Melampaui Politik Kesetiakawanan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Melampaui Politik Kesetiakawanan

Kamis, 19 Okt 2023 14:10 WIB
Sunanto
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Sunanto Ketum PP Muhammadiyah
Sunanto (Foto: Muhammad Ridho/detikcom)
Jakarta -

Belakangan ini banyak kejutan dengan berbagai manuver elite partai untuk memenangkan kontestasi Pemilu 2024, bahkan jika harus meninggalkan partai yang membesarkan. Memang bagi banyak politisi dan publik, dalam politik tidak ada kesetiakawanan, yang ada hanyalah kepentingan. Tentu tidak ada yang salah dalam hipotesis yang demikian, tetapi tidak bagi PDIP. Sejauh ini setidaknya PDIP membuktikan kesetiakawanan dalam memperjuangkan cita-cita ideologis. Mulai dari sejak Orde Baru sampai kekalahan dalam pemilu yang lalu, tidak pernah PDIP meninggalkan rakyat dan simbol oposisi paling serius ketika kalah dalam pemilu.

Ikatan ideologi melampaui kepentingan perebutan kekuasaan. Tidak heran jika dijumpai pada banyak pilkada PDIP berani memajukan wakilnya sendirian. Hal tersebut bukan berarti PDIP egois, melainkan berpolitik melampaui kepentingan perebutan kekuasaan. Jika dibaca secara historis, politik kesetiakawanan PDIP dengan rakyat di era Orde Baru harus dibayar mahal dengan tragedi Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli). Begitupun kekalahan pada pemilu 2004 menjadikan PDIP teman rakyat untuk mengontrol kekuasaan selama dua periode.

Hari ini, dengan banyaknya manuver elite, banyak netizen berpolemik tentang "perang politik" dan politik kesetiakawanan. Tapi sekali lagi tidak bagi PDIP, manuver elite adalah hal yang biasa dan sekali lagi PDIP tidak pernah ingkar pada kesetiakawanan dalam mewujudkan Tri Sakti Bung Karno. Selama semua langgam dan keringatnya untuk mewujudkan Tri Sakti Bung Karno, maka selama itu juga PDIP selalu setia berada di samping.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melampaui itu semua, PDIP akan selalu berkoalisi bersama rakyat. Itu mengapa banyak yang keliru dalam membaca gerak PDIP. Sejak awal banyak tuduhan kepada PDIP bahwa urusan calon presiden, PDIPakan selalu memperjuangkan "kader-kader darah biru" sebagai penerus Bung Karno. Hasilnya PDIP melampaui itu semua. Bagi PDIP, politik semestinya diselenggarakan atas kompas ideologi, juga tidak boleh meninggalkan etika serta tatanan kepatutan dan kebenaran.

Dengan itu semua, kita bisa lihat banyaknya pemimpin-pemimpin lahir dari PDIP yang berasal dari kaum-kaum marhaen, dan bukan dari darah biru kepemimpinan nasional. Tentu yang fenomenal adalah Presiden Joko Widodo, yang sejak awal lahir dari PDIP hingga mengakhiri kekuasaan dengan baik pun semoga tetap dengan PDIP. Begitu juga dengan Ganjar Pranowo. Kader tulen yang berkarier dari bawah sama seperti kita semua. Maka kalau kita jujur melihat para Capres 2024, hanya Ganjar yang berhak menggunakan "Ganjar adalah kita" karena memang berasal dari rakyat biasa.

ADVERTISEMENT

Pengikat Soliditas

Sejak pemilu pasca Reformasi, perbincangan sirkulasi elite selalu dipenuhi oleh tokoh nasional yang merupakan darah biru politik. Sejak saat itu, rakyat biasa seperti kita ini jangankan berambisi jadi presiden, bermimpi saja tidak berani. Tapi sejak PDIP mencalonkan Joko Widodo menjadi presiden dan berhasil memenangkannya, menjadi simbol baru bahwa Indonesia memiliki iklim politik yang egaliter. Siapa saja berhak menjadi presiden.

Begitu juga yang terjadi hari ini. Ganjar adalah satu-satunya calon presiden yang lahir dari rakyat biasa, dan bukan darah biru elite politik nasional. Hal tersebut menandai kaderisasi PDIP terus bergerak melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan.

Dalam PDIP, politik tidak dibangun di atas fanatisme simbol atau ketokohan. Melampaui itu semua, yaitu dibangun atas nilai-nilai ideologis yang kokoh. Maka ketika kita dihadapkan pada manuver-manuver perebutan kekuasaan yang "menghalalkan segala cara", PDIP percaya atas ungkapan yang masyhur di era Raden Wijaya, Satyam eva Hayate --hanya kebenaran yang berjaya. Sejarah telah membuktikan keteguhan PDIP atas keyakinan Satyam eva Hayate. Maka ketika ada yang hilang, PDIP percaya akan ada yang tumbuh bersemi anggun asri.

Politik kesetiakawanan dalam memperjuangkan cita-cita Bung Karno menjadi pengikat soliditas kerja politik para kader PDIP. Maka ketika di media sosial ramai kasak kusuk, kita para kader dan simpatisan tidak terpengaruh dan terus bekerja dalam sunyi menyapa rakyat. Bagi kita ada yang lebih penting dalam meladeni manuver elite yaitu gotong royong untuk mewujudkan Tri Sakti Bung Karno.

Maka jangan heran ketika penentuan wakil presiden, PDIP juga memilih rakyat biasa yang berhasil dalam karya untuk mengemban amanah mewujudkan cita-cita Bung Karno. Ini semua hanya dapat dilakukan oleh partai yang percaya atas sistem kaderisasi, partai yang percaya atas proses, dan partai yang mendepankan karya daripada nama. Tidak ada yang instan semua harus digembleng dalam Kawah Candradimuka.

Sejarah akan terus menguji PDIP. Apakah akan selalu setia pada cita-cita ideologis, atau hanya sebagai partai yang memberikan stempel perebutan kekuasaan. Kapal besar PDIP telah membuktikan bahwa setia pada cita-cita ideologis mampu menyelamatkan dari kepungan kekuasaan di masa lampau. Di masa kini tantangan semakin kompleks dan dinamis, maka dibutuhkan PDI Perjuangan yang mampu menerjemahkan cita-cita ideologis sebagai jalan keluar penyelesaian berbagai masalah berbangsa dan bernegara.

Mewujudkannya tidak cukup hanya dengan keyakinan atas nilai-nilai ideologi, tetapi juga membutuhkan politik kesetiakawanan yang kuat dan menguatkan. Tanpa itu semua, politik sebagai perjuangan hanya akan berhenti pada perebutan kekuasaan yang saling meniadakan satu sama lain. Kalau sudah begini, pragmatisme akan menjadi panglima. Selebihnya, waktu dan perjuangan yang benar-benar untuk rakyat akan menemukan muara kebenarannya seperti gema Satyam eva Hayate.

Sunanto mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Ketua OKK DPP Taruna Merah Putih, Juru Bicara Ganjar Pranowo

Simak juga 'Ganjar-Mahfud Tiba di KPU untuk Daftar Pilpres, Pamerkan Scrapbook':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads