebesar 2,64 miliar dolar aS, 2021 sebesar 4,697 miliar dolar aS, 2022 sebesar 9,4 miliar dolar AS.
Salah satu keuntungan utama social commerce adalah interaksi yang lebih dekat dengan merek. Konsumen dapat berkomunikasi secara langsung dengan merek, menghasilkan pengalaman berbelanja yang lebih interaktif, serta konten yang lebih dipersonalisasi. Selain itu, proses transaksi menjadi lebih cepat dan mudah.
Pro dan Kontra
Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang melarang transaksi langsung di platform media sosial, seperti Tiktok Shop. Alasan di balik larangan ini adalah melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal serta menjaga privasi data pengguna. Meskipun tujuannya mulia, larangan ini telah menimbulkan dampak yang signifikan. Dampak langsung ini dirasakan oleh tiga pihak yakni Tiktok Shop, pengguna, dan ekosistem bisnis.
Pertumbuhan pendapatan Tiktok Shop yang luar biasa terpaksa menutup aktivitas penjualan di Indonesia. Menurut Cube Asia, GMV Tiktok Shop di Indonesia mencapai 2,5 miliar dolar AS lebih (Rp 37,2 triliun) pada 2022 dan hanya dalam tiga bulan pertama 2023 sudah satu miliar dolar AS (Rp 14,8 triliun).
Dampak terhadap pengguna Tiktok yang aktif dalam social commerce kehilangan akses langsung untuk berbelanja produk. Sedangkan bagi ekosistem bisnis memberikan dampak pada penyedia layanan pembayaran online, logistik, dan pemasaran. Ini juga dapat mengurangi peluang bagi UMKM untuk berkembang.
Reaksi masyarakat terhadap larangan social commerce ini mencerminkan beragam pandangan. Masyarakat pro berargumen bahwa UMKM harus dilindungi dan pentingnya privasi data. Kebijakan ini dapat melindungi UMKM lokal dari persaingan ketat dengan merek besar, yang mungkin memiliki lebih banyak sumber daya. Larangan ini berpotensi mengurangi risiko penyalahgunaan data pengguna oleh platform social commerce, yang menjadi perhatian utama terkait privasi data.
Sedangkan yang kontra berargumen bahwa potensi pendapatan dan keterbatasan akses. Social commerce adalah sumber pendapatan yang signifikan bagi bisnis dan juga negara. Larangan ini dapat mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi. Pengguna yang kehilangan akses ke social commerce mungkin akan mencari platform luar negeri, mengurangi kontrol pemerintah atas transaksi online.
Menghadapi situasi ini, ada beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan meliputi kebijakan yang terukur, pengembangan ekosistem UMKM, kerja sama dengan platform, dan pengembangan alternatif. Pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan larangan social commerce dan mempertimbangkan pendekatan yang lebih seimbang, seperti regulasi ketat untuk melindungi data pengguna.
Pemerintah perlu fokus pada pengembangan UMKM lokal dengan memberikan pelatihan, akses ke teknologi, dan dukungan keuangan. Mendorong kerja sama antara pemerintah dan platform social commerce untuk memastikan pengguna mendapatkan pengalaman yang aman dan privasi data terjaga. Mendorong pengembangan platform social commerce lokal yang dapat mengakomodasi kebijakan pemerintah sambil tetap memberikan layanan berkualitas kepada pengguna.
Larangan social commerce di Indonesia telah memicu perdebatan tentang perlindungan UMKM dan privasi data versus potensi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang seimbang dan kerja sama antara pemerintah, bisnis, dan platform social commerce. Sementara itu, pengguna Tiktok di Indonesia tetap menjadi target pasar yang signifikan, dan bisnis harus mencari cara kreatif untuk tetap terlibat dengan mereka melalui platform media sosial lainnya.
Suripto Peneliti Madya BRIN, Ketua Kelris. Inovasi dan Pemerintahan Digital
(mmu/mmu)