Perkotaan Labuan Bajo bertransformasi dari daerah pelabuhan dan nelayan pada masa lalu, dalam beberapa tahun ini menjadi kota wisata yang ramai. Secara ekonomi ditandai dengan perkembangan bisnis akomodasi. Secara sosial ditandai peningkatan jumlah penduduk yang terutama disebabkan oleh migrasi masuk, serta kondisi budaya yang semakin beragam. Secara lingkungan ditandai perkembangan infrastruktur fisik dan perubahan penggunaan lahan.
Paralel dengan pengembangan pariwisata Labuan Bajo yang telah, sedang, dan akan terus berlangsung ini, perkotaan Labuan Bajo akan terus bertransformasi menjadi kawasan yang menopang produksi dan konsumsi pariwisata. Patrick Mullins (1991) menyebut hal ini sebagai urbanisasi pariwisata. Transformasi ini tentu memiliki dampak positif bagi upaya pertumbuhan ekonomi secara kawasan.
Namun, transformasi yang tidak terkendali di ujungnya justru mengarah pada pemanfaatan ruang kota yang eksklusif untuk kelompok tertentu. Hal yang bertentangan dengan semangat pembangunan kota berkelanjutan, dengan satu tolok ukurnya memberikan kesempatan yang sama untuk semua pihak dalam memanfaatkan ruang kota. Kota Labuan Bajo, baik dalam perencanaan maupun perkembangan ke depannya haruslah untuk semua.
Industri Layanan Pariwisata
Pemusatan kegiatan investasi di Labuan Bajo untuk mendukung aktivitas pariwisata menjadi penanda utama berlangsungnya urbanisasi pariwisata di kota tersebut. Kegiatan investasi ini secara umum terjadi melalui dua bentuk, yaitu masuknya (pengalihan) modal dari kota-kota besar di Indonesia ke kota Labuan Bajo dan bertumbuhnya bisnis-bisnis lokal.
Antara 2010 sampai 2020, kegiatan investasi di kota Labuan Bajo memberi dampak pada rata-rata pertumbuhan industri hotel dan penginapan mencapai 17,21 persen (dengan pertumbuhan kamar 18,9 persen); dan industri restoran, cafe, dan boga yang mencapai 25,9 persen. Secara spasial, industri-industri tersebut sebagian besar tersebar di sepanjang pesisir perkotaan Labuan Bajo.
Pemerintah memiliki andil besar dalam menciptakan pertumbuhan investasi di kota Labuan Bajo. Koordinasi yang intens bersama berbagai kelompok kepentingan terus dilakukan untuk menyelesaikan secara cepat berbagai hambatan perizinan berusaha (debottlenecking) dalam rangka mendukung peran kota Labuan Bajo sebagai pusat layanan wisata.
Selain itu, pembentukan modal tetap melalui pembangunan infrastruktur jalan raya, bandara, pelabuhan, fasilitas dasar, fasilitas umum, fasilitas komersial, dan fasilitas pariwisata menunjukkan dukungan penuh pemerintah bagi terciptanya iklim investasi di kota Labuan Bajo. Pertumbuhan industri di bidang pariwisata yang dibarengi dengan dukungan kebijakan untuk kemudahan investasi ini berdampak pada peningkatan populasi penduduk dan penggunaan lahan di kota Labuan Bajo.
Pada 2010, penduduk kota Labuan Bajo berjumlah 26.172 orang. Lalu meningkat 46 persen pada 2020, mencapai 38.180 orang. Kontribusi terbesarnya adalah penyerapan tenaga kerja untuk mendukung industri di bidang pariwisata. Sementara untuk penggunaan lahan, perkembangan ini ditandai oleh semakin bertambahnya lahan terbangun di kawasan perkotaan Labuan Bajo, terutama untuk tiga desa/kelurahan yang menjadi pusat pertumbuhan di kawasan perkotaan Labuan Bajo.
Menjadi Kota untuk Semua
Perkembangan kegiatan industri layanan pariwisata yang berpusat di kota Labuan Bajo menegaskan predikat kota ini sebagai kota wisata. Setiap tahun, kota ini menjadi tempat persinggahan para wisatawan, baik dalam negeri maupun mancanegara. Pada 2019, kota Labuan Bajo menjadi tempat persinggahan bagi 256-an ribu wisatawan, menurun pada 2020 dan 2021 karena dampak pandemi Covid-19, lalu mengalami recovery pada 2022 dengan kedatangan 170-an ribu wisatawan.
Mereka menggunakan fasilitas pariwisata maupun fasilitas konsumsi yang menawarkan sensasi dan pengalaman multisensori yang banyak tersedia di kota Labuan Bajo. Kondisi ini tentu menunjukkan citra yang positif bagi Labuan Bajo sebagai kota yang terbuka dikunjungi semua orang. Dinamika investasi dan pertumbuhan industri yang melayani kunjungan wisatawan ini memberi kontribusi nyata bagi peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Juga, peluang partisipasi masyarakat untuk mendapat manfaat kesejahteraan dari industri layanan pariwisata semakin terbuka lebar. Namun demikian, citra Labuan Bajo sebagai kota pariwisata dengan dinamika investasi yang mengiringinya ini tentu tidak boleh menafikan fungsi-fungsi lain pemanfaatan ruang kota di luar kepariwisataan. Hal ini turut menjadi prioritas pembahasan dalam proses perumusan rencana penataan kota Labuan Bajo untuk 20 tahun ke depan yang saat ini tengah dilakukan dengan pelibatan segenap kelompok kepentingan --pemerintah, masyarakat, sektor usaha, dan akademisi.
Perkotaan Labuan Bajo dalam perencanaannya perlu memastikan terwujudnya keadilan ruang bagi segenap kelompok masyarakat dengan berbagai preferensi aktivitas yang dilakukan. Isu keadilan ruang dalam pengembangan kota Labuan Bajo termanifestasi melalui perencanaan pusat-pusat permukiman serta sistem jaringan prasarana dan sarana yang menjangkau seluruh kawasan perkotaan. Hal ini dimaksudkan agar segenap lapisan kelompok masyarakat mendapatkan kemudahan akses terhadap jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, air minum, dan sebagainya.
Selain itu, melalui pembagian yang proporsional atas distribusi pemanfaatan ruang, Labuan Bajo tetap menjadi kawasan perkotaan yang mengakomodasi berbagai bentuk kegiatan. Tidak hanya pariwisata, kegiatan ekonomi lain juga terdistribusi secara proporsional dalam kawasan perkotaan Labuan Bajo, seperti pertanian dan perikanan, serta perdagangan dan jasa. Demikian juga halnya zona untuk pemanfaatan kegiatan non-ekonomi, seperti perumahan, ruang terbuka, perkantoran, pertahanan, dan keamanan.
Kota Labuan Bajo dalam rencana pengembangannya telah didesain agar menjadi kota untuk semua. Mari kita kawal bersama dalam implementasinya ke depan.
Alfred Nabal Staf Khusus Bupati Manggarai Barat Bidang Pengembangan Wilayah dan Kota
(mmu/mmu)